KISAH RAJA SUPPABUDDHA
Dhammapada IX: 128
Raja Suppabuddha adalah ayah dari Devadatta dan ayah
mertua dari Pangeran Siddhattha (yang kemudian menjadi Buddha Gotama).
Raja Suppabuddha sangat membenci Sang Buddha karena
dua alasan. Pertama, karena Pangeran Siddhattha telah meninggalkan istrinya,
Yasodhara (putri Raja Suppabuddha), untuk melepaskan keduniawian.
Dan kedua, karena putranya, Devadatta, yang telah
diterima dalam pasamuan Sangha oleh Sang Buddha, menganggap Sang Buddha sebagai
musuh utamanya.
Suatu hari ia mengetahui bahwa Sang Buddha akan datang
untuk berpindapatta. Raja Suppabuddha minum minuman yang memabukkan sehingga
dirinya mabuk dan menutup jalan. Ketika Sang Buddha dan para bhikkhu datang,
Raja Suppabuddha menolak untuk memberikan jalan masuk, dan mengirim pesan yang
berbunyi, "Saya tidak dapat memberikan jalan kepada Samana Gotama, yang
jauh lebih muda daripada saya".
Melihat jalan masuk telah ditutup, Sang Buddha dan
para bhikkhu pulang kembali. Kemudian Raja Suppabuddha mengirim seseorang untuk
mengikuti Sang Buddha secara sembunyi-sembunyi, dan mencari keterangan apa yang
dikatakan oleh Sang Buddha serta melaporkan kepadanya.
Setelah Sang Buddha tiba, Beliau berkata kepada
Ananda, "Ananda, karena perbuatan jahat Raja Suppabuddha yang menyebabkan
ia menolak memberi jalan kepada saya, tujuh hari mendatang sejak saat ini dia
akan ditelan bumi, di kaki tangga menuju puncak bangunan istananya".
Mata-mata raja mendengar hal tersebut dan melaporkan
kepada raja. Raja berkata bahwa dia tidak akan pergi ke dekat tangga tersebut,
dan akan membuktikan kata-kata Sang Buddha adalah tidak benar.
Kemudian raja memerintahkan pelayannya untuk
memindahkan tangga tersebut, sehingga dia tidak akan menggunakannya. Dia juga
menyuruh pelayan yang bertugas memberitahu untuk memegangnya jika dia pergi ke
arah kaki tangga.
Ketika Sang Buddha memperoleh keterangan perihal
perintah raja kepada anak buahnya tersebut di atas, Beliau berkata, "Para
bhikkhu! Walaupun Raja Suppabuddha tinggal di puncak bangunan, atau di atas
langit, atau di dasar laut, atau di dalam goa, kata-kata saya tidak akan
keliru. Raja Suppabuddha akan ditelan bumi di tempat yang telah saya katakan
pada kalian".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
128 berikut:
Tidak di langit, di tengah lautan,
di celah-celah gunung atau di manapun
juga
dapat ditemukan suatu tempat
bagi seseorang untuk dapat
menyembunyikan diri dari kematian.
Pada hari ketujuh, kira-kira pada waktu makan, kuda
kerajaan ketakutan dengan alasan yang tidak diketahui, dan mulai meringkik
dengan keras serta menendang-nendang dengan sangat marah. Mendengar suara
ringkikan dari kudanya, raja merasa dia harus menangani kuda peliharaannya, dan
ia melupakan semua pencegahan terhadap bahaya. Dia mulai menuju pintu. Pintu
terbuka dengan sendirinya, tangga yang telah dipindahkan sebelumnya juga masih
di tempatnya semula, pelayan lupa mencegahnya untuk tidak turun. Kemudian raja
menuruni tangga dan segera dia melangkah di atas bumi. Bumi terbuka dan
menelannya serta menyeretnya ke alam neraka Avici (Avici Niraya).
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar