Kamis, Agustus 30, 2012

Pikiran (3) : Meditasi Itu Bagaikan Sebatang Kayu


Meditasi Itu Bagaikan Sebatang Kayu


Meditasi itu bagaikan sebatang kayu. Pemahaman dan penyelidikan (vipassana) di salah satu ujung; ketenangan dan konsentrasi (samatha) di ujung yang lain. Jikalau kita memungutnya, apakah hanya satu ujung yang terbawa? Atau keduanya? Saat seseorang mengambil sebatang kayu, kedua ujungnya terangkat bersama. Lalu, bagian mana yang vipassana, dan mana yang samatha? Dimana batas persisnya?

Sesungguhnya: keduanya adalah pikiran. Bilamana pikiran ini menjadi damai, awalnya kedamaian ini muncul dari ketenangan samatha. Kita memusatkan dan menyatukan pikiran dalam kekhusukan meditatif (samadhi). Akan tetapi, bilamana kedamaian dan ketenangan dari samadhi itu berlalu, penderitaan bakal datang menggantikan. Mengapa demikian? Karena kedamaian yang dihasilkan dari meditasi samatha saja itu masih berdasarkan kemelekatan. Kemelekatan ini kemudian bisa justru menjadi penyebab penderitaan lagi. Jadi, ketenangan bukan merupakan tujuan akhir.

Sang Buddha menyaksikan berdasarkan pengalamanNya sendiri bahwa kedamaian pikiran seperti itu bukanlah yang pamungkas. Sebab-sebab terdalam yang mendasari proses eksistensi (bhava) belumlah terpadamkan (nirodha). Kondisi yang menyebabkan kelahiran kembali masih ada. Usaha spiritualnya belum mencapai kesempurnaan. Mengapa? Karena: masih ada penderitaan. Jadi berlandaskan ketenangan samatha itu beliau melanjutkan kontemplasi, meng-investigasi dan menganalisa hakekat realitas terkondisi hingga ia terbebas dari kemelekatan, bahkan kemelekatan terhadap ketenangan itu sendiri.

Ketenangan ini masihlah merupakan bagian dari dunia eksistensi yang terkondisi dan merupakan realitas-konvensional. Melekat pada kedamaian ini adalah kemelekatan pada realitas-konvensional; selama kita melekat, kita akan terjerumus dalam eksistensi dan kelahiran kembali. Jadi, kalau cuma berhenti dan hanya menikmati ketenangan samatha saja masih akan membawa kepada eksistensi berikutnya serta kelahiran kembali. Tatkala kegelisahan dan gejolak pikiran mereda, seseorang melekat pada buah kedamaian tersebut.

Petikan bacaan pilihan dari :
Buku : Unshakeable Peace (Damai Tak Tergoyahkan) – Ven. Ajahn Chah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar