Kamis, Agustus 30, 2012

Pikiran (2) : Teori dan Kenyataan


Teori dan Kenyataan


Sang Buddha tidak mengajarkan mengenai pikiran dan faktor-faktor mentalnya untuk kita lekati sebagai konsep. Satu-satunya tujuan Beliau hanyalah agar kita memahami bahwa semua ini tidak-kekal, tak memuaskan dan tiada-diri. Kemudian: biarkanlah berlalu, letakkan, Sadar dan ketahuilah saat kemunculannya. — Pikiran ini memang sudah sangat begitu terkondisinya. Ia terlalu lama malah dilatih dan terkondisi untuk selalu lari, meleset dari keadaan kesadaran-murni (pure awareness). Dan ketika ia menggelincir, ia menciptakan fenomena terkondisi yang selanjutnya mempengaruhi suasana pikiran, demikianlah seterusnya ia beranak-pinak. Proses inilah yang melahirkan baik, buruk serta segala hal di muka bumi ini (dualitas-alam samsara). Sang Buddha mengajarkan kita untuk meninggalkan semua itu. 

Di awal, tentu saja anda harus membiasakan diri mempelajari pelbagai teori supaya nantinya anda mampu meninggalkan semuanya. Ini sekedar proses alamiah saja. Ya demikianlah pikiran ini.

Demikian pula faktor-faktor mental. Ambil sebagai contoh: Jalan Mulia Berunsur Delapan. Manakala kebijaksanaan (wisdom) memandang segala sesuatu secara benar dengan wawasan-kebijaksanaan (insight), maka pandangan-benar ini akan membawa kepada pemikiran benar, ucapan-benar, tindakan-benar dan seterusnya. Semua ini meliputi pelbagai kondisi psikologis yang timbul dari hasil pengetahuan-kesadaran-murni (pure knowing awareness). Pengetahuan ini bagaikan sebuah lentera yang menerangi jalan setapak di hadapan kita di kegelapan malam. Bila pengetahuan ini (the knowing) sudah benar, yakni sesuai dengan kenyataan (truth), ia bakal menyebar serta menerangi setiap langkah pada jalan berikutnya.

Apapun yang kita alami, semuanya muncul dari dalam pengetahuan ini. Apabila pikiran ini tidak eksis, pengetahuan tersebut juga tidak akan ada. Semua ini adalah fenomena pikiran. Seperti yang dikatakan Sang Buddha, pikiran adalah cuma sekedar pikiran. Ia bukanlah makhluk, orang, diri ataupun diri-anda. Juga bukan diri kita maupun mereka. Dhamma itu adalah sekedar Dhamma, begitu saja titik. Ia alami, berlangsung dengan sendirinya tanpa ada “diri” yang terlibat. Ia bukanlah kepunyaan kita atau siapapun. Ia bukan pula sesuatu (“it’s not anything”). Apapun yang dialami seseorang tak lain adalah lima gugus fundamental (khandha): tubuh, perasaan, pencerapan (persepsi), bentukbentuk pemikiran dan kesadaran. Sang Buddha mengatakan: “Biarkanlah semua itu berlalu”.


Petikan bacaan pilihan dari :
Buku : Unshakeable Peace (Damai Tak Tergoyahkan) – Ven. Ajahn Chah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar