Makna Latihan Tidak
Membunuh
Dhamma akan melindungi mereka yang melaksanakannya.
Dalam perjumpaan ini akan dibahas tentang pandangan
salah yang sering terjadi dalam masyarakat mengenai latihan tidak membunuh yang
merupakan salah satu pelaksanaan Pancasila Buddhis. Pendapat keliru itu
menyatakan bahwa menjadi seorang umat Buddha adalah sulit. Umat Buddha tidak
boleh membunuh kecoa karena nanti bisa terlahir sebagai kecoa. Tidak boleh
membunuh tikus, karena nanti ia bisa terlahir kembali sebagai tikus. Bahkan
seorang umat Buddha sekalipun dapat mempunyai pandangan yang salah yaitu mereka
akan melepas burung agar tidak terlahir kembali sebagai burung. Mereka juga
tidak melakukan pembunuhan pada semut karena takut terlahir sebagai semut. Pola
pikir seperti ini adalah merupakan pola pikir yang keliru. Kalau memang benar
membunuh kecoa dapat terlahir kembali menjadi kecoa atau membunuh semut dapat
terlahir kembali sebagai semut, maka mungkin orang akan berlomba untuk membunuh
mahluk yang baik-baik agar ia dapat terlahir sebagai mahluk yang baik pula.
Mungkin ia akan membunuh seorang raja agar ia dapat terlahir kembali sebagai
seorang raja. Ia mungkin akan membunuh para bintang film agar ia pun terlahir
kembali sebagai bintang film atau yang lainnya lagi. Hal ini jelas merupakan
pandangan keliru.
Terdapat pandangan salah lain yang berkembang dalam
masyarakat. Apabila seorang bayi meninggal, baik bayi itu masih dalam kandungan
maupun sudah terlahir beberapa waktu, maka untuk menenangkan keluarganya yang
sedih kehilangan bayi tersebut, orang menasehatinya dengan mengatakan bahwa
bayi itu pasti akan masuk surga karena ia masih suci. Ini adalah hal yang aneh.
Kalau memang karena masih bayi yang dianggap suci itu meninggal dan pasti
terlahir di surga, mungkin akan banyak ibu yang mencekik mati bayinya sendiri
agar ia dapat memberi kesempatan mahluk lain terlahir di alam surga. Dengan
demikian, ibu itu akan berjasa karena telah mengantarkan satu calon penghuni
surga. Tentu saja tidak akan pernah ada pembunuhan bayi sendiri dengan dasar
pandangan yang salah ini. Bayi yang mengalami kematian walaupun sejak masih
dalam kandungan tetap akan terlahir di alam bahagia maupun menderita sesuai
dengan timbunan karma yang ia telah miliki sejak kelahirannya yang lalu. Bayi
dalam pandangan Buddha Dhamma sudah tidak suci lagi sejak dalam kandungan.
Salah satu hal yang membuat tidak suci dalam
kehidupan manusia adalah melakukan pelanggaran sila. Dalam Ajaran Sang Buddha
dikenal adanya lima latihan kemoralan. Lima latihan kemoralan atau Pancasila
Buddhis seperti yang diterangkan pada Anguttara
Nikaya III, 203 ini berisikan tekad untuk melatih diri menghindari
pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong dan mabuk-mabukan. Salah satu hal
yang akan disoroti dan dibahas dalam kesempatan ini adalah latihan yang pertama
yaitu latihan untuk mengurangi pembunuhan.
Dalam Buddha Dhamma, obyek pembunuhan bukan hanya
manusia saja, melainkan meliputi semua mahluk. Sikap atau pandangan hidup
seperti ini kadang menjadi sumber permasalahan ketika seorang umat Buddha
berpacaran dengan orang yang berbeda keyakinan atau agamanya. Pada saat mereka
berpacaran bila ada seekor nyamuk yang datang mengganggu, maka si umat Buddha
akan berusaha untuk mempertahankan kehidupan nyamuk itu, dan ia tidak
menghiraukannya. Sedangkan bagi yang bukan umat Buddha, mereka menganggap
nyamuk adalah mahluk atau binatang yang bisa saja dibunuh agar tidak mengganggu
lagi. Perbedaan pandangan ini kadang kemudian akan menyulut percekcokan di
antara keduanya.
Contoh di atas adalah merupakan sebuah gambaran
nyata tentang permasalahan yang akan timbul apabila seseorang melatih diri
untuk tidak membunuh. Sesungguhnya, latar belakang yang mendasari latihan untuk
tidak membunuh itu perlu diketahui terlebih dahulu. Dengan demikian, ia akan
menjadi lebih bijaksana dalam melaksanakan latihan di lingkungan masyarakat
yang berbeda-beda. Sebenarnya latihan tidak membunuh bahkan kepada mahluk
sekecil nyamuk ataupun mahluk yang lebih kecil lagi itu adalah merupakan cara
dalam Dhamma untuk melatih umat Buddha agar dapat merasakan berbagai
penderitaan yang dialami mahluk lain. Karena sama dengan diri sendiri yang
tidak mau disakiti maupun dibunuh, demikian pula halnya dengan mahluk yang lain
itu. Hal ini telah pernah disampaikan Sang Buddha dalam salah satu sabdaNya.
Beliau menyampaikan bahwa setelah seseorang berkeliling, maka ia akan
mengetahui bahwa semua mahluk mencintai kehidupannya sendiri. Dengan demikian,
tidak ada hak mahluk lain untuk menghilangkan kehidupan atau membunuh mahluk
lainnya.
Semua mahluk gemetar ketakutan menghadapi kematian,
demikian pula dengan diri kita semua. Kita akan selalu menghindar dan gemetar
terhadap bencana serta ancaman. Dengan melihat mahluk yang akan dibunuh di
tempat penjagalan hewan, maka orang hendaknya juga menyadari bahwa semua mahluk
yang akan dijadikan korban itupun akan meronta dan memberontak sekuat tenaga.
Mereka takut menghadapi penderitaan dan kematian. Sungguh sangat menyedihkan.
Dengan belajar dari mahluk yang sederhana seperti
nyamuk, kecoa, sapi, kambing dlsb, maka orang akan bisa memperluas obyek
perhatiannya pada manusia. Sama dengan diri sendiri, manusia yang lain pun
merasakan ketakutan menghadapi penderitaan dan kematian. Namun, tanpa adanya
kesadaran ini, orang akan sering melakukan penganiayaan serta pembunuhan secara
lahir maupun batin kepada orang lain.
Pembunuhan secara batin ini dapat dilakukan dengan
ucapan. Ucapan yang tidak mau kalah, sombong dan menyakiti hati orang lain,
sebenarnya adalah merupakan salah satu bentuk penganiayaan dan pembunuhan
secara batin kepada orang lain. Kalau orang yang dianiya dengan kata-kata itu
tidak bisa menerima kenyataan, maka ia pun akan membalasnya. Kalau sudah
demikian, mereka akan saling berbalasan dan akhirnya timbullah permusuhan di
antara mereka. Permusuhan yang tidak terselesaikan dalam satu kehidupan akan
terbawa ke kehidupan yang lain. Mereka akan selalu bertemu di setiap kehidupan
untuk saling bertentangan. Permusuhan yang terbawa ke dalam banyak kelahiran
kembali ini baru dapat diselesaikan apabila masing-masing fihak, atau paling
tidak salah satu fihak mau mengembangkan cinta kasih. Karena sesungguhnya
kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian, kebencian baru bisa berakhir
dengan cinta kasih.
Selain penganiayaan dan pembunuhan dalam bentuk
batin, tidak jarang juga terjadi dalam masyarakat pembunuhan yang bersifat
fisik. Sering dijumpai berita di koran maupun berbagai sarana media massa
lainnya bahwa karena saling memandang, akhirnya orang berkelahi dan saling
membunuh. Ada juga yang hanya karena saling senggol, akhirnya mereka berkelahi
dan saling melukai. Adanya berbagai tingkat penganiayaan dan pembunuhan karena
berbagai sebab yang sangat sederhana ini menunjukkan kondisi masyarakat yang
sudah cukup memprihatinkan. Timbulnya semua kekerasan ini karena kebanyakan
orang tidak dilatih untuk menyayangi kehidupan mulai dari mahluk yang paling
kecil sekalipun. Banyak orang justru dibiasakan melakukan pembunuhan sebagai
satu-satunya cara untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Misalnya ada seekor
nyamuk yang terbang mengganggu, maka orang sudah terbiasa menggunakan obat
nyamuk atau menepuknya dengan kedua telapak tangan agar nyamuk itu mati.
Pembunuhan ini dianggapnya sebagai cara mudah dan bijaksana untuk menyelesaikan
suatu permasalahan.
Mulai dari kebiasaan yang kecil inilah akhirnya
orang mudah melakukan kekerasan untuk menyelesaikan suatu masalah yang
sederhana sekalipun. Kebiasaan melakukan kekerasan ini terbentuk karena adanya
keinginaan yang diwujudkan dalam perbuatan. Apabila perbuatan itu diulang-ulang,
maka jadilah suatu kebiasaan. Dan, apabila kebiasaan itu dilakukan dalam waktu
yang lama, maka timbullah watak. Memang, membunuh nyamuk bukanlah karma buruk
yang besar, namun perilaku kekerasan ini kalau dibiarkan akan menjadi kebiasaan
dan bahkan menjadi watak seseorang untuk menyakiti bahkan membunuh mahluk lain
yang tidak menyenangkan hatinya.
Itulah sebabnya dalam Dhamma disarankan untuk
setiap orang melatih diri untuk tidak membunuh. Latihan ini bukan disebabkan
karena takut terlahir sebagai nyamuk atau kecoa ataupun segala bentuk mahluk
yang lain. Bukan seperti itu. Latihan ini adalah untuk membentuk kebiasaan
seseorang agar dapat menghargai segala kesulitan dan penderitaan mahluk lain.
Latihan ini juga untuk membentuk watak seseorang agar ia lebih mudah memaafkan
kesalahan orang atau bahkan mahluk lain yang mungkin telah menyakiti hatinya.
Dengan
demikian, kalau perilaku positif ini bisa dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari, maka orang yang mempunyai watak mudah memaafkan kesalahan orang
ini akan mudah bergaul, tidak mudah marah, dan akan disayangi oleh
lingkungannya. Ia akan mudah menerima kekurangan orang, sebagaimana ia juga
menerima kelebihan orang itu. Ketika ia dalam masa pacaran, maka suasana
pacaran akan penuh kebahagiaan dan kedamaian. Setelah ia mendapatkan pasangan
hidup, maka suasana rumah tangga yang ia bina pun akan sangat harmonis karena
ia selalu berpikir untuk membahagiakan pasangan hidupnya yaitu orang yang
dicintainya. Dalam dirinya akan timbul rasa takut menyakiti perasaan
pasangannya. Orang itu akan menyadari bahwa melukai perasaan orang yang
disayanginya adalah sama dengan melukai dirinya sendiri. Kalau melihat orang
yang dicintainya sedang bersedih, maka diri sendiri pun akan ikut bersedih.
Segala hal yang membuat diri sendiri dapat merasakan kebahagiaan, ia akan
melakukan hal itu kepada orang yang dicintainya. Ia akan hidup berbahagia
karena dapat menyayangi dan memperhatikan orang yang dicintainya. Ia juga akan
bahagia karena mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang setimpal dari
orang yang dicintainya.
Kalau
seseorang sudah dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada orang yang
dicintai dan disayanginya, maka kemudian hendaknya ia memperluas obyek kasih
sayangnya itu kepada sanak saudara dan lingkungannya. Prinsip dasarnya tetap
sama, kalau diri sendiri tidak mau disakiti, maka janganlah menyakiti mahluk
lain. Kalau prinsip timbulnya kasih ini sudah dimiliki, maka orang itu bukan
hanya mampu mengembangkan kasih sayang dan perhatian kepada sesama manusia
saja, melainkan juga kepada semua mahluk, baik mahluk tampak maupun tidak
tampak.
Tujuan
akhir pelaksanaan sila bukanlah tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah,
tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukan. Bukan itu tujuan akhirnya.
Pelaksanaan sila adalah merupakan latihan yang perlu dikerjakan oleh seorang
umat Buddha. Oleh karena itu, setiap latihan yang terdapat dalam Pancasila
Buddhis menggunakan istilah: sikkhäpadang samädiyämi . Sikhapada artinya adalah
latihan. Latihan tidak membunuh ini bertujuan untuk menghargai kehidupan mahluk
lain. Dengan dapat menghargai kehidupan mahluk lain, maka orang akan diarahkan
agar dapat memberikan kebahagiaan kepada mahluk lain. Mahluk lain yang
mendapatkan kebahagiaan darinya akan menjadi sahabat dan bahkan teman yang akan
selalu melindunginya. Oleh karena itu disebutkan dalam Dhamma bahwa Dhamma akan
melindungi mereka yang melaksanakannya.
Ketika
seseorang telah memiliki tenggang rasa dan mampu memberikan kasih sayang untuk
membahagiakan makhluk lain, orang itu dikatakan telah melakukan abhaya dana .
Arti abhaya dana adalah ‘ a ' berarti tidak, sedangkan ‘ bhaya ' adalah bahaya,
jadi abhaya dana adalah memberikan dana atau kerelaan dalam bentuk tidak
membahayakan mahluk lain. Dengan menanam kebajikan berbentuk keamanan dan tidak
membahayakan mahluk lain, maka orang akan mendapatkan buah kebahagiaan dalam
bentuk terbebas pula dari berbagai bahaya. Ia akan mendapatkan rasa aman
kemanapun ia pergi, dan dimanapun ia berada.
Ada
sebuah cerita yang dapat dijadikan ilustrasi tentang abhaya dana ini. Pada
jaman dahulu terdapatlah seorang tuan tanah yang sangat sangat kikir. Tuan ini
mempunyai tanah yang sangat luas. Tanah yang sedemikian luas tersebut banyak
disewakan untuk para penduduk di sekitar tempat ia tinggal. Banyak pula
tanahnya yang disewakan untuk orang dari daerah lain. Setiap tahun dia mengutus
beberapa anak buahnya untuk menagih uang sewanya. Para utusan ini pergi ke
berbagai daerah untuk menagih uang sewa tersebut. Pada waktu utusan itu menagih
di suatu tempat, biasanya tuan tanah akan berpesan kepada mereka untuk membawa
pulang oleh-oleh yang khas dari daerah tersebut. Para utusan dengan taat
melakukan pesan tuannya. Mereka setiap kali kembali selalu membawa buah-buahan,
makanan khas, souvenir dan masih banyak barang lainnya. Hal ini sungguh
membahagiakan si tuan tanah. Demikianlah hal ini dilakukan untuk waktu yang
lama.
Namun,
pada suatu saat ada seorang utusan yang pulang dan tidak membawa buah tangan
apapun juga. Ia bahkan tidak membawa pulang uang tagihan bersamanya. Si tuan
tanah heran dan marah mengetahui hal ini. Ia menanyakan alasan utusan itu tidak
membawa uang tagihan rutinnya. Utusan itu memberikan alasan bahwa daerah tempat
ia harus menagih itu telah gagal panen dan ada bencana alam sehingga penyewa
tanah sudah tidak mempunyai harta lagi. Karena itulah ia membebaskan mereka
dari tagihan uang sewa tahun itu. Utusan itu mengatakan kepada tuannya bahwa
untuk kali ini, ia memberikan kepada tuannya kenang-kenangan berupa abhaya dana
yaitu kerelaan untuk membuat orang lain merasa aman dan terbebas dari bahaya.
Tuan tanah ini menjadi sangat marah dan langsung memecat utusan tersebut.
Beberapa
waktu kemudian, timbullah huru hara besar di tempat si tuan tanah tinggal.
Banyak rumah di hancurkan. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Si tuan tanah
bersama dengan semua anggota keluarganya melarikan diri dan meninggalkan
rumahnya. Mereka sekeluarga lari dan minta pertolongan serta perlindungan ke
penduduk desa di sekitar mereka tinggal. Sayangnya, karena kekejamannya selama
ini, mereka bukannya ditolong oleh penduduk, mereka bahkan akan dibunuh oleh
penduduk. Tidak ada orang yang mau menolongnya. Mereka terus berjalan dari desa
ke desa untuk meminta pertolongan. Namun, semua usaha ini mengalami kegagalan.
Mereka bahkan selalu akan dibunuh di setiap tempat pemberhentian mereka.
Perjalanan
mereka yang penuh ketakutan ini akhirnya membawa mereka ke sebuah desa yang
terpencil. Mereka dengan penuh kekuatiran mencoba untuk minta tolong dan
perlindungan kepada penduduk desa itu. Di luar dugaan, kedatangan mereka
sekeluarga justru disambut hangat oleh para penduduk desa itu. Mereka disambut
seolah orang yang sangat disayangi oleh penduduk di sana. Mereka merasa heran
dengan sikap penduduk desa itu. Mereka kemudian menanyakan penyebab kehangatan
sambutan yang dilakukan oleh semua penduduk. Ternyata, para penduduk desa ini
merasa sangat berterima kasih kepada si tuan tanah bahwa pada saat panenan
mereka gagal dan terjadi bencana alam, si tuan tanah telah membebaskan mereka
dari segala tagihan uang sewa. Dan, inilah yang akhirnya menjadi kenangan indah
untuk mereka. Ini pula yang menjadikan mereka merasa berhutang budi kepada si
tuan tanah. Mendengar hal ini, menangislah si tuan tanah. Ia menjadi teringat
kepada utusannya yang telah diusirnya karena telah membebaskan tagihan uang
sewa orang di desa ini. Ternyata, justru dari kebijaksanaan utusan itulah yang
membuatnya selamat dan mendapatkan perlindungan. Ia barulah menyadari bahwa
memberikan abhaya dana akan dapat menjadi pelindung untuk diri sendiri maupun
keluarganya. Ia kemudian berubah menjadi orang yang baik. Ia memulai usahanya
di desa tempat ia ditampung dan dilindungi tersebut. Ia kemudian menjadi orang
yang suka berdana, tidak lagi kikir. Ia pun menjadi orang yang sangat dicintai
oleh masyarakat di manapun juga. Namanya menjadi harum bahkan sampai ke
daerah-daerah lainnya.
Semoga
cerita ini dapat dijadikan perenungan dan contoh bahwa abhaya dana yang
diberikan pada saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk keamanan dan
kedamaian di masa yang akan datang.
Selain
seseorang menghindari pembunuhan serta penganiayaan baik fisik maupun non
fisik, orang hendaknya juga dapat memberikan maaf, ketenangan kepada
lingkungan, kepada teman, kepada pasangan hidup dan sesama anggota masyarakat
tempat seseorang tinggal. Dengan selalu memberikan maaf kepada semua fihak maka
kemanapun ia pergi, ia akan mendapatkan keamanan dan perlindungan.
Inilah
suatu cara sederhana untuk mendapatkan keselamatan yaitu memberikan keselamatan
kepada mahluk lain terlebih dahulu. Keselamatan tidak dapat dibeli. Keselamatan
tidak dapat diperoleh dengan kekuatan pedang maupun uang. Keselamatan hanya
dapat diperoleh dengan pelaksanaan Dhamma yang baik. Pelaksanaan Dhamma dengan
baik dapat dilakukan apabila orang mampu mengerti dan menghayati penderitaan
makhluk lain sehingga ia akan selalu berusaha menghindari sikap, ucapan dan
tindakan yang dapat menyebabkan penderitaan makhluk lain.
Semoga
pesan Dhamma yang sederhana ini akan dapat dimengerti dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Semoga semuanya mendapatkan kebahagiaan dan keamanan
dari latihan untuk tidak membahayakan mahluk lain. Semoga semua mahluk baik
tampak maupun tidak tampak akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sesuai
dengan kondisi karmanya masing-masing.
Ditranskrip
dari kaset ceramah oleh: NN, Jakarta
Editor:
Bhikkhu Uttamo
Dikutip Dari : http://www.samaggi-phala.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar