Sabtu, Agustus 18, 2012

Makna Latihan Tidak Membunuh


Makna Latihan Tidak Membunuh



Dhamma akan melindungi mereka yang melaksanakannya.

Dalam perjumpaan ini akan dibahas tentang pandangan salah yang sering terjadi dalam masyarakat mengenai latihan tidak membunuh yang merupakan salah satu pelaksanaan Pancasila Buddhis. Pendapat keliru itu menyatakan bahwa menjadi seorang umat Buddha adalah sulit. Umat Buddha tidak boleh membunuh kecoa karena nanti bisa terlahir sebagai kecoa. Tidak boleh membunuh tikus, karena nanti ia bisa terlahir kembali sebagai tikus. Bahkan seorang umat Buddha sekalipun dapat mempunyai pandangan yang salah yaitu mereka akan melepas burung agar tidak terlahir kembali sebagai burung. Mereka juga tidak melakukan pembunuhan pada semut karena takut terlahir sebagai semut. Pola pikir seperti ini adalah merupakan pola pikir yang keliru. Kalau memang benar membunuh kecoa dapat terlahir kembali menjadi kecoa atau membunuh semut dapat terlahir kembali sebagai semut, maka mungkin orang akan berlomba untuk membunuh mahluk yang baik-baik agar ia dapat terlahir sebagai mahluk yang baik pula. Mungkin ia akan membunuh seorang raja agar ia dapat terlahir kembali sebagai seorang raja. Ia mungkin akan membunuh para bintang film agar ia pun terlahir kembali sebagai bintang film atau yang lainnya lagi. Hal ini jelas merupakan pandangan keliru.

Terdapat pandangan salah lain yang berkembang dalam masyarakat. Apabila seorang bayi meninggal, baik bayi itu masih dalam kandungan maupun sudah terlahir beberapa waktu, maka untuk menenangkan keluarganya yang sedih kehilangan bayi tersebut, orang menasehatinya dengan mengatakan bahwa bayi itu pasti akan masuk surga karena ia masih suci. Ini adalah hal yang aneh. Kalau memang karena masih bayi yang dianggap suci itu meninggal dan pasti terlahir di surga, mungkin akan banyak ibu yang mencekik mati bayinya sendiri agar ia dapat memberi kesempatan mahluk lain terlahir di alam surga. Dengan demikian, ibu itu akan berjasa karena telah mengantarkan satu calon penghuni surga. Tentu saja tidak akan pernah ada pembunuhan bayi sendiri dengan dasar pandangan yang salah ini. Bayi yang mengalami kematian walaupun sejak masih dalam kandungan tetap akan terlahir di alam bahagia maupun menderita sesuai dengan timbunan karma yang ia telah miliki sejak kelahirannya yang lalu. Bayi dalam pandangan Buddha Dhamma sudah tidak suci lagi sejak dalam kandungan.

Salah satu hal yang membuat tidak suci dalam kehidupan manusia adalah melakukan pelanggaran sila. Dalam Ajaran Sang Buddha dikenal adanya lima latihan kemoralan. Lima latihan kemoralan atau Pancasila Buddhis seperti yang diterangkan pada Anguttara Nikaya III, 203 ini berisikan tekad untuk melatih diri menghindari pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong dan mabuk-mabukan. Salah satu hal yang akan disoroti dan dibahas dalam kesempatan ini adalah latihan yang pertama yaitu latihan untuk mengurangi pembunuhan.

Dalam Buddha Dhamma, obyek pembunuhan bukan hanya manusia saja, melainkan meliputi semua mahluk. Sikap atau pandangan hidup seperti ini kadang menjadi sumber permasalahan ketika seorang umat Buddha berpacaran dengan orang yang berbeda keyakinan atau agamanya. Pada saat mereka berpacaran bila ada seekor nyamuk yang datang mengganggu, maka si umat Buddha akan berusaha untuk mempertahankan kehidupan nyamuk itu, dan ia tidak menghiraukannya. Sedangkan bagi yang bukan umat Buddha, mereka menganggap nyamuk adalah mahluk atau binatang yang bisa saja dibunuh agar tidak mengganggu lagi. Perbedaan pandangan ini kadang kemudian akan menyulut percekcokan di antara keduanya.

Contoh di atas adalah merupakan sebuah gambaran nyata tentang permasalahan yang akan timbul apabila seseorang melatih diri untuk tidak membunuh. Sesungguhnya, latar belakang yang mendasari latihan untuk tidak membunuh itu perlu diketahui terlebih dahulu. Dengan demikian, ia akan menjadi lebih bijaksana dalam melaksanakan latihan di lingkungan masyarakat yang berbeda-beda. Sebenarnya latihan tidak membunuh bahkan kepada mahluk sekecil nyamuk ataupun mahluk yang lebih kecil lagi itu adalah merupakan cara dalam Dhamma untuk melatih umat Buddha agar dapat merasakan berbagai penderitaan yang dialami mahluk lain. Karena sama dengan diri sendiri yang tidak mau disakiti maupun dibunuh, demikian pula halnya dengan mahluk yang lain itu. Hal ini telah pernah disampaikan Sang Buddha dalam salah satu sabdaNya. Beliau menyampaikan bahwa setelah seseorang berkeliling, maka ia akan mengetahui bahwa semua mahluk mencintai kehidupannya sendiri. Dengan demikian, tidak ada hak mahluk lain untuk menghilangkan kehidupan atau membunuh mahluk lainnya.

Semua mahluk gemetar ketakutan menghadapi kematian, demikian pula dengan diri kita semua. Kita akan selalu menghindar dan gemetar terhadap bencana serta ancaman. Dengan melihat mahluk yang akan dibunuh di tempat penjagalan hewan, maka orang hendaknya juga menyadari bahwa semua mahluk yang akan dijadikan korban itupun akan meronta dan memberontak sekuat tenaga. Mereka takut menghadapi penderitaan dan kematian. Sungguh sangat menyedihkan.

Dengan belajar dari mahluk yang sederhana seperti nyamuk, kecoa, sapi, kambing dlsb, maka orang akan bisa memperluas obyek perhatiannya pada manusia. Sama dengan diri sendiri, manusia yang lain pun merasakan ketakutan menghadapi penderitaan dan kematian. Namun, tanpa adanya kesadaran ini, orang akan sering melakukan penganiayaan serta pembunuhan secara lahir maupun batin kepada orang lain.

Pembunuhan secara batin ini dapat dilakukan dengan ucapan. Ucapan yang tidak mau kalah, sombong dan menyakiti hati orang lain, sebenarnya adalah merupakan salah satu bentuk penganiayaan dan pembunuhan secara batin kepada orang lain. Kalau orang yang dianiya dengan kata-kata itu tidak bisa menerima kenyataan, maka ia pun akan membalasnya. Kalau sudah demikian, mereka akan saling berbalasan dan akhirnya timbullah permusuhan di antara mereka. Permusuhan yang tidak terselesaikan dalam satu kehidupan akan terbawa ke kehidupan yang lain. Mereka akan selalu bertemu di setiap kehidupan untuk saling bertentangan. Permusuhan yang terbawa ke dalam banyak kelahiran kembali ini baru dapat diselesaikan apabila masing-masing fihak, atau paling tidak salah satu fihak mau mengembangkan cinta kasih. Karena sesungguhnya kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian, kebencian baru bisa berakhir dengan cinta kasih.

Selain penganiayaan dan pembunuhan dalam bentuk batin, tidak jarang juga terjadi dalam masyarakat pembunuhan yang bersifat fisik. Sering dijumpai berita di koran maupun berbagai sarana media massa lainnya bahwa karena saling memandang, akhirnya orang berkelahi dan saling membunuh. Ada juga yang hanya karena saling senggol, akhirnya mereka berkelahi dan saling melukai. Adanya berbagai tingkat penganiayaan dan pembunuhan karena berbagai sebab yang sangat sederhana ini menunjukkan kondisi masyarakat yang sudah cukup memprihatinkan. Timbulnya semua kekerasan ini karena kebanyakan orang tidak dilatih untuk menyayangi kehidupan mulai dari mahluk yang paling kecil sekalipun. Banyak orang justru dibiasakan melakukan pembunuhan sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Misalnya ada seekor nyamuk yang terbang mengganggu, maka orang sudah terbiasa menggunakan obat nyamuk atau menepuknya dengan kedua telapak tangan agar nyamuk itu mati. Pembunuhan ini dianggapnya sebagai cara mudah dan bijaksana untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Mulai dari kebiasaan yang kecil inilah akhirnya orang mudah melakukan kekerasan untuk menyelesaikan suatu masalah yang sederhana sekalipun. Kebiasaan melakukan kekerasan ini terbentuk karena adanya keinginaan yang diwujudkan dalam perbuatan. Apabila perbuatan itu diulang-ulang, maka jadilah suatu kebiasaan. Dan, apabila kebiasaan itu dilakukan dalam waktu yang lama, maka timbullah watak. Memang, membunuh nyamuk bukanlah karma buruk yang besar, namun perilaku kekerasan ini kalau dibiarkan akan menjadi kebiasaan dan bahkan menjadi watak seseorang untuk menyakiti bahkan membunuh mahluk lain yang tidak menyenangkan hatinya.

Itulah sebabnya dalam Dhamma disarankan untuk setiap orang melatih diri untuk tidak membunuh. Latihan ini bukan disebabkan karena takut terlahir sebagai nyamuk atau kecoa ataupun segala bentuk mahluk yang lain. Bukan seperti itu. Latihan ini adalah untuk membentuk kebiasaan seseorang agar dapat menghargai segala kesulitan dan penderitaan mahluk lain. Latihan ini juga untuk membentuk watak seseorang agar ia lebih mudah memaafkan kesalahan orang atau bahkan mahluk lain yang mungkin telah menyakiti hatinya.

Dengan demikian, kalau perilaku positif ini bisa dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka orang yang mempunyai watak mudah memaafkan kesalahan orang ini akan mudah bergaul, tidak mudah marah, dan akan disayangi oleh lingkungannya. Ia akan mudah menerima kekurangan orang, sebagaimana ia juga menerima kelebihan orang itu. Ketika ia dalam masa pacaran, maka suasana pacaran akan penuh kebahagiaan dan kedamaian. Setelah ia mendapatkan pasangan hidup, maka suasana rumah tangga yang ia bina pun akan sangat harmonis karena ia selalu berpikir untuk membahagiakan pasangan hidupnya yaitu orang yang dicintainya. Dalam dirinya akan timbul rasa takut menyakiti perasaan pasangannya. Orang itu akan menyadari bahwa melukai perasaan orang yang disayanginya adalah sama dengan melukai dirinya sendiri. Kalau melihat orang yang dicintainya sedang bersedih, maka diri sendiri pun akan ikut bersedih. Segala hal yang membuat diri sendiri dapat merasakan kebahagiaan, ia akan melakukan hal itu kepada orang yang dicintainya. Ia akan hidup berbahagia karena dapat menyayangi dan memperhatikan orang yang dicintainya. Ia juga akan bahagia karena mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang setimpal dari orang yang dicintainya.

Kalau seseorang sudah dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada orang yang dicintai dan disayanginya, maka kemudian hendaknya ia memperluas obyek kasih sayangnya itu kepada sanak saudara dan lingkungannya. Prinsip dasarnya tetap sama, kalau diri sendiri tidak mau disakiti, maka janganlah menyakiti mahluk lain. Kalau prinsip timbulnya kasih ini sudah dimiliki, maka orang itu bukan hanya mampu mengembangkan kasih sayang dan perhatian kepada sesama manusia saja, melainkan juga kepada semua mahluk, baik mahluk tampak maupun tidak tampak.

Tujuan akhir pelaksanaan sila bukanlah tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukan. Bukan itu tujuan akhirnya. Pelaksanaan sila adalah merupakan latihan yang perlu dikerjakan oleh seorang umat Buddha. Oleh karena itu, setiap latihan yang terdapat dalam Pancasila Buddhis menggunakan istilah: sikkhäpadang samädiyämi . Sikhapada artinya adalah latihan. Latihan tidak membunuh ini bertujuan untuk menghargai kehidupan mahluk lain. Dengan dapat menghargai kehidupan mahluk lain, maka orang akan diarahkan agar dapat memberikan kebahagiaan kepada mahluk lain. Mahluk lain yang mendapatkan kebahagiaan darinya akan menjadi sahabat dan bahkan teman yang akan selalu melindunginya. Oleh karena itu disebutkan dalam Dhamma bahwa Dhamma akan melindungi mereka yang melaksanakannya.

Ketika seseorang telah memiliki tenggang rasa dan mampu memberikan kasih sayang untuk membahagiakan makhluk lain, orang itu dikatakan telah melakukan abhaya dana . Arti abhaya dana adalah ‘ a ' berarti tidak, sedangkan ‘ bhaya ' adalah bahaya, jadi abhaya dana adalah memberikan dana atau kerelaan dalam bentuk tidak membahayakan mahluk lain. Dengan menanam kebajikan berbentuk keamanan dan tidak membahayakan mahluk lain, maka orang akan mendapatkan buah kebahagiaan dalam bentuk terbebas pula dari berbagai bahaya. Ia akan mendapatkan rasa aman kemanapun ia pergi, dan dimanapun ia berada.

Ada sebuah cerita yang dapat dijadikan ilustrasi tentang abhaya dana ini. Pada jaman dahulu terdapatlah seorang tuan tanah yang sangat sangat kikir. Tuan ini mempunyai tanah yang sangat luas. Tanah yang sedemikian luas tersebut banyak disewakan untuk para penduduk di sekitar tempat ia tinggal. Banyak pula tanahnya yang disewakan untuk orang dari daerah lain. Setiap tahun dia mengutus beberapa anak buahnya untuk menagih uang sewanya. Para utusan ini pergi ke berbagai daerah untuk menagih uang sewa tersebut. Pada waktu utusan itu menagih di suatu tempat, biasanya tuan tanah akan berpesan kepada mereka untuk membawa pulang oleh-oleh yang khas dari daerah tersebut. Para utusan dengan taat melakukan pesan tuannya. Mereka setiap kali kembali selalu membawa buah-buahan, makanan khas, souvenir dan masih banyak barang lainnya. Hal ini sungguh membahagiakan si tuan tanah. Demikianlah hal ini dilakukan untuk waktu yang lama.

Namun, pada suatu saat ada seorang utusan yang pulang dan tidak membawa buah tangan apapun juga. Ia bahkan tidak membawa pulang uang tagihan bersamanya. Si tuan tanah heran dan marah mengetahui hal ini. Ia menanyakan alasan utusan itu tidak membawa uang tagihan rutinnya. Utusan itu memberikan alasan bahwa daerah tempat ia harus menagih itu telah gagal panen dan ada bencana alam sehingga penyewa tanah sudah tidak mempunyai harta lagi. Karena itulah ia membebaskan mereka dari tagihan uang sewa tahun itu. Utusan itu mengatakan kepada tuannya bahwa untuk kali ini, ia memberikan kepada tuannya kenang-kenangan berupa abhaya dana yaitu kerelaan untuk membuat orang lain merasa aman dan terbebas dari bahaya. Tuan tanah ini menjadi sangat marah dan langsung memecat utusan tersebut.

Beberapa waktu kemudian, timbullah huru hara besar di tempat si tuan tanah tinggal. Banyak rumah di hancurkan. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Si tuan tanah bersama dengan semua anggota keluarganya melarikan diri dan meninggalkan rumahnya. Mereka sekeluarga lari dan minta pertolongan serta perlindungan ke penduduk desa di sekitar mereka tinggal. Sayangnya, karena kekejamannya selama ini, mereka bukannya ditolong oleh penduduk, mereka bahkan akan dibunuh oleh penduduk. Tidak ada orang yang mau menolongnya. Mereka terus berjalan dari desa ke desa untuk meminta pertolongan. Namun, semua usaha ini mengalami kegagalan. Mereka bahkan selalu akan dibunuh di setiap tempat pemberhentian mereka.

Perjalanan mereka yang penuh ketakutan ini akhirnya membawa mereka ke sebuah desa yang terpencil. Mereka dengan penuh kekuatiran mencoba untuk minta tolong dan perlindungan kepada penduduk desa itu. Di luar dugaan, kedatangan mereka sekeluarga justru disambut hangat oleh para penduduk desa itu. Mereka disambut seolah orang yang sangat disayangi oleh penduduk di sana. Mereka merasa heran dengan sikap penduduk desa itu. Mereka kemudian menanyakan penyebab kehangatan sambutan yang dilakukan oleh semua penduduk. Ternyata, para penduduk desa ini merasa sangat berterima kasih kepada si tuan tanah bahwa pada saat panenan mereka gagal dan terjadi bencana alam, si tuan tanah telah membebaskan mereka dari segala tagihan uang sewa. Dan, inilah yang akhirnya menjadi kenangan indah untuk mereka. Ini pula yang menjadikan mereka merasa berhutang budi kepada si tuan tanah. Mendengar hal ini, menangislah si tuan tanah. Ia menjadi teringat kepada utusannya yang telah diusirnya karena telah membebaskan tagihan uang sewa orang di desa ini. Ternyata, justru dari kebijaksanaan utusan itulah yang membuatnya selamat dan mendapatkan perlindungan. Ia barulah menyadari bahwa memberikan abhaya dana akan dapat menjadi pelindung untuk diri sendiri maupun keluarganya. Ia kemudian berubah menjadi orang yang baik. Ia memulai usahanya di desa tempat ia ditampung dan dilindungi tersebut. Ia kemudian menjadi orang yang suka berdana, tidak lagi kikir. Ia pun menjadi orang yang sangat dicintai oleh masyarakat di manapun juga. Namanya menjadi harum bahkan sampai ke daerah-daerah lainnya.

Semoga cerita ini dapat dijadikan perenungan dan contoh bahwa abhaya dana yang diberikan pada saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk keamanan dan kedamaian di masa yang akan datang.

Selain seseorang menghindari pembunuhan serta penganiayaan baik fisik maupun non fisik, orang hendaknya juga dapat memberikan maaf, ketenangan kepada lingkungan, kepada teman, kepada pasangan hidup dan sesama anggota masyarakat tempat seseorang tinggal. Dengan selalu memberikan maaf kepada semua fihak maka kemanapun ia pergi, ia akan mendapatkan keamanan dan perlindungan.

Inilah suatu cara sederhana untuk mendapatkan keselamatan yaitu memberikan keselamatan kepada mahluk lain terlebih dahulu. Keselamatan tidak dapat dibeli. Keselamatan tidak dapat diperoleh dengan kekuatan pedang maupun uang. Keselamatan hanya dapat diperoleh dengan pelaksanaan Dhamma yang baik. Pelaksanaan Dhamma dengan baik dapat dilakukan apabila orang mampu mengerti dan menghayati penderitaan makhluk lain sehingga ia akan selalu berusaha menghindari sikap, ucapan dan tindakan yang dapat menyebabkan penderitaan makhluk lain.

Semoga pesan Dhamma yang sederhana ini akan dapat dimengerti dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga semuanya mendapatkan kebahagiaan dan keamanan dari latihan untuk tidak membahayakan mahluk lain. Semoga semua mahluk baik tampak maupun tidak tampak akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sesuai dengan kondisi karmanya masing-masing.


Ditranskrip dari kaset ceramah oleh: NN, Jakarta
Editor: Bhikkhu Uttamo




Tidak ada komentar:

Posting Komentar