Ya Sudahlah,
Maafkan Saja!
(Kesehatan Pikiran dan Batin )
Oleh
: Upa. Amaro Tanhadi
"Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa"
Pada umumnya,
semua orang ingin hidup sehat , ingin tampil prima dan tampak ‘kinclong’ dihadapan
semua orang , untuk itu ia pun merawat tubuhnya agar terbebas dari penyakit
dengan cara memilih dan mengatur menu makanan dan minumannya, berolah-raga secara
teratur dan menambahkan vitamin-vitamin sebagai suplemen kedalam tubuhnya.
Khususnya para
wanita, sangat peduli terhadap penampilannya ini, bahkan tak jarang mereka yang
berduit melakukan operasi plastik di wajah dan bagian tubuh lainnya agar tampak
cantik, agar tetap terlihat muda belia , seksi dsb.
Demikianlah
kita semua sangat peduli terhadap kesehatan dan penampilan kita, yang berduit
tentu saja jenis perawatan tubuhnya semakin kompleks dan harus dibayar dengan
harga yang tinggi, mereka yang hidupnya pas-pas-an merawat kesehatan dan
tubuhnya disesuaikan dengan kondisi keuangannya masing-masing, dan bagi yang
tidak memiliki keuangan cukup, mereka pun menjaga kesehatan tubuhnya dengan
caranya masing-masing.
Bila kita
perhatikan secara seksama, semua orang lebih mengutamakan kesehatan tubuh dan
penampilan luarnya saja, mereka lupa bahwa ada yang jauh lebih penting daripada
semua itu yaitu : Kesehatan Pikiran dan Batinnya ! dan semua itu “ Tanpa biaya
, cuma-cuma alias Gratis !”
Namun walaupun
‘gratisan’, kebanyakan orang tidak
tahu bagaimana cara mendapatkannya , bagaimana cara mengelolahnya dan tidak
tahu pula apa yang harus dilakukannya terhadap pikiran dan batinnya sendiri
agar kesehatannya terpelihara.
Sejalan dengan
apa yang pernah dikatakan oleh YM. Ajahn Chah, bahwa untuk ‘Menguatkan pikiran
tidak dapat dilakukan dengan mengerakkannya seperti menguatkan tubuh, tetapi
dengan membuatnya diam, beristirahat’. Artinya, buatlah pikiran dan batin ini
menjadi tenang kembali, karena pada hakikatnya pikiran/batin itu tenang,
keadaan alaminya adalah sesuatu yang stabil dan tak ternoda.
Ketika pikiran
bertemu dengan obyek-obyek indra, ia menjadi terpengaruh oleh obyek-obyek
tersebut sehingga fenomena batin pun muncul dalam bentuk kekotoran batin ,
yaitu rasa suka-tidak suka, dan berbagai keadaan yang tidak memuaskan, namun
harus dimengerti bahwa itu bukanlah batin, karena tidak ada banyak batin ,
melainkan ada banyak fenomena.
Apabila kita
tidak mengetahui batin, dan tidak mengetahui fenomena, maka batin dan
obyek-obyeknya menjadi tercampur aduk. Kemudian kita mengalami derita dan
merasa batin kita menderita. Kita merasa “Batinku sedih”, “Batinku tidak
bahagia”, “ Batinku galau, kacau balau” . Tapi sebenarnya tidak demikian, itu
bukan Batin, Fenomena Batinlah yang begitu.
Jika fenomena
atau kekotoran batin itu menyelimuti pikiran kita, maka batin pun akan menjadi
demikian, kita akan sulit untuk berpikir jernih karena kekotoran batin yang
berbentuk Ketamakan, Kebencian dan
Kegelapan batin akan selalu muncul secara kompak dalam setiap langkah pikiran
kita. Inilah yang dikatakan pikiran dan batin dalam kondisi sakit, tidak sehat.
Dalam kondisi
yang sedemikian itu, maka pepatah yang mengatakan : ‘Mens sana in Corpore sano’
(Didalam badan yang sehat, terdapat jiwa yang sehat) sepertinya perlu
dipertanyakan kembali !. Karena sangat
banyak orang yang kondisi tubuhnya sehat-bugar tetapi ‘jiwanya’ sakit,
contohnya Orang sakit jiwa /gila dan termasuk pula kebanyakan dari kita sendiri
!.:)
Disadari atau
tidak, kekotoran batin itulah merupakan akar dari segala bentuk ketidakpuasan dan penderitaan
jasmani maupun rohani dan untuk ‘Menjernihkan kembali’ pikiran dan batin itulah
Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang telah ditemukanNya kembali kepada kita.
Sebenarnya
Sang Buddha telah memberikan “Kata kuncinya” kepada kita, atau dalam bahasa
komputernya disebut “Passwordnya”, yaitu :”Lepaskanlah!”. Apakah yang
harus dilepaskan ? yaitu : “Nafsu Keinginan”.
Didalam
kehidupan bermasyarakat, kita tidak akan dapat lepas dari segala bentuk
interaksi baik terhadap orang, hewan maupun benda-benda. Begitu pula
beribu-ribu kemungkinan bisa terjadi sesuatu yang dapat menimbulkan nafsu kemarahan
kita. Penyebabnya adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap sesuatu yang
berjalan tidak sesuai dengan keinginan/kemauan kita, dan yang lebih berbahaya adalah ketika kita sering memendam kemarahan ini sampai berhari-hari, bahkan bertahun-tahun. Sehingga jika
kondisinya tepat, maka kejadian kecil yang bagaimanapun dapat memicu meledaknya
kemarahan kita.
Lalu apakah
kita tidak perlu memendam kemarahan itu ? artinya kalau ingin marah SEGERA saja
kemarahan itu ditumpahkan saat itu juga ? Tentu saja bukan demikian !
Hal yang
paling mendasar untuk dipraktikkan adalah "Bukan terletak pada bagaimana
kita dapat menekan dan memendam kemarahan"..., karena kemarahan yang sudah
timbul bila ditekan dan dipendam dalam hati akan banyak menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan tubuh kita , seperti timbulnya ketegangan yang mempengaruhi sirkulasi darah dan
sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam
tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti
pusing, sakit punggung, leher, dan perut, stres, depresi, kurang energi, cemas, sulit untuk tidur, ketakutan, tekanan darah
tinggi, sakit jantung, stroke dll. yang semuanya itu membuat kita tidak
bahagia.
Tanggalkan Egoisme /sifat “Ke-Aku-an”
Hal yang penting untuk kita perhatikan adalah "Bagaimana
kita mengenali, memahami, menyadari dan menimbulkan kesabaran itu sendiri
", yaitu dengan cara mengamati apa adanya setiap gerak-gerik dan perubahan
yang terjadi pada perasaan, pikiran, dan faktor-faktor batin lainnya terhadap
obyek yang diterima melalui ke-enam Indra kita.
Dengan
demikian kita akan dapat melihat dengan jelas bagaimana proses pikiran dan
perasaan ketika mereka mengolah, membentuk dan menimbulkan “ke-Aku-an” itu, sehingga
kita akan sampai pada penyadaran /menyadari bahwa sesungguhnya "ke-Aku-an"
inilah yang menjadi biang keladi timbulnya kemarahan, ketidakpuasan dll.
Ubahlah cara pandang Anda
Pada dasarnya
semua makhluk ingin bahagia, seekor nyamukpun ingin bahagia seperti halnya diri
kita.
Begitu pula, kita
harus memahami bahwasanya orang yang mencaci-maki karena marah dan membenci
kita adalah karena dia ingin merasa bahagia seperti halnya diri kita yang juga menginginkan
kebahagiaan. Hanya saja ia tidak mengetahui bahwa kemarahannya itu dapat
menyakiti perasaan orang lain dan dapat merugikan dirinya sendiri dan dia tidak
tahu bagaimana caranya untuk memperoleh kebahagiaan tanpa didahului oleh kemarahan.
Dalam situasi
dan kondisi yang ‘panas’ seperti itu, cobalah untuk tidak terjebak dalam
lingkaran emosi amarah dan kebencian , ingatlah bahwa dia melakukan itu semua
semata-mata hanya agar dirinya ingin bahagia..
Belajarlah mengembangkan Kesabaran
dengan Cinta Kasih.
Dengan
memahami hakekat bahwa semua makhluk ingin berbahagia, kita tidak akan terjebak
dalam emosi amarah dan kebencian, sehingga kita bisa berpikir lebih jernih dan
lebih tenang dalam menghadapi sesuatunya. Justeru bertanyalah pada diri kita
sendiri ; Kenapa orang tersebut membenci aku ? Apa yang harus aku lakukan agar
dia tidak membenci aku lagi ?. Dengan demikian sesungguhnya kita sudah
mengembangkan dan memancarkan Cinta kasih yang luar biasa, Cinta kasih tanpa
batas (Metta).
Kita tidak
usah peduli dengan letupan-letupan kemarahan orang lain, karena memang yang
sedang diinginkan olehnya saat itu adalah marah, marah dan marah!.
Jika kita mencegah
atau kita balas dengan kata-kata yang kasar, itu sama halnya dengan kita sedang
‘menyiram bensin’ diatas api kemarahannya. Jadi berusahalah untuk tidak memperhatikan
dan menilai batin orang lain yang sedang marah, cukup perhatikan batin kita
sendiri yang sedang kena bombardir kemarahannya itu. Sebab dalam situasi dan kondisi yang sedemikian itu - untuk memperhatikan
gejolak perasaan dan pikiran kita sendiri saja sudah sangat repot, jadi ngapain harus memperhatikan dan menilai
batin orang lain yang sedang marah?
Biasanya
setelah kemarahan itu selesai, seseorang akan merasa puas, bahkan kadang ada
rasa bangga bisa meluapkan amarahnya terhadap orang lain, dan tentu saja
setelah itu ia pun akan merasa bahagia. Ini adalah fakta !
Namun tentu
saja untuk menimbulkan dan mempraktikkan kesabaran ini tidaklah semudah yang kita
bayangkan, dan dalam hal ini Sang Buddha-pun pernah bersabda bahwa :
"
Kesabaran adalah praktik bertapa yang paling tinggi”
(Buddha; Dhammapada 184)
Maafkanlah
Memberi maaf terhadap
kesalahan orang lain adalah sikap batin yang sangat mulia dan di puji oleh para
bijaksana.
Dengan sikap
batin yang memaafkan berarti kita telah melepas sifat “ke-Aku-an” , kita ‘mengalah’
bukan berarti suatu ‘kekalahan’ , tapi justru sebuah kemenangan gemilang bagi
diri kita sendiri, karena kita telah terbebas dari rasa dendam dan kebencian,
bebas dari rasa sakit hati dan kesedihan, sehingga pikiran dan perasaan pun
menjadi lebih tenang dan bahagia.
Mulai saat ini
mari kita ajari pikiran dan perasaan kita dengan batin yang bersih untuk
mengatakan : “ Ya Sudahlah, Maafkan saja !” terhadap
hal-hal yang dapat membuat kita tergelincir kedalam jurang kebencian , sakit
hati dan dendam.
“Apapun bentuk kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap diri kita,
dan
betapa pun sakitnya perasaan yang pernah diakibatkannya,
Ingatlah
satu hal :
‘ M a a f k a n l a h ! ’
Dengan
memaafkannya,
berarti
kita telah melepaskan segala bentuk penderitaan yang selama ini menjadi beban
pikiran dan perasaan kita sendiri maupun bagi dirinya”.
(Tanhadi)
Waru,
15 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar