Rabu, Agustus 15, 2012

Ya Sudahlah, Maafkan Saja !


Ya Sudahlah, Maafkan Saja!
(Kesehatan Pikiran dan Batin )
Oleh : Upa. Amaro Tanhadi

"Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa"

Pada umumnya, semua orang ingin hidup sehat , ingin tampil prima dan tampak ‘kinclong’ dihadapan semua orang , untuk itu ia pun merawat tubuhnya agar terbebas dari penyakit dengan cara memilih dan mengatur menu makanan dan minumannya, berolah-raga secara teratur dan menambahkan vitamin-vitamin sebagai suplemen kedalam tubuhnya.

Khususnya para wanita, sangat peduli terhadap penampilannya ini, bahkan tak jarang mereka yang berduit melakukan operasi plastik di wajah dan bagian tubuh lainnya agar tampak cantik, agar tetap terlihat muda belia , seksi dsb.

Demikianlah kita semua sangat peduli terhadap kesehatan dan penampilan kita, yang berduit tentu saja jenis perawatan tubuhnya semakin kompleks dan harus dibayar dengan harga yang tinggi, mereka yang hidupnya pas-pas-an merawat kesehatan dan tubuhnya disesuaikan dengan kondisi keuangannya masing-masing, dan bagi yang tidak memiliki keuangan cukup, mereka pun menjaga kesehatan tubuhnya dengan caranya masing-masing.

Bila kita perhatikan secara seksama, semua orang lebih mengutamakan kesehatan tubuh dan penampilan luarnya saja, mereka lupa bahwa ada yang jauh lebih penting daripada semua itu yaitu : Kesehatan Pikiran dan Batinnya ! dan semua itu “ Tanpa biaya , cuma-cuma alias Gratis !”

Namun walaupun ‘gratisan’, kebanyakan orang tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya , bagaimana cara mengelolahnya dan tidak tahu pula apa yang harus dilakukannya terhadap pikiran dan batinnya sendiri agar kesehatannya terpelihara.

Sejalan dengan apa yang pernah dikatakan oleh YM. Ajahn Chah, bahwa untuk ‘Menguatkan pikiran tidak dapat dilakukan dengan mengerakkannya seperti menguatkan tubuh, tetapi dengan membuatnya diam, beristirahat’. Artinya, buatlah pikiran dan batin ini menjadi tenang kembali, karena pada hakikatnya pikiran/batin itu tenang, keadaan alaminya adalah sesuatu yang stabil dan tak ternoda.

Ketika pikiran bertemu dengan obyek-obyek indra, ia menjadi terpengaruh oleh obyek-obyek tersebut sehingga fenomena batin pun muncul dalam bentuk kekotoran batin , yaitu rasa suka-tidak suka, dan berbagai keadaan yang tidak memuaskan, namun harus dimengerti bahwa itu bukanlah batin, karena tidak ada banyak batin , melainkan ada banyak fenomena.

Apabila kita tidak mengetahui batin, dan tidak mengetahui fenomena, maka batin dan obyek-obyeknya menjadi tercampur aduk. Kemudian kita mengalami derita dan merasa batin kita menderita. Kita merasa “Batinku sedih”, “Batinku tidak bahagia”, “ Batinku galau, kacau balau” . Tapi sebenarnya tidak demikian, itu bukan Batin, Fenomena Batinlah yang begitu.

Jika fenomena atau kekotoran batin itu menyelimuti pikiran kita, maka batin pun akan menjadi demikian, kita akan sulit untuk berpikir jernih karena kekotoran batin yang berbentuk  Ketamakan, Kebencian dan Kegelapan batin akan selalu muncul secara kompak dalam setiap langkah pikiran kita. Inilah yang dikatakan pikiran dan batin dalam kondisi sakit, tidak sehat.

Dalam kondisi yang sedemikian itu, maka pepatah yang mengatakan : ‘Mens sana in Corpore sano’ (Didalam badan yang sehat, terdapat jiwa yang sehat) sepertinya perlu dipertanyakan kembali !.  Karena sangat banyak orang yang kondisi tubuhnya sehat-bugar tetapi ‘jiwanya’ sakit, contohnya Orang sakit jiwa /gila dan termasuk pula kebanyakan dari kita sendiri !.:)

Disadari atau tidak, kekotoran batin itulah merupakan akar dari  segala bentuk ketidakpuasan dan penderitaan jasmani maupun rohani dan untuk ‘Menjernihkan kembali’ pikiran dan batin itulah Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang telah ditemukanNya kembali kepada kita.

Sebenarnya Sang Buddha telah memberikan “Kata kuncinya” kepada kita, atau dalam bahasa komputernya disebut “Passwordnya”, yaitu :”Lepaskanlah!”. Apakah yang harus dilepaskan ? yaitu : “Nafsu Keinginan”.

Didalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak akan dapat lepas dari segala bentuk interaksi baik terhadap orang, hewan maupun benda-benda. Begitu pula beribu-ribu kemungkinan bisa terjadi sesuatu yang dapat menimbulkan nafsu kemarahan kita. Penyebabnya adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan/kemauan kita, dan yang lebih berbahaya adalah ketika kita sering memendam kemarahan ini sampai berhari-hari, bahkan bertahun-tahun. Sehingga jika kondisinya tepat, maka kejadian kecil yang bagaimanapun dapat memicu meledaknya kemarahan kita.

Lalu apakah kita tidak perlu memendam kemarahan itu ? artinya kalau ingin marah SEGERA saja kemarahan itu ditumpahkan saat itu juga ? Tentu saja bukan demikian !

Hal yang paling mendasar untuk dipraktikkan adalah "Bukan terletak pada bagaimana kita dapat menekan dan memendam kemarahan"..., karena kemarahan yang sudah timbul bila ditekan dan dipendam dalam hati akan banyak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan tubuh kita , seperti timbulnya ketegangan yang mempengaruhi sirkulasi darah dan sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, stres, depresi, kurang energi, cemas, sulit untuk tidur, ketakutan, tekanan darah tinggi, sakit jantung, stroke dll. yang semuanya itu membuat kita tidak bahagia.

Tanggalkan Egoisme /sifat “Ke-Aku-an”
Hal yang  penting  untuk kita perhatikan adalah "Bagaimana kita mengenali, memahami, menyadari dan menimbulkan kesabaran itu sendiri ", yaitu dengan cara mengamati apa adanya setiap gerak-gerik dan perubahan yang terjadi pada perasaan, pikiran, dan faktor-faktor batin lainnya terhadap obyek yang diterima melalui ke-enam Indra kita.

Dengan demikian kita akan dapat melihat dengan jelas bagaimana proses pikiran dan perasaan ketika mereka mengolah, membentuk dan menimbulkan “ke-Aku-an” itu, sehingga kita akan sampai pada penyadaran /menyadari bahwa sesungguhnya "ke-Aku-an" inilah yang menjadi biang keladi timbulnya kemarahan, ketidakpuasan dll.

Ubahlah cara pandang Anda
Pada dasarnya semua makhluk ingin bahagia, seekor nyamukpun ingin bahagia seperti halnya diri kita.

Begitu pula, kita harus memahami bahwasanya orang yang mencaci-maki karena marah dan membenci kita adalah karena dia ingin merasa bahagia seperti halnya diri kita yang juga menginginkan kebahagiaan. Hanya saja ia tidak mengetahui bahwa kemarahannya itu dapat menyakiti perasaan orang lain dan dapat merugikan dirinya sendiri dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk memperoleh kebahagiaan tanpa didahului oleh kemarahan.

Dalam situasi dan kondisi yang ‘panas’ seperti itu, cobalah untuk tidak terjebak dalam lingkaran emosi amarah dan kebencian , ingatlah bahwa dia melakukan itu semua semata-mata hanya agar dirinya ingin bahagia..

Belajarlah mengembangkan Kesabaran dengan Cinta Kasih.
Dengan memahami hakekat bahwa semua makhluk ingin berbahagia, kita tidak akan terjebak dalam emosi amarah dan kebencian, sehingga kita bisa berpikir lebih jernih dan lebih tenang dalam menghadapi sesuatunya. Justeru bertanyalah pada diri kita sendiri ; Kenapa orang tersebut membenci aku ? Apa yang harus aku lakukan agar dia tidak membenci aku lagi ?. Dengan demikian sesungguhnya kita sudah mengembangkan dan memancarkan Cinta kasih yang luar biasa, Cinta kasih tanpa batas (Metta).

Kita tidak usah peduli dengan letupan-letupan kemarahan orang lain, karena memang yang sedang diinginkan olehnya saat itu adalah marah, marah dan marah!.

Jika kita mencegah atau kita balas dengan kata-kata yang kasar, itu sama halnya dengan kita sedang ‘menyiram bensin’ diatas api kemarahannya. Jadi berusahalah untuk tidak memperhatikan dan menilai batin orang lain yang sedang marah, cukup perhatikan batin kita sendiri yang sedang kena bombardir kemarahannya itu. Sebab dalam situasi dan kondisi yang sedemikian itu - untuk memperhatikan gejolak perasaan dan pikiran kita sendiri saja sudah sangat repot, jadi ngapain harus memperhatikan dan menilai batin orang lain yang sedang marah?

Biasanya setelah kemarahan itu selesai, seseorang akan merasa puas, bahkan kadang ada rasa bangga bisa meluapkan amarahnya terhadap orang lain, dan tentu saja setelah itu ia pun akan merasa bahagia. Ini adalah fakta !

Namun tentu saja untuk menimbulkan dan mempraktikkan kesabaran ini tidaklah semudah yang kita bayangkan, dan dalam hal ini Sang Buddha-pun pernah bersabda bahwa : 

" Kesabaran adalah praktik bertapa yang paling tinggi”
(Buddha; Dhammapada 184)

Maafkanlah
Memberi maaf terhadap kesalahan orang lain adalah sikap batin yang sangat mulia dan di puji oleh para bijaksana.

Dengan sikap batin yang memaafkan berarti kita telah melepas sifat “ke-Aku-an” , kita ‘mengalah’ bukan berarti suatu ‘kekalahan’ , tapi justru sebuah kemenangan gemilang bagi diri kita sendiri, karena kita telah terbebas dari rasa dendam dan kebencian, bebas dari rasa sakit hati dan kesedihan, sehingga pikiran dan perasaan pun menjadi lebih tenang dan bahagia.

Mulai saat ini mari kita ajari pikiran dan perasaan kita dengan batin yang bersih untuk mengatakan : “ Ya Sudahlah, Maafkan saja !” terhadap hal-hal yang dapat membuat kita tergelincir kedalam jurang kebencian , sakit hati dan dendam.

“Apapun bentuk kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap diri kita,
dan betapa pun sakitnya perasaan yang pernah diakibatkannya,
Ingatlah satu hal :
‘ M a a f k a n l a h ! ’
Dengan memaafkannya,
berarti kita telah melepaskan segala bentuk penderitaan yang selama ini menjadi beban pikiran dan perasaan kita sendiri maupun bagi dirinya”.
(Tanhadi)

Waru, 15 Agustus 2012





Tidak ada komentar:

Posting Komentar