SIGALOVADA
SUTTA
(Kotbah kepada pemuda Sigala)
Peraturan kedisiplinan umat awam
Diterjemahkan
dari Bahasa Pali ke Bahasa Inggris oleh :Narada Thera
(Kandy:
Buddhist Publication Society, 1985)
Demikianlah yang telah saya dengar :
Pada suatu ketika Bhagava sedang
berdiam di Hutan Bambu, tempat Pemeliharaan Tupai, dekat Rajagaha.
Pada saat itu, pemuda Sigala, pemuda
perumah tangga, bangun awal di pagi hari, meninggalkan Rajagaha, dengan pakaian
basah dan rambut basah, menyembah dengan beranjali ke berbagai arah ‐ Timur, Selatan, Barat, Utara, Bawah dan Atas.
Kemudian Bhagava, setelah mengenakan
jubah di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Rajagaha untuk
mengumpulkan dana makanan. Sekarang Beliau melihat pemuda Sigala sedemikian
menyembah dan berkata kepadanya sebagai berikut :
"Mengapa engkau, pemuda perumah
tangga, bangun awal di pagi hari, meninggalkan Rajagaha, dengan pakaian basah
dan rambut basah, menyembah dengan beranjali berbagai arah ini ‐ Timur, Selatan, Barat, Utara, Bawah dan Atas?"
"Ayah saya, Bhante, ketika
menjelang ajal, berkata kepadaku: Enam arah ini, putraku terkasih, harus kamu
sembah. Dan saya, Bhante, menghormati, mengindahkan, menjunjung dan menghargai
kata‐kata ayahku itu, bangun awal di pagi
hari, dan meninggalkan Rajagaha, dengan pakaian basah dan rambut basah,
menyembah dengan beranjali, enam arah ini.”
"Bukan demikian caranya, pemuda
perumah tangga, enam arah seharusnya disembah dalam disiplin para Ariya."
"Jadi bagaimana, Bhante, enam
arah seharusnya disembah dalam disiplin para Ariya? Alangkah baiknya, Bhante,
apabila Bhagava berkenan memberikan ajaran kepada saya yang menunjukkan
bagaimana enam arah seharusnya disembah dalam disiplin para Ariya."
"Baiklah, pemuda perumah tangga,
dengarkan dan perhatikan dengan baik‐baik, Aku akan
berbicara." –
"Baik sekali, Bhante," jawab
pemuda Sigala.
Dan Bhagava pun berkata sebagai
berikut:
"Pemuda perumah tangga, karena
siswa Ariya (1) telah melenyapkan empat noda dalam tingkah laku, (2) karena
ia tidak melakukan perbuatan‐perbuatan jahat
dalam empat cara, (3) karena ia tidak
mengejar enam saluran
yang memboroskan kekayaan, dengan d emikian, ia menghindari
empat belas hal buruk ini, menyelimuti enam
arah, dan memasuki jalan menuju kemenangan di kedua dunia: ia disenangi
di dunia ini dan di dunia berikutnya. Pada saat hancurnya tubuh, setelah
kematian, ia terlahir kembali di alam surga yang bahagia.
1) Apakah empat noda
dalam tingkah laku yang telah ia lenyapkan?
Penghancuran
kehidupan, perumah tangga, adalah noda
dan juga pencurian, perbuatan asusila
dan berbohong. Ini adalah empat noda yang telah ia lenyapkan.”
Demikianlah yang
dikatakan Bhagava, Dan ketika Guru
telah berkata demikian, Beliau berkata lebih lanjut:
"Pembunuhan,
pencurian, berbohong dan perbuatan asusila,
Empat kejahatan
ini, para bijaksana tidak pernah memuji."
2) Dalam empat cara
yang bagaimana seseorang tidak melakukan perbuatan jahat?
Didorong oleh
nafsu keinginan seseorang melakukan kejahatan. Didorong oleh kemarahan
seseorang melakukan
kejahatan. Didorong oleh kebodohan seseorang melakukan kejahatan. Didorong oleh
rasa takut seseorang melakukan kejahatan.
Tetapi, karena
siswa Ariya tidak terdorong oleh nafsu keinginan, kemarahan, kebodohan, dan
rasa takut, ia tidak melakukan kejahatan.”
Demikianlah yang
dikatakan Bhagava, Dan ketika Guru telah berkata demikian, Beliau berkata lebih
lanjut:
"Siapa pun
yang melalui nafsu keinginan, kebencian atau ketakutan, Atau kebodohan
melanggar Dhamma, Seluruh keagungannya memudar Bagaikan bulan pada masa bulan
gelap
Siapa pun yang
melalui nafsu keinginan, kebencian atau ketakutan, Atau kebodohan tidak pernah
melanggar Dhamma, Seluruh keagungannya meningkat Bagaikan bulan pada masa bulan
terang.
3) Dan apakah enam
saluran yang memboroskan kekayaan yang tidak ia kejar?
- gemar minum‐minuman keras yang
menyebabkan ketagihan dan kelalaian;
- berkeliaran di jalan‐jalan pada waktu yang
tidak pantas;
- sering berkunjung ke
tempat‐tempat
pertunjukkan;
- gemar berjudi yang
menyebabkan kelalaian;
- bergaul dengan teman‐teman yang jahat;
- kebiasaan bermalas‐malasan.
a) Pemuda perumah
tangga, terdapat enam bahaya akibat gemar minum‐ minuman
keras yang menyebabkan ketagihan dan kelalaian:
1.
kehilangan harta kekayaan,
2.
meningkatnya pertengkaran,
3.
mudah terserang penyakit,
4.
memperoleh reputasi buruk,
5.
terlihat tidak sopan,
6.
melemahnya kecerdasan.
b) Pemuda perumah tangga, terdapat enam bahaya akibat
berkeliaran di jalan‐jalan pada waktu yang tidak
pantas:
1.
dirinya sendiri tidak terlindungi dan tidak terjaga,
2.
istri dan anak‐anaknya tidak
terlindungi dan tidak terjaga,
3.
harta kekayaannya tidak terlindungi dan tidak terjaga,
4.
ia dapat diprasangkai dari perbuatan‐perbuatan jahat,
5.
ia menjadi sasaran desas‐desus palsu,
6.
ia menjumpai banyak kesulitan.
c) Pemuda perumah
tangga, terdapat enam bahaya akibat sering berkunjung ke tempat‐tempat pertunjukkan. Ia selalu berpikir:
1.
di manakah ada tari‐tarian?
2.
di manakah ada nyanyi‐nyanyian?
3.
di manakah ada musik?
4.
di manakah ada pembacaan deklamasi?
5.
di manakah ada permainan tambur?
6.
di manakah ada permainan genderang?
d) Pemuda perumah
tangga, terdapat enam bahaya akibat gemar berjudi:
1.
yang menang dibenci,
2.
yang kalah meratapi harta kekayaan yang telah hilang,
3.
kehilangan harta kekayaan,
4.
kata‐katanya tidak
dapat dihandalkan di pengadilan,
5.
ia dipandang rendah oleh teman‐teman dan kolega‐koleganya,
6.
ia tidak diinginkan sebagai calon menantu, karena orang‐orang akan berkata bahwa dia adalah seorang penjudi dan tidak
sesuai untuk menjaga seorang istri.
e) Pemuda perumah
tangga, terdapat enam bahaya akibat bergaul dengan teman‐teman yang jahat, yakni: setiap penjudi, setiap orang yang
gemar berfoya‐foya, setiap pemabuk, setiap pengecoh,
setiap penipu, setiap orang yang kasar dan gemar bergaduh adalah teman dan
sahabatnya.
f) Pemuda perumah
tangga, terdapat enam bahaya akibat kebiasaan bermalas‐malasan. Dia tidak bekerja, dan berkata:
1.
cuaca terlalu dingin,
2.
cuaca terlalu panas,
3.
hari sudah terlalu malam,
4.
hari masih terlalu pagi,
5.
ia terlalu lapar,
6.
ia terlalu kenyang.
Hidup dengan cara demikian, banyak
pekerjaan yang tidak terselesaikan, harta kekayaanya tidak menambah, dan harta
kekayaan yang telah ia peroleh menjadi habis.”
Demikianlah yang dikatakan Bhagava, Dan ketika Guru telah
berkata demikian, Beliau berkata lebih lanjut:
“Seseorang hanyalah kawan minum;
seseorang berkata, ‘teman, teman’ hanya di hadapan muka; seseorang adalah teman
dan kolega hanya pada saat yang menguntungkan.
Tidur ketika matahari telah terbit,
perbuatan asusila, sifat pemberang, sifat pendengki, teman‐teman yang jahat, keserakahan – enam penyebab ini menjadi
keruntuhan seseorang.
Ia yang memiliki sahabat dan teman
yang jahat, menciptakan bahaya bagi dirinya, ia mengalami keruntuhan di kedua
dunia – sekarang ini dan yang akan datang.
Judi, wanita, minuman keras, tarian,
nyanyian, tidur pada siang hari, berkeliaran pada waktu yang tidak pantas,
teman‐teman yang jahat, keserakahan –
sembilan penyebab ini menjadi keruntuhan seseorang.
Ia yang berjudi dan meneguk minuman
keras, pergi kepada wanita‐wanita yang
dikasihi orang lain layaknya hidup mereka sendiri, bergaul dengan yang jahat
dan bukan dengan yang bijak – ia suram bagaikan bulan pada masa bulan gelap.
Ia yang bermabuk‐mabukan, miskin, melarat, yang masih haus sewaktu minum,
pengunjung tetap barbar, tenggelam dalam hutang bagaikan batu dalam air, dengan
cepat sekali ia membawa nista pada keluarganya.
Ia yang mempunyai kebiasaan tidur di
siang hari, yang berpesta di malam hari, senantiasa bermabukmabukan, dan tidak
bermoral, tidak sesuai untuk membina rumah tangga.
Ia yang berkata terlalu panas, terlalu
dingin, terlalu malam, dan meninggalkan banyak pekerjaan tidak terselesaikan,
kesempatan‐kesempatan baik berlalu dari orang
tersebut.
Tetapi ia yang tidak menganggap dingin
atau panas lebih dari sebilah rumput dan ia yang mengerjakan kewajibannya
dengan perkasa, tidak jatuh dari kebahagiaan.”
"Empat
ini, pemuda perumah tangga, harus dipahami sebagai seorang musuh yang berpura‐pura menjadi seorang teman:
- ia yang serakah dengan
harta kekayaan milik temannya,
- ia yang banyak bicara,
- ia seorang penjilat,
- ia yang membawa
keruntuhan.
1) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang yang serakah harus dipahami sebagai seorang musuh
yang berpura‐pura menjadi seorang teman:
a.
ia serakah dengan harta kekayaan milik temannya,
b.
ia memberi sedikit dan meminta banyak,
c.
ia melakukan kewajibannya karena takut,
d.
ia berteman demi keuntungannya sendiri.
2) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang yang banyak bicara harus dipahami sebagai seorang
musuh yang berpura‐pura menjadi seorang teman:
a.
ia menyatakan persahabatan di masa lampau,
b.
ia menyatakan persahabatan di masa mendatang,
c.
ia berusaha untuk mendapatkan simpati dengan kata‐kata kosong,
d. bila kesempatan untuk membantu telah tiba, ia menyatakan
ketidak‐sanggupannya.
3) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang penjilat harus dipahami sebagai seorang musuh
yang berpura‐pura menjadi seorang teman:
a.
ia menyetujui perbuatan‐perbuatan jahat
temannya,
b.
ia tidak menyetujui perbuatan‐perbuatan baik
temannya,
c.
ia memberi pujian di hadapanmu,
d.
ia berbicara jelek di belakangmu.
4) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang yang membawa keruntuhan harus dipahami sebagai
seorang musuh yang berpura‐pura menjadi seorang teman:
a. ia adalah teman dalam hal minum‐minuman keras
yang menyebabkan ketagihan dan
b.
kelalaian,
c.
ia adalah teman dalam hal berkeliaran di jalan‐ jalan pada waktu yang tidak pantas,
d.
ia adalah teman dalam hal mengunjungi tempat‐tempat pertunjukan,
e.
ia adalah teman dalam hal judi yang menyebabkan kelalaian.”
Demikianlah yang dikatakan Bhagava,
Dan ketika Guru telah berkata demikian, Beliau berkata lebih lanjut:
“Teman
yang serakah dengan harta kekayaan yang lain,
teman
yang banyak bicara,
teman
yang menjilat,
teman
yang membawa keruntuhan,
para
bijaksana melihat empat macam orang ini sebagai musuh‐musuh,
menghindari
mereka dari jauh seakan jalan yang berbahaya.
Empat
ini, pemuda perumah tangga, harus dipahami sebagai seorang teman yang berhati
tulus:
- ia teman penolong,
- ia teman pada waktu senang
dan susah,
- ia teman yang memberi
nasehat baik,
- ia teman yang bersimpati.
1) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang teman penolong harus dipahami sebagai seorang teman
yang berhati tulus:
a.
ia menjaga dirimu sewaktu engkau lengah,
b.
ia menjaga harta kekayaan milikmu saat engkau lengah,
c.
ia menjadi pelindung dirimu saat engkau dalam bahaya,
d.
apabila diperlukan, ia menyediakan dua kali lipat persediaan
dari yang dibutuhkan.
2) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang teman pada waktu senang dan susah harus dipahami
sebagai seorang teman yang berhati tulus:
a.
ia mengungkapkan rahasia‐rahasianya,
b.
ia menyembunyikan rahasia‐rahasia dirimu,
c.
dalam kemalangan ia tidak meninggalkan dirimu,
d.
ia bahkan mengorbankan hidupnya demi kepentingan dirimu.
3) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang teman yang memberi nasehat baik harus dipahami
sebagai seorang teman yang berhati tulus:
a.
ia mencegah engkau berbuat jahat,
b.
ia menganjurkan engkau untuk berbuat baik,
c.
ia memberitahukan apa yang belum diketahui,
d.
ia menunjukkan jalan ke surga.
4) Dalam empat cara,
pemuda perumah tangga, seorang teman yang bersimpati harus dipahami sebagai
seorang teman yang berhati tulus:
a.
ia tidak bergembira atas kemalanganmu,
b.
ia bergembira atas kesejahteraanmu,
c.
ia mencegah orang lain berbicara jelek tentang dirimu,
d.
ia memuji mereka yang berbicara benar tentang dirimu.
Demikianlah yang dikatakan Bhagava,
Dan ketika Guru telah berkata demikian, Beliau berkata lebih lanjut:
“Teman
yang penolong,
teman
pada waktu senang dan susah,
teman
yang memberikan nasehat yang baik,
juga
teman yang bersimpati –
para
bijaksana melihat empat macam orang ini sebagai teman‐teman dan menghargai mereka dengan segala ketulusan hati ,
Seperti
seorang ibu kepada anaknya sendiri.
Yang
bijak dan bermoral baik bersinar seperti api yang menyala.
Ia
yang mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak merugikan
bagaikan
lebah yang mengumpulkan madu,
kekayaan
bertambah untuk dirinya
bagaikan
bukit semut yang menumpuk cepat.
Dengan
kekayaan yang terkumpul dengan cara ini,
seorang
awam layak untuk kehidupan berumah tangga,
dalam
empat bagian ia membagi kekayaannya:
demikianlah
persahabatan dimenangkan.
Satu
bagian dipergunakan sesuai dengan keinginan dirinya,
Dua
bagian untuk melangsungkan usahanya,
Bagian
keempat ditabung untuk dipergunakan pada saat yang sulit.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar