MAHA PARINIBBANA SUTTA ( II )
Sumber :
Maha Parinibbana
Sutta,
Editor : Pandita Pannasiri,
Disempurnakan : Cornelis Wowor, MA.,
Diterbitkan oleh CV. Lovina Indah, Jakarta 1989
BAB II
1. Dikisahkan pada suatu hari Sang Bhagava berbicara dengan Ananda demikian.
"Ananda, marilah kita menuju ke Kotigama."
"Baiklah
bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah besar
bhikkhu tinggal di Kotigama.
EMPAT KESUNYATAAN YANG MULIA
2. Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu, demikian:
"Penderitaan itu disebabkan oleh ketidaksadaran. Oleh karena tidak mampu menembus ke Empat Kesunyataan Mulia itu, menyebabkan perjalanan ini menjadi sangat lama, yang merupakan kelahiran dan kematian silih berganti seperti yang dialami olehku dan juga olehmu. Apakah keempat hal itu? Hal itu adalah Kesunyataan Mulia mengenai Penderitaan, Kesunyataan Mulia tentang asal Mula Penderitaan, Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya Penderitaan dan Kesunyataan Mulia tentang jalan yang menuju pada lenyapnya Penderitaan.
Tetapi
sekarang, jika semua ini telah diamalkan dan telah ditembus, juga keinginan
untuk tumimbal lahir telah diputuskan maka berhentilah segala sesuatu yang
menuju pada pembentukan kembali segala sesuatu dan tidak akan ada kelahiran
baru lagi."
3. Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava, selanjutnya berkata: "Oleh karena tidak mengerti akan Empat Kesunyataan Mulia itu, maka akan menjadi panjanglah jalan yang menjemukan, yang merupakan rangkaian tumimbal lahir yang terus menerus. Apabila kesemuanya ini disadari, maka diketahuilah sebab musabab dari kelahiran kembali itu. Penderitaan akan dapat diatasi, maka berakhirlah kelahiran kembali."
4. Begitu pula, di Kotigama Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
5. Setelah Sang Bhagava tinggal agak lama di Kotigama, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita ke Nadika." "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu pergi ke Nadika dan tinggal di Ginjakavasathe.
EMPAT PENCAPAIAN YANG ISTIMEWA
6. Kemudian Ananda mendekati Sang Bhagava dan setelah memberi hormat, duduk pada salah satu sisi. Kemudian Ananda berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, di Nadika ini bhikkhu Salha dan bhikkhu Nanda telah meninggal. Juga yang telah meninggal adalah upasaka Sudatta, upasika Sujata serta beberapa upasaka lain yaitu Kakhuda, Kalinga, Nikata, Katissabha, Tuttho, Santuttha, Bhadda dan Subhadda. Bagaimanakah nasib mereka? Bagaimanakah keadaan tumimbal lahir mereka?"
7. "Ananda, mengenai bhikkhu Salha, ia dengan melenyapkan kekotoran-kekotoran bathinnya selama hidupnya itu, maka ia telah memperoleh kebebasan batiniah dari noda, telah mendapatkan kebebasan melalui kebijaksanaan, dan hal itu telah dipahami dan disadarinya sendiri.
Mengenai bhikkhu Nanda, dengan menghancurkan lima belenggu yang lebih rendah (belenggu yang mengikat mahluk-mahluk di alam nafsu), dan menghancurkan keinginan untuk hidup di alam yang bermateri halus (alam dewa), ia telah mencapai perhentian yang terakhir dalam kehidupan yang sekarang ini dan tak akan kembali lagi di dunia ini. Mengenai upasaka Sudatta, ia telah menghancurkan tiga belenggu (pandangan salah adanya aku, keragu-raguan dan kepercayaan tentang upacara-upacara adalah dapat menyelamatkan), mengurangi hawa nafsu dan kebencian, telah menjadi seorang yang hanya dilahirkan sekali lagi; untuk mengakhiri penderitaannya, ia akan dilahirkan kembali sekali lagi di dunia ini.
Mengenai upasika Sujata, dengan menghancurkan Tiga Belenggu, ia telah mencapai tingkat Sotapanna, dan telah bebas dari bahaya jatuh ke dalam keadaan yang buruk, telah terjamin dan siap untuk mencapai kesempurnaan.
Mengenai
upasaka Kakhuda, dengan menghancurkan lima belenggu yang rendah (yang mengikat
mahluk-mahluk di alam nafsu) dan telah menghancurkan keinginan untuk hidup di
alam dewa (kama loka), tidak terlahir kembali di dunia ini dan pasti akan
mencapai nibbana.
Demikian pula halnya dengan Kalingga, Nikata, Katissabha, Tuttho, Santuttha, Bhadda dan Subhadda, beserta lebih dari lima puluh orang di Nadika. Lebih dari sembilan puluh orang telah wafat di Nadika, dengan menghancurkan Ketiga Belenggu dan pengurangan hawa nafsu, kebencian dan khayalan, telah menjadi seorang yang akan Dilahirkan Sekali lagi (Sakadagami) dan telah siap mencapai akhir dari penderitaannya dalam kelahirannya kembali yang sekali lagi di dunia ini. Lebih dari lima ratus orang yang telah wafat di Nadika, dengan melenyapkan tiga belenggu, mereka adalah para sotapanna dan telah bebas dari kelahiran kembali di alam penderitaan, yang pasti akan mencapai penerangan sempurna (bodhi)."
CERMIN
KEBENARAN
8. "Ananda, tetapi sebenarnya tidaklah mengherankan apabila mahluk hidup akhirnya harus mati. Tetapi apabila ini terjadi pada setiap saat kamu harus datang pada Tathagata dan menanyakan soal itu maka dengan cara ini akan mengganggu Tathagata. Oleh karena itu, kami akan memberi pelajaran kepadamu yang dinamakan 'cermin Kebenaran' dengan memilikinya seorang siswa Ariya, apabila ia memang menghendakinya ia dapat menyatakan: 'Neraka bagiku tak ada lagi, tidak ada lagi kelahiran kembali sebagai binatang, atau setan ataupun dalam suatu alam yang celaka. Kami adalah Sotapanna, telah terhindar dari malapetaka dari keadaan yang buruk, terjaminlah kami, dan siap untuk mencapai kesernpurnaan.'
9. Selanjutnya, apakah pelajaran yang dinamai 'Cermin Kebenaran' yang dimiliki seorang siswa ariya dan ia dapat menyatakan dirinya seperti itu? Ananda, dalam hal ini siswa ariya memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Sang Buddha akan berkata: 'Demikianlah Sang Bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna menempuh jalan (ke nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar dan yang patut dimuliakan.' Mereka memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Dhamma, akan berkata: 'Dhamma Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan, berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. Mereka memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan kepada Sangha, akan berkata: 'Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik, lurus, benar dan pantas. Mereka empat pasang mahluk, terdiri dari delapan jenis mahluk suci, itulah Sangha siswa Sang Bhagava. Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta penghormatan. Lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.' Siswa ariya yang memiliki moral kebajikan (sila) yang disukai oleh para bijaksana, karena sila tidak dilanggar, utuh, tak ternoda, bersih; sila yang dipuji oleh para bijaksana; sila yang menyebabkan orang itu bebas dan tak dinodai oleh keinginan untuk kehidupan yang akan datang atau oleh kepercayaan pada kenikmatan phisik, tetapi sila yang mengarah pada meditasi.
Ananda, uraian ini dinamai "Cermin Kebenaran" yang dapat dipakai sebagai cermin oleh seorang siswa untuk dapat mawas diri: 'Neraka tidak ada lagi bagiku, tidak akan ada kelahiran kembali sebagai binatang, sebagai setan, atau dalam suatu alam yang celaka.
Kami adalah menempuh Jalan Mulia (Sotapanna), telah terhindar dari bencana, dari keadaan yang buruk, terlindunglah kami, dan telah siap untuk mencapai kesempurnaan.'
10. Juga di Ginjakasavatha, Nadika, Sang Bhagava memberi nasihat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
11. Setelah Sang Bhagava lama tinggal di Nadika beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita menuju ke Vesali."
"Baiklah,
bhante," jawab Ananda.
Demikianlah, Sang Bhagava dengan sejumlah besar para bhikkhu pergi ke Vesali dan tinggal di Ambapalivana.
PERHATIAN YANG BENAR DAN PENGERTIAN YANG BENAR
12. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Dengan penuh perhatian (sati) hendaknya merenung dengan pengertian yang benar (sampajana) semua nasihat kami kepada kamu sekalian.
Para bhikkhu, bagaimana caranya seorang bhikkhu mengembangkan perhatian (sati)?
Apabila ia merenungkan badan jasmani (kaya) sendiri dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidaksenangan dan penderitaan batin. Atau apabila ia merenungkan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta) atau obyek-obyek pikiran (dhamma), dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian yang benar dan sadar ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak-senangan dan penderitaan batin, maka ia disebut sebagai seorang yang memiliki perhatian (sati).
13. Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu dikatakan memiliki pengertian yang benar? Apabila ia menyadari timbul dan lenyapnya gerak-gerik badannya, waktu ia membungkukkan dan merenggangkan badannya, ia sadari waktu menggunakan jubahnya dan membawa mangkoknya, waktu bersantap dan minum, waktu mengunyah, waktu mengecap, waktu membuang air besar dan kecil, waktu berjalan, waktu berdiri, duduk, berbaring, tidur maupun waktu bangun, pada waktu ia berkata-kata atau pada waktu diam maka dengan sikapnya yang demikian ia dikatakan memiliki pengertian yang benar (sampajana).
Dengan penuh
pengertian, seharusnya hal ini direnungkan dengan pengertian yang benar. Inilah
nasihat kami kepada pada bhikkhu semuanya."
AMBAPALI DAN ORANG-ORANG LICCHAVI
14. Ketika Ambapali, seorang selir bangsawan, mendengar bahwa Sang Bhagava telah tiba di Vesali dan beliau tinggal di kebun mangganya, ia menyuruh para pembantunya untuk mempersiapkan sejumlah kereta yang mewah, sebuah kereta untuknya dan yang lain untuk para pembantu agar mengikutinya pergi ke kebun mangganya.
Mereka berkereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta. Kemudian mereka turun dan berjalan mendekati Sang Bhagava, sambil memberi hormat dengan hidmatnya, kemudian duduk pada salah satu sisi. Setelah itu Sang Bhagava mengajarkan kepada Ambapali ajaran Dhamma yang dapat menyadarkan, menyenangkan dan menggembirakan hatinya.
Sesudah itu, maka Ambapali itu berkata kepada Sang Bhagava: "Dapatkah kiranya yang mulia menerima undangan kami untuk santap esok pagi bersama-sama dengan para bhikkhu?"
Dengan sikapnya yang diam, berarti bahwa Sang Bhagava menyetujuinya.
Setelah mengetahui bahwa Sang Bhagava menyetujui permohonannya, maka Ambapali bangkit sambil memberi hormat kepada Sang Bhagava, lalu mengundurkan diri.
15. Ketika itu orang-orang Licchavi dari Vesali mengetahui pula akan kehadiran Sang Buddha dan mereka lalu berkata: "Sang Bhagava, katanya telah tiba di Vesali dan tinggal di kebun Ambapali."
Mereka pun menyediakan sejumlah kereta yang indah dan setiap orang mengendarai sebuah kereta, keluar dari Vesali. Di antara orang-orang Licchavi itu ada beberapa yang berpakaian biru dengan hiasan-hiasan yang biru pula, sedangkan yang lainnya memakai pakaian kuning, merah dan putih.
16. Demikianlah di tengah jalan kereta-kereta Ambapali berpapasan dengan kereta-kereta pemuda Licchavi itu. Kereta-kereta itu saling bergeseran antara poros dengan poros, roda dengan roda dan gandar dengan gandar. Oleh karena itu orang-orang Licchavi bertanya: "Mengapa kamu berkendaraan menentang kami Ambapali?"
"Para pangeran, sebenarnya hal ini terjadi karena kami telah mengundang Sang Bhagava bersama para bhikkhu untuk makan besok pagi di tempat kami."
"Ambapali, batalkan undanganmu itu, untuk itu kami akan memberimu seratus ribu."
Tetapi Ambapali menjawab: "Janganlah berkata begitu, saya tak akan membatalkan undanganku itu, karena itu sangat penting bagiku."
Orang-orang Licchavi menjadi kesal: "Kawan-kawan, lihatlah, kita dihalangi oleh wanita mangga ini." Tetapi meski pun demikian mereka meneruskan perjalanan ke kebun mangga.
17. Dari kejauhan Sang Bhagava melihat orang-orang Licchavi yang sedang mengendarai kereta mereka. Kemudian beliau berkata kepada para bhikkhu: "Siapa di antara para bhikkhu yang belum pernah melihat para dewa (surga) Tavatimsa? Sekarang kamu sekalian dapat melihat para Licchavi ini dan dapat memandangi mereka sebab mereka itu nampak seperti para dewa dari alam surga Tavatimsa."
18. Orang-orang Licchavi mengendarai kereta mereka sejauh yang dapat ditempuh, kemudian mereka turun dari kereta dan berjalan menemui Sang Bhagava dan memberi hormat kepada beliau. Setelah itu mereka duduk pada tempat yang telah disediakan. Sang Bhagava membabarkan dhamma kepada orang-orang Licchavi, menyadarkan, menyenangkan dan menggembirakan hati mereka.
Sesudah itu, orang-orang Licchavi berkata kepada Sang Bhagava: "Semoga bhante sudi menerima undangan kami untuk santap esok pagi bersama-sama para bhikkhu."
"Undangan untuk santap esok pagi, saudara-saudara dari Licchavi, telah disampaikan oleh Ambapali dan kami telah menyetujuinya." Orang-prang Licchavi menjadi kesal dan berkata: "Kawan-kawan, lihatlah kita disabot oleh wanita mangga itu." Tetapi akhirnya orang-orang Licchavi menerima dengan senang hati keterangan Sang Bhagava. Kemudian mereka bangkit dari duduk, menghormat beliau lalu meninggalkan Sang Bhagava.
19. Keesokan harinya, setelah Ambapali menyiapkan makanan terpilih, lunak dan keras, di tamannya, ia memberitahukan kepada Sang Bhagava: "Bhante, telah waktunya untuk makan, makanan telah siap." Sang Bhagava mempersiapkan diri, sambil membawa patta dan jubah, pergi bersama para bhikkhu ke tempat Ambapali. Sang Bhagava duduk di tempat yang telah disediakan. Ambapali sendiri yang melayani Sang Bhagava dan para bhikkhu, menyuguhi mereka dengan makanan terpilih, lunak dan keras.
Setelah selesai makan, Sang Bhagava meletakkan patta, Ambapali duduk di tempat yang lebih rendah dan menempatkan dirinya pada salah satu sisi, lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, taman ini saya persembahkan kepada bhikkhu sangha yang dipimpin oleh Sang Bhagava."
Sang Bhagava menerima taman itu, kemudian beliau membabarkan dhamma kepada Ambapali, menyadarkan, menyenangkan dan menggembirakan hatinya. Sesudah itu Sang Bhagava bangkit dari duduknya dan meninggalkan tempat itu.
20. Di Vesali, di hutan milik Ambapali, Sang Bhagava sering memberi nasihat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava) nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
21. Setelah Sang Bhagava tinggal lama di taman Ambapali, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita pergi ke desa Beluva." "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah, Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu tinggal di desa Beluva.
PENYAKIT SANG BHAGAVA YANG SANGAT PARAH
22. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Sekarang pergilah, para bhikkhu, dan carilah tempat bervassa di mana saja di sekitar Vesali ini di mana kalian dapat diterima dengan baik oleh para kenalan dan sahabat dan tinggallah di sana selama musim hujan ini. Aku akan vassa di tempat ini juga selama musim hujan di dusun Beluva."
"Baiklah,
bhante," kata para bhikkhu.
23. Ketika musim hujan telah tiba Beliau merasa sakitnya semakin parah, badannya terasa ditusuk-tusuk sehingga beliau merasa kesakitan sekali. Tetapi Sang Bhagava menghadapinya dengan penuh kesadaran, pengertian yang benar dan tenang.
Kemudian
terlintaslah pada pikiran Sang Bhagava: "Tidaklah wajar, sebelum
parinibbana aku tidak memberitahukan pada mereka yang menaruh perhatian selama
ini kepadaku, dan tidak memberi kata-kata terakhir kepada para bhikkhu. Karena
itu biarlah aku menekan penyakit ini dengan kekuatan batinku, berteguh hati
untuk mempertahankan kelangsungan hidup ini, dan meneruskan hidupku untuk
sementara waktu."
Sang Bhagava berhasil melawan sakit dengan kekuatan kemauan yang gigih, dengan teguh hati mempertahankan kelangsungan hidup dan meneruskan kehidupan Beliau. Demikianlah akhirnya rasa sakit dapat diatasinya.
24. Kemudian, setelah Sang Bhagava sembuh dari sakitnya segera Beliau keluar dari kamar tempat pembaringannya, lalu duduk di bawah naungan bangunan itu, di tempat yang telah disediakan untuk beliau. Kemudian datanglah Ananda menemui Sang Bhagava, dan memberi hormat dengan sangat hidmat kepada beliau, lalu duduk pada salah satu sisi, kemudian ia berkata kepada Sang Bhagava: "Alangkah bahagianya kami ini, karena nampaknya bhante telah sembuh dan sehat kembali. Karena, ketika kami mengetahui bhante sakit, badan saya sendiri seolah-olah ikut lemah bagaikan lumpuh, segala sesuatu di sekitar kami menjadi gelap, dan perasaan kami sangat lesu. Tetapi walaupun demikian, ada sedikit hiburan bagi kami, karena bhante tak akan meninggalkan kami tanpa memberi beberapa petunjuk yang terakhir kepada kami para bhikkhu."
25. Demikianlah kata Ananda, tetapi Sang Bhagava memberi jawaban sebagai berikut: "Apalagi yang dapat diharapkan oleh para bhikkhu dariku ? Aku telah mengutarakan Dharma, tanpa membeda-bedakan pelajaran yang bersifat khusus maupun yang umum. Tidak ada apa-apa lagi, yang berkenaan dengan Dharma, yang Sang Tathagata pegang sampai akhir, seperti seorang guru yang menggenggam tangannya, seolah-olah menyimpan sesuatu. Barang siapa yang berpendapat, bahwa dia memimpin para bhikkhu atau bahwa para bhikkhu harus tergantung kepadanya, orang seperti itu biasanya memberikan ajaran terakhir yang berkenaan dengan dirinya. Tetapi, Sang Tathagata tidak mempunyai angan-angan seperti itu, yang ingin memimpin para bhikkhu supaya para bhikkhu terus tergantung padaku.
Maka dari itu,
wejangan-wejangan apa yang perlu kami berikan lagi kepada para bhikkhu itu?
Sekarang kami telah menjadi lemah, kami sudah tua, hidup kami sudah lama berlangsung, sampai puluhan tahun. Kini umurku yang ke delapan puluh dan hidupku telah cukup lama. Seperti halnya dengan sebuah kereta tua, yang mengalami berbagai kerusakan dan perbaikan, demikian pula badan Sang Tathagata ini dapat terus berlangsung hanya dengan dukungan-dukungan. Hanya, apabila Sang Tathagata, tak menghiraukan obyek-obyek yang berada di luar, pikiran-pikiran yang mengandung keserakahan, benci dan lain-lainnya dengan melenyapkan perasaan-perasaan keduniawian tertentu, berpegang pada pemusatan pikiran (ceto samadhi) berkenaan dengan tanpa obyek material (animitta), maka badan ini lebih ringan bebannya."
26. "Ananda, oleh karena itu, hendaknya kamu menjadi sebuah pulau sebagai tempat perlindungan bagimu sendiri. Jangan mencari perlindungan yang lain. Hanya Dharmalah sebagai pulaumu, dan kau tiada mencari perlindungan lain. Bagaimana seorang bhikkhu adalah sebagai pulau baginya, sebagai suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tidak mencari perlindungan dari yang lain, dan hanya Dhamma sebagai pulaunya, hanya Dhamma sebagai pelindungnya, dan tiada mencari perlindungan lain ?
Apabila ia merenungkan proses tubuh dalam tubuhnya dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidaksenangan dan penderitaan batin. Atau apabila ia merenungkan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta), atau obyek-obyek pikiran (dhamma), dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidaksenangan dan penderitaan batin, maka sesungguhnya ia membuat suatu pulau bagi dirinya sendiri, suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tiada mencari perlindungan lain, memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungannya, tiada mencari perlindungan yang lain.
Para bhikkhu
berpegang teguh pada pulau bagi diri mereka sendiri, perlindungan bagi diri
mereka sendiri, tiada mencari lain perlindungan di luar karena telah memiliki
Dhamma sebagai pulau dan perlindungan bagi mereka, tiada mencari perlindungan
lain. Mereka akan mencapai kesempurnaan dan kesucian, apabila mereka mempunyai
keinginan untuk menempuhnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar