Senin, Juli 16, 2012

Maya


MAYA 

Dalam kasus tertentu, tanha-lobha juga disebut maya. Maka dari itu, sifat dari maya akan dijelaskan di sini. Maya itu seperti seorang penyihir atau pesulap. Seperti halnya pesulap mengambil sebuah batu dan membuat penonton percaya kalau batu tersebut menjadi segumpal emas, seperti itulah maya menyembunyikan kesalahan seseorang. Ini berarti seseorang yang memiliki maya berpura-pura menjadi orang tak bersalah, walaupun kenyataannya tidak demikian

Wanita dengan sifat Maya
Suatu ketika ada seorang profesor dan seorang muridnya. Istri muridnya biasa melakukan hubungan gelap dengan orang lain. Pada hari saat istrinya melakukan penyelewengan, ia menanti kedatangan suaminya dengan sabar dan menyambutnya dengan lembut. Namun pada hari ketika istrinya tidak melakukan penyelewengan, dia memperlakukan suaminya seperti seorang budak. Sang murid tidak mengerti perilaku aneh istrinya. a bingung dan menceritakan pengalamannya kepada profesornya. Sang Profesor lalu mejelaskan tentang-sifat-sifat wanita kepadanya.

Catatan : Dalam cerita ini wanita tersebut berusaha menyembunyikan kesalahannya pada hari dia melakukan penyelewengan, dia pura-pura bersikap lembut kepada suaminya. Kelicikan  itu adalah maya. Dalam kasus tertentu maya juga disebut tankhanuppatti-nana, akal dadakan (takhana = seketika + uppatti-nana = pengetahuan yang muncul). Ini bukan pengetahuan murni, tetapi hanya pengetahuan palsu atau akal-akalan. Pengetahuan sejati hanyalah pengetahuan yang berkaitan dengan hal-hal baik.

Istri yang licik
Seorang istri biasa melakukan hubungan gelap dengan pemuda pelayannya. Suatu ketika sang suami melihat istrinya mencium pemuda tersebut. Karena dia tahu bahwa dia telah ketahuan oleh suaminya, segera dia menemui suaminya dan berkata : “ Sayang, pelayan kita ini tidak jujur, dia telah makan kue yang saya sisihkan untukmu. Ketika saya bertanya, dia menyangkalnya. Jadi saya mencium mulutnya untuk mengetahui apakah mulutnya berbau kue itu. Ternyata benar. Kita tidak boleh membiarkan dia tinggal di sini lagi.”

Catatan : Dalam cerita diatas, perbuatan sang istri mencium pelayannya adalah pelanggaran berat. Kelicikan, akal dadakan untuk menutupi kesalahannya tidak lain adalah maya. Bukan hanya perempuan, tetapi laki-laki juga mempunyai sifat maya (licik atau berpura-pura).


(Sebuah Kisah)
Petapa dengan sifat Maya

Suatu ketika hiduplah seprang Petapa di sebuah desa, dia dihormati oleh seorang umat awam. Karena takut pada gerombolan perampok, umat awam itu menanam seratus keping emas di sebuah lubang di dekat tempat tinggal petapa dan berpesan, “ O Petapa, tolong jaga apa yang telah saya sembunyikan.” 

Petapa tersebut menjawab, “ Tidaklah pantas meminta seorang petapa untuk melakukan hal itu.”

Muncullah sebuah pemikiran dari petapa. “ Seratus keping emas akan cukup bagiku untuk hidup nyaman.”, kemudian petapa itu menggali dan memindahkan emas milik umatnya. Keesokan harinya setelah menyelesaikan sarapan, petapa berkata, “ Dermawanku, saya telah tinggal disini sudah cukup lama, saya jadi cenderung tergantung kepada anda, jadi saya harus pindah ke tempat lain.”

Sang umat meminta petapa tersebut untuk tinggal, tetapi usahanya sia-sia, ia hanya dapat menatap petapa tersebut meninggalkan gerbang desa.

Setelah beberapa saat meninggalkan desa, petapa itu kembali dan berujar,” Dermawan, sehelai jerami dari atap rumahmu tersangkut di rambut saya. Tidaklah pantas mengambil sesuatu yang tidak diberikan.”

Umat yang polos itu berpikir bahwa petapa tersebur sangat berbudi luhur dan dia makin menghormatinya.

Pada saat itu seorang yang sangat bijaksana sedang bertamu kerumah sang umat, dia berkata. “ Pernahkah anda meminta petapa itu untuk menyimpan dan menjaga sesuatu?. Jika pernah, coba pergi dan lihat barang yang anda titipkan.”

Ketika dia tidak menemukan emas yang dipendamnya, bersama tamunya ia mengejar dan menangkap basah petapa tersebut.

Catatan : Dalam cerita tersebut, petapa mengembalikan sehelai jerami yang tertinggal di rambutnya untuk menutupi perbuatan licik yang telah dia lakukan; tindakan ini termasuk dalam maya. Penipuan dan tipu daya (pariyaya, maya  dapat dilakukan meskipun oleh seorang petapa atau samana, dewasa ini banyak sekali kelicikan dan penipuan yang dilakukan oleh orang-orang jahat. Hanya sedikit orang yang dapat dipercaya; berhubungan dengan orang jujur hanya dimungkinkan sebagai akibat perbuatan baik yang telah dilakukan pada kehidupan-kehidupan lampau.

Berbagai Jenis Maya
Terlepas dari cerita diatas, yaitu usaha untuk menutupi perbuatan salah, masih ada banyak jenis muslihat, misalnya dengan menunjukkan kemarahan untuk berpura-pura polos, menyembunyikan kesalahan sendiri dengan mengancam balik orang yang menuduhnya, atau dengan jalan memuji-muji, dan lain-lain.

Orang licik yang sedemikian itu banyak ditemukan di pemukiman, rumah-rumah, tempat banyak orang tinggal bersama. Misalnya pada waktu malam hari seseorang membuang sampah dan berak ditempat yang tidak sesuai, keesokan harinya dia berpura-pura seolah tidak berbuat apapun. Jika dia kentut, dia akan membuat suara lain untuk mengalihkan perhatian orang lain. Nah, ada begitu banyak jenis maya. Orang dahulu berkata , “ Seribu macam tipu daya (pariyaya), seratus ribu macam kepalsuan (maya), tidak terhitung banyaknya akal. Butir padi dari sembilan tikar dan daun dari sembilan pohon diperlukan untuk menghitung banyaknya akal yang disebut maya atau pariyaya.”

Satheyya
Bersama dengan maya, satheyya juga harus dimengerti. Ketika seseorang berpura-pura memiliki sifat tertentu dan membuat orang lain berpikir tinggi tentang dirinya, jenis moha seperti ini disebut satheyya. Maya menyembunyikan kesalahan yang diperbuat dan berpura-pura tidak bersalah, sedangkan satheyya berpura-pura memiliki kemampuan yang sebenarnya tidak dimilikinya. Keduanya licik dan penuh tipu muslihat.

Satheyya seorang Bhikkhu
Berpura-pura menjadi orang bajik, berpura-pura disiplin dalam praktik Sila, dan berpura-pura terpelajar, tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Selama kepura-puraannya tidak diketahui oleh umat awam yang pintar, seorang Bhikkhu masih merasa aman. Meskipun mereka melihat kelicikan yang dilakukan Bhikkhu, mereka cuma akan berpikir, “ Itu bukan urusan kita, apakah dia curang atau tidak.“  Bhikkhu tersebut terus menikmati buah kelicikannya.

Satheyya Orang Awam
Satheyya berarti berpura-pura menjadi orang bajik; berpura-pura memiliki konsentrasi mental; berpura-pura mempunyai suatu kemampuan; berpura-pura seperti sarjana tinggi (sarjana, magister, dan lain-lain); berpura-pura seperti orang kaya, tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Inilah contoh satheyya yang banyak dijumpai pada orang awam.

Keburukan Satheyya
Maya dan Satheyya lebih buruk daripada lobha (keserakahan pada umumnya). Berikut akan dijelaskan.

Bhikkhu, yang tidak memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, berpura-pura memilikinya dengan membual seolah seperti orang yang memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Akibat kepura-puraannya mereka akan menderita dalam Samsara. Orang awam yang bernaung kepada bhikkhu itu tidak akan mendapatkan pengetahuan; dana yang diberikan kepada bhikkhu semacam itu tidak akan membawa banyak manfaat bagi pendermanya. Banyak pula orang-orang licik yang berpura-pura memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, banyak gadis yang menderita karena ulah mereka. Karena penghidupan yang tidak pantas dan perbuatan sesat dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, banyak orang di desa dan di kota yang hidup secara amoral.

Ulah seorang pemimpin yang mengaku memiliki kepemimpinan hebat, tetapi kenyataannya malah menghaburkan hidup dan kekayaan orang-orang yang dipimpinnya, juga membawa negara kehilangan kedaulatan dan akhirnya bahkan kehilangan negaranya. Beberapa gadis menaruh kepercayaan kepada laki-laki yang mengaku kaya dan bermatabat tinggi, ketika menikah mereka tidak akan mendapatkan berkah dan keberuntungan, tetapi berakhir dengan bencana.

Selanjutnya, jika salah satu dari pasangan itu menyembunyikan kesalahan dengan maya dan berpura-pura dengan satheyya agar tampak kaya, hal itu segera akan terbongkar setelah pernikahan. Lantas, dapatkah mereka mencintai pasangan (atau keluarganya) yang telah mengakalinya ? Akankah mereka berbahagia tanpa adanya cinta yang tulus ?. Untuk menjadi pasangan yang berbahagia, bukan hanya hasrat jasmani saja. tetapi cinta sejati dan tulus sangatlah hakiki.

Pernikahan di antara umat Buddha bukan hanya berarti pada kehidupan sekarang saja. Jika mereka hidup dengan harmonis, bersama-sama pergi ke Vihara, memberikan dana dan melakukan perbuatan terpuji, niscaya mereka akan menikmati buah manfaat di dalam samsara. Jika suatu pernikahan ternodai oleh maya dan satheyya, pasangan itu akan melakukan perbuatan baik dengan setengah hati, akibatnya mereka tidak akan mendapatkan manfaat dari perbuatan yang telah mereka lakukan, tidak hanya dalam kehidupan ini, tetapi juga dalam samsara. Oleh sebab itu, orang harus terbebas dari maya dan satheyya, jika mereka ingin berumah tangga dengan bahagia.

Demikianlah, maya dan satheyya menipu seseorang, atau orang banyak, bahkan seluruh negara  (seperti dalam kasus beberapa pemimpin sekte yang berpura-pura menjadi Buddha) atau seluruh dunia !. Maya dan satheyya dikategorikan sangat buruk. Bagaimanapun juga, orang yang menganggap dirinya berbudi tinggi dan telah memenuhi parami harus menjaga agar ketidakjujuran dan keburukan keadaan pikiran sedemikiann itu tidak muncul pada mereka dan orang-orang sekitarnya; dan mereka semua harus berjuang agar menjadi pribadi yang bersih, cendikia, aktif, penuh kebenaran, dan berpikiran mulia.

Sumber Buku : Abhidhamma sehari-hari- Ashin Janakabhivamsa


Selanjutnya == > Ditthi : Pandangan Salah
Sebelumnya  < == Lobha : Keserakahan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar