KISAH MENDAKA SI ORANG
KAYA
Dhammapada XVIII: 252
Suatu ketika, dalam perjalanan Beliau ke wilayah Anga
dan Uttara, Sang Buddha mengetahui dari penglihatan luar biasa Beliau bahwa
telah tiba saatnya bagi Mendaka, istrinya, putranya, menantunya, cucu
perempuannya, dan pelayannya untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Mengingat kesempatan enam orang tersebut untuk mencapai tigkat kesucian
sotapatti, Sang Buddha pergi ke kota Baddiya.
Mendaka adalah seorang pria yang teramat kaya raya.
Menurut kabar, ia telah menemukan sejumlah besar patung kambing dari emas dalam
ukuran yang sebenarnya di halaman belakang rumahnya. Karena alasan tersebut, ia
dikenal sebagai Mendaka (kambing) si orang kaya.
Menurut kabar pula, pada masa Buddha Vipassi, ia telah
berdana berupa sebuah vihara untuk Buddha Vipassi dan sebuah gedung pertemuan
lengkap dengan podium untuk berkhotbah. Selama pembangunan gedung tersebut, ia
memberikan persembahan dana makanan kepada Buddha Vipassi dan para bhikkhu
selama empat bulan.
Kemudian, pada masa lain dalam kehidupannya yang
lampau, ketika ia menjadi seorang kaya di Banarasi, terjadi bencana kelaparan
di seluruh daerah tersebut. Suatu hari, mereka memasak makanan yang hanya cukup
untuk anggota keluarga saja.
Saat itu lewatlah seorang Paccekabuddha yang sedang
berpindapatta. Ia mempersembahkan seluruh makanan tersebut. Tetapi karena
kesetiaan dan kemurahan hatinya yang luhur, tempat nasinya kemudian ditemukan
terisi lagi secara ajaib, demikian pula lumbungnya.
Mendaka dan keluarganya, mendengar bahwa Sang Buddha
datang ke Baddiya, pergi untuk memberi hormat kepada Beliau. Setelah
mendengarkan khotbah yang diberikan Sang Buddha, istrinya Candapaduma, anaknya
Danancaya, menantunya Sumanadevi, cucu perempuannya Visakha, dan pelayannya
Punna mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Mendaka kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bahwa
dalam perjalanannya tadi beberapa pertapa telah mengatakan hal-hal yang buruk
tentang Sang Buddha dan mencegahnya untuk datang mengunjungi Beliau.
Sang Buddha kemudian berkata, "Murid-Ku, sudah
biasa bahwa orang tidak melihat kesalahannya sendiri, dan membesar-besarkan
kesalahan dan keburukan orang lain".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
252 berikut:
Amat mudah melihat kesalahan-kesalahan
orang lain,
tetapi sangat sulit untuk mellihat
kesalahan-kesalahan sendiri.
Seseorang dapat menunjukkan
kesalahan-kesalahan orang lain
seperti menampi dedak,
tetapi ia menyembunyikan
kesalahan-kesalahannya sendiri
seperti penjudi licik menyembunyikan
dadu yang berangka buruk.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar