Minggu, Januari 20, 2013

Dhammapada XVII: 225- Kisah Seorang Brahmana Yang Mengaku Sebagai "Ayah Sang Buddha"


KISAH SEORANG BRAHMANA
YANG MENGAKU SEBAGAI “AYAH SANG BUDDHA”
 Dhammapada XVII: 225


Suatu saat Sang Buddha bersama beberapa bhikkhu memasuki kota Saketa untuk berpindapatta.

Seorang brahmana tua, melihat Sang Buddha, mendekati-Nya dan berseru, "O Nak! Mengapa engkau tidak mengizinkan kami melihatmu selama ini? Ikutlah bersamaku dan biarlah ibumu juga melihatmu".

Setelah berkata demikian, ia mengundang Sang Buddha ke rumahnya. Sesampainya di rumah, istri brahmana pun mengatakan hal yang sama dan memperkenalkan Sang Buddha sebagai "kakak tertua" kepada anak-anaknya dan menyuruh mereka memberi hormat kepada-Nya. Sejak hari itu suami istri tersebut memberikan dana makanan kepada Sang Buddha setiap hari dan setelah mendengarkan beberapa khotbah Dhamma, suami dan istri itu mencapai tingkat kesucian anagami.

Para bhikkhu heran mengapa pasangan brahmana itu mengatakan bahwa Sang Buddha adalah putra mereka; mereka pun bertanya kepada Sang Buddha.

Kemudian Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, mereka memanggilku 'Nak' karena aku adalah anak atau kemenakan dari salah satu di antara mereka selama 1.500 kali kelahiran yang lampau".

Sang Buddha terus tinggal di dekat rumah pasangan brahmana sampai tiga bulan lebih, dan selama itu baik brahmana maupun istrinya mencapai tingkat kesucian arahat, kemudian mereka merealisasi "Kebebasan Akhir" (parinibbana).

Para bhikkhu tidak mengetahui bahwa pasangan brahmana itu telah mencapai tingkat kesucian arahat, mereka bertanya kepada Sang Buddha, di mana pasangan itu akan terlahir kembali.

Sang Buddha menjawab, "Mereka yang telah mencapai tingkat kesucian arahat, tidak akan terlahir kembali di mana pun juga, mereka telah merealisasi 'Kebebasan Mutlak' (nibbana)".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 225 berikut:

Orang-orang suci yang tidak menganiaya makhluk lain
dan selalu terkendali jasmaninya,
akan sampai pada "Keadaan Tanpa Kematian" (nibbana);
dan setelah sampai pada keadaan itu,
kesedihan tak akan ada lagi dalam dirinya.


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997
.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar