Minggu, Januari 13, 2013

Dhammapada XIII: 168-169- Kisah Raja Suddhodana


KISAH RAJA SUDDHODANA
 Dhammapada XIII: 168-169


Ketika Sang Buddha kembali mengunjungi Kapilavatthu untuk pertama kalinya Beliau tinggal di Vihara Nigrodharama. Di sana Beliau menjelaskan Dhamma kepada sanak saudaranya. Raja Suddhodana berpikir bahwa Buddha Gotama, yang adalah anaknya sendiri, tidak akan pergi ke tempat lain, tetapi pasti akan datang di istananya untuk menerima dana makananan pada hari berikutnya; tetapi ia tidak dengan resmi mengundang Sang Buddha datang untuk menerima dana makanan. Bagaimanapun, pada hari berikutnya, ia menyediakan dana makanan untuk dua puluh ribu bhikkhu. Pada pagi hari itu Sang Buddha berjalan untuk menerima dana makanan bersama dengan rombongan para bhikkhu, seperti kebiasaan semua Buddha.

Yasodhara, isteri Pangeran Siddhattha sebelum beliau meninggalkan hidup keduniawian, melihat Sang Buddha berjalan untuk menerima dana makanan dari jendela istana. Dia memberitahukan ayah mertuanya, Raja suddhodana, dan sang raja tergesa-gesa menghampiri Sang Buddha. Raja memberitahukan Sang Buddha bahwa untuk seorang anggota keluarga kerajaan Khattiya, berkeliling meminta makanan dari pintu ke pintu adalah memalukan. Kemudian Sang Buddha menjawab bahwa itu merupakan kebiasaan semua Buddha untuk berkeliling menerima dana makanan dari rumah ke rumah, dan oleh karena itu adalah benar dan layak bagi Beliau untuk tetap menjaga tradisi itu.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 168 dan 169 berikut:

Bangun! Jangan Lengah! Tempuhlah kehidupan benar.
Barangsiapa menempuh kehidupan benar,
maka ia akan hidup bahagia di dunia ini
maupun di dunia selanjutnya.
(168)

Hendaklah seseorang hidup sesuai dengan Dhamma
dan tak menempuh cara-cara jahat.
Barangsiapa hidup sesuai dengan Dhamma,
maka ia akan hidup bahagia di dunia ini
maupun di dunia selanjutnya.
(169)

Ayah Buddha Gotama mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar