Selasa, November 27, 2012

Dialog Sang Buddha dengan Muridnya Tentang Mencapai Pencerahan


DIALOG SANG BUDDHA DENGAN MURIDNYA
TENTANG MENCAPAI PENCERAHAN


Alkisah, salah seorang murid Sang Buddha pada suatu malam memberanikan diri untuk bertanya pada gurunya.

“Wahai Guru...” Sang murid memulai “Telah bertahun-tahun saya menuntut ilmu pada Anda, Saya sudah mempelajari jalan menuju pencerahan, tetapi saya mendapati bahwa hudup saya belum berubah sedikit pun.”

“Terus...” tanya sang Buddha, “Apa pertanyaanmu ?”

“Selama bertahun-tahun,” kata murid itu “Sudah banyak orang yang berguru pada Anda, diantara mereka ada biarawan, biarawati, orang kaya, orang miskin, laki-laki, wanita, tua dan muda. Ada yang bertahan, ada yang tidak kembali. Ada beberapa diantara mereka yang nampaknya berhasil meraih cita-cita mereka. Mereka menunjukkan tanda-tanda kedamaian batin, mereka mengasihi sesama, mereka hidup dalam keceriaan dan kebahagiaan. Akan tetapi, tidak setiap orang mengalami hal yang sama, atau mungkin bahkan sebagian besar dari mereka tidak banyak menunjukkan perubahan dibandingkan dengan ketika mereka pertama kali datang ke sini untuk mendengarkan petuah Anda. Bagi sebagian orang, kehidupan mereka tampak kacau. Anda tidak diragukan lagi adalah guru yang hebat. Anda mengasihi dan penuh perhatian kepada orang-orang yang anda jumpai. Mengapa Anda tidak menggunakan kekuatan Anda untuk membantu mereka ? Mengapa Anda tidak membimbing mereka agar bisa menggapai cita-cita tertinggi mereka ?”

Ekpresi Sang Buddha terlihat begitu welas asih, tetapi jawaban yang diberikan sepertinya tidak berhubungan. Murid tersebut mengira Sang Buddha tidak paham pada pertanyaan yang tadi dia ajukan.

“Di mana rumah mu ?” tanya Sang Buddha.

Murid tersebut menyebutkan nama kota kelahiran dan dari negara mana dia berasal. Dia menceritakan tempat dia lahir dan dibesarkan.  

“Apakah kamu masih sering pulang ke rumah mu ?” tanya Sang Buddha.

“Ya, sesering mungkin,” kata murid itu “ Ayah saya masih hidup di sana. Taman-teman sepermainan saya juga ada di sana. Saya bahkan punya kekasih dan suatu hari nanti kami berencana melangsungkan pernikahan di sana.”

“Nah,” kata Sang Buddha “ Jika kamu begitu sering pulang. Kamu pasti kenal betul dengan jalan yang selalu kamu lewati ?”

“Saya hapal di luar kepala,” jawab murid itu “Begitu hapalnya, sampai saya merasa bisa melewatinya dengan mata tertutup.” Begitu katanya dengan yakin.

“Jika kamu kenal betul dengan jalan menuju kampung halamanmu, bisakah kamu menggambaran kepada orang yang ingin menempuh jalan yang sama ? Apakah penjelasanmu dapat dipercaya dan mudah dipahami ?”

“Tentu saja. Saya sering menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya kepada saya dan saya berusaha untuk menjelaskan segamblang mungkin. Tak ada gunanya memberikan petunjuk jalan jika itu hanya akan menyesatkan mereka.”

 “Dari mereka yang pernah bertanya padamu,“ tanya Sang Buddha “Apakah semua orang menindaklanjuti dengan menempuh perjalanan ke kampung halamanmu ?”

“Tidak.” Jawab murid itu. “Banyak yang bertanya, tetapi tidak semuanya mencoba menempuh perjalanan. Ada sebagian yang tidak bisa menemukan waktu dan alasan yang tepat untuk melakukan perjalanan. Sebagian nampaknya berhasrat untuk menempuh perjalanan, tetapi entah mengapa tidak melakukannya.”

Sang Buddha bertanya lebih lanjut, “Dari mereka yang bertanya dan akhirnya menempuh perjalanan menuju kampung halamanmu, ada berapa orang yang berhasil ke tujuan akhir ?”

“Begini.” Kata murid itu “Biasanya hanya mereka yang benar-benar menjadikan kampung halaman saya sebagai tempat tujuan mereka yang sampai di sana. Jalan yang harus dilewati memang tidak mudah dan sebagian dari mereka menyerah di tengah jalan. Ada yang memilih untuk mencari jalan lain dan tidak menjadikan perjalanan tersebut sebagai tujuan utama mereka.”

“Jika begitu” kata Sang Buddha “ Kita memiliki pengalaman yang sangat mirip. Orang-orang yang datang padaku, melihatku sebagai seorang yang telah melakukan perjalanan tertentu dan tahu jalan-jalan yang telah aku lalui dengan sangat baik. Mereka meminta aku untuk menjelaskan kepada mereka. Mungkin mereka menikmati penjelasanku, tetapi tidak semua orang berani melangkahkan kakinya. Sementara mereka yang berani melangkah, tidak semua orang memilih untuk berjalan sampai akhir dan oleh karenanya tidak semua orang berhasil menggapai cita-cita tertinggi mereka.  

Suasana hening sejenak

“Seperti juga dirimu” lanjut Sang Buddha “Aku sudah berusaha menjelaskan jalan yang harus kau tempuh sejelas dan sejujur mungkin, tetapi aku tidak bisa mendorong, menarik, atau menggendong mu dalam perjalanan yang kau ingin tempuh. Yang bisa aku katakan hanyalah : Aku sudah melewati jalan tersebut. Ada hikmah yang aku dapatkan dari perjalanan itu. Ini adalah pengalaman yang aku dapat dari perjalanan yang aku lakukan. Aku dengan senang hati berbagi pengalaman dengan mu. Cuma itu yang bisa kulakukan. Jika kamu ingin menuju pencerahan yang aku dapat, kamu harus menempuh sendiri jalan yang sudah kuterangkan itu”  

____________
Pesan moral :
Melihat orang lain makan, tidak akan menghilangkan laparmu... .
Melihat orang lain minum tidak akan menghapus dahagamu...
Pengalaman spiritual orang lain tidak bisa membuatmu mencapai pencerahan sejati .
Hanya dengan mengalami sendirilah tujuan kita itu dapat dicapai.

-oOo-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar