PERTANYAAN
SEORANG PETUGAS KEAMANAN PARKIR
Bhante
Saddhaviro Mahathera
Sebagai pembimbing spiritual, saya terbuka berdiskusi dengan
siapa saja. Tidak memandang status, suku, ataupun agamanya. Bantuan pengertian
ini semata hanya bertujuan, agar mereka mendapatkan jawaban permasalahan
hidupnya, sesuai kebenaran.
Ketika itu saya audiensi dengan Bapak Menteri Pembangunan
Daerah Tertinggal untuk gema Waisak. Karena panitia diterima setelah makan
siang, sesampainya disana tidak dapat parkir. Akhirnya, umat mencari parkir di
gedung sebelahnya.
Karena belum mengetahui medan parkir, akhirnya mobil
diberhentikan di pinggir. Kami tidak turun dari mobil. Sambil menunggu, panitia
hanya berbincang saja di dalam mobil, mengenai gema Waisak. Kami menggunakan
mobil dengan kaca yang cukup gelap. Mungkin orang akan kesulitan melihat dari
luar, tapi dari dalam kami dapat melihat.
Saat kami sedang berbincang, ada umat yang terheran-heran.
Menurutnya, ada seorang petugas keamanan parkir yang terus menempel di pintu
tempat di mana saya duduk. Saya duduk di depan, samping umat yang menyetir.
Menurut pantauan umat, petugas ini mondar-mandir sambil melirik terus ke arah
saya. Mendapat cerita ini, umat yang menyetirkan mobil, mengira karena
kesalahan parkir. Maka ia membuka kaca mobil. Petugas itu menghampirinya.
Umat itu bertanya, “Pak, parkir di sini boleh?”
Petugas itu menjawab, spontan, “oh, boleh, boleh, pak!” lalu
petugas itu berkata lagi, sambil kepalanya merunduk ke arah dalam mobil, dan
menyapa saya, “Maaf, pak, Bapak Sang Buddha ya?”
Mendapat teguran seperti itu, rasanya ingin tertawa. Tapi
kemudian saya paham yang dimaksud itu adalah Bhikkhu Buddha.
Saya menjawab, “Iya, ada apa Pak?”
“Anu, Pak. Apa boleh saya bertanya? Mau tukar pikiran gitu,
Pak.” kata petugas itu dengan logat jawanya. Lantas saya menjawab, “Iya, boleh
silahkan.” petugas itupun lantas berputar menuju sisi mobil, tempat saya duduk.
Dan, kaca pun terbuka. Kami dapat berkomunikasi lebih dekat.
Bapak petugas keamanan parkir itu memulai percakapan dengan
kalimat, “Begini Pak. Saya itu selalu diikuti makhluk halus, makhluknya jahat.
Saya harus bagaimana, Pak?”
Inilah pertanyaan umum yang terjadi di masyarakat. Saya
mesti menjawab, tapi dengan bahasa yang masuk di pikirannya.
“Gini ya mas, panggil mas aja ya, dari Jawa juga kan?”
“Inggih pak,” jawabnya.
“Perasaan bahwa ada makhluk yang mengikuti kita itu
sebenarnya yang jahat, mas. Belum tentu ada makhluk yang mengikuti kita.” baru
berkata seperti ini, langsung dibantah,
“Tapi bener itu Pak, katanya naga.”
Saya menambahkan, “Kalaupun itu benar, mas, ada makhluk yang
mengikuti, belum tentu jahat. Apalagi mau menjahati kita. Itu belum tentu.”
Sampai di sini, dia mengangguk-angguk.
Penjelasanpun disambung, “Kalo mas mau caranya supaya
makhluk itu tidak jahat dengan kita, saya kasih tahu caranya.”
Petugas itu terlihat antusias sekali, “Iya, Pak. Mau..!”
“Begini, mas. Pertama, jangan takut. Setelah tidak takut,
diri kita akan tenang. Sesekali, kalau ada waktu, mas rileks kan seluruh tubuh
dan pikiran. Beri waktu untuk rileks, terutama buat pikiran. Jangan bebani
pikiran dengan macam-macam keinginan yang belum terjadi, dan jangan mengingat
masalah yang sudah terjadi. Setelah fisik ini rileks, pikiran juga rileks, rasa
rileks itu akan membuang ketegangan. Kita jadi tenang berpikir, jernih melihat
masalah. Kalau sudah tenang, setiap mas berbuat baik, entah habis shalat atau
sedekah, coba mas merenung dalam diri. dan mengarahkan pikiran dengan berpikir,
semoga semua makhluk berbahagia. Kalau ini dilakukan terus menerus, makhluk
seram seperti apapun tidak berani menjahati kita. Kita jangan menuduh dulu dia
jahat. Karena tidak semua makhluk itu jahat. Ada yang baik juga, mas.” begitu
penjelasan saya.
Petugas itu berkata, “Oh, gitu ya, berarti yang pertama
tidak boleh takut ya, Pak. Tapi bener ndak, Pak? Kalau makhluk yang ikut saya
itu, tidak jahat.”
Mengatasi orang dalam kondisi labil, harus diberi penegasan.
Saya katakan, “Tidak, Mas…! Malah kalau orang tertentu kan
mengatakan naga itu bagus…, masak makhluknya aja belum tentu ada, sudah
dikatakan jahat toh mas?”
Petugas itu pun tersenyum, sambil mengucapkan terima kasih.
Itulah fakta di dalam hidup ini, manusia kadang
menakut-nakuti dirinya sendiri…
Note :
http://www.facebook.com/notes/mery-gouw/pertanyaan-seorang-petugas-keamanan-parkir/488492667141
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar