SEORANG
PEMBURU
YANG
DIMANGSA OLEH ANJING-ANJINGNYA SENDIRI
Pada suatu pagi, seorang pemburu
bernama Koka, sedang dalam perja lanan menuju sebuah hutan untuk berburu
binatang. Ia membawa busur panah di tangannya, diiringi sekelompok anjing pemburu.
Dalam perjalanan ia bertemu dengan seorang bhikkhu yang sedang berjalan menuju
desa untuk pindapata. Melihat bhikkhu itu, Pemburu Koka memendam rasa marah,
sambil melanjutkan perjalanannya, ia berpikir:
"Pagi ini saya bertemu orang
pembawa sial, hari ini pasti saya tidak mendapat apa-apa".
Setelah selesai berpindapata maka
bhikkhu itu pulang ke Viharanya kembali. Demikian pula pemburu yang telah
berkeliling di hutan dan tidak memperoleh binatang buruannya keluar dari hutan,
untuk pulang ke rumahnya.
Dalam perjalanan pulang si
pemburu bertemu kembali dengan bhikkhu yang dijumpainya sebelum masuk ke hutan.
Melihat bhikkhu itu lagi, ia menjadi amat marah dan pikirnya:
"Tadi pagi saya bertemu
dengan si pembawa sial ini, lalu saya pergi ke hutan untuk berburu binatang,
ternyata saya tidak mendapat apa-apa, sekarang tiba-tiba ia muncul lagi di
depan saya, lebih baik saya suruh anjing-anjing memakannya".
Pemburu Koka segera memerintahkan
anjing-anjingnya untuk menyerang bhikkhu itu. Bhikkhu tersebut memohon belas
kasihannya dengan berkata:
"Jangan, jangan lepaskan
anjing-anjing itu".
Pemburu Koka menjawab: "Hai,
Orang Pembawa Sial, pagi hari ini saya bertemu denganmu, dan karena kamu
membawa sial, saya tidak mendapat apa-apa di hutan. Sekarang kamu muncul lagi
di depan mata saya, biar anjing-anjing saya memakanmu, hanya itu yang ingin
saya katakan".
Setelah berkata demikian, Pemburu
Koka tanpa banyak bicara lagi segera melepas anjing-anjingnya dan memerintahkan
untuk menyerang bhikkhu tersebut. Bhikkhu itu segera berlari dan memanjat
pohon, dan duduk di cabang pohon. Anjing-anjing itu segera memburunya,
menggonggong dan menggeram-geram di bawah pohon, bersiap-siap untuk menerkam
bhikkhu tersebut. Pemburu Koka yang mengikuti anjingnya, berdiri di bawah pohon
sambil berkata:
"Kamu pikir kamu dapat
melepaskan diri dari cengkeraman saya dengan naik ke pohon itu?".
Ia segera memanah kaki bhikkhu
yang tergantung itu dengan anak-anak panahnya. Bhikkhu itu sekali lagi memohon:
"Jangan panah saya,
Saudara".
Pemburu Koka tidak perduli dengan
permohonan itu, ia tetap memanah kaki-kaki bhikkhu itu.
Ketika semakin banyak anak-anak
panah menembus salah satu kakinya, bhikkhu itu menarik kakinya yang terluka,
dan membiarkan kaki yang satunya tetap tergantung. Tetapi anak-anak panah itu
terus menerus menembus kakinya yang masih tergantung, karena kesakitan ia lalu
menarik kakinya ke atas. Pemburu Koka tetap terus memanah kedua kaki bhikkhu
tersebut. Akhirnya bhikkhu itu merasakan badannya panas seperti terbakar. Karena
ia merasa amat sakit, ia tidak dapat lagi memusatkan pikirannya. Ia tidak tahu
ketika jubahnya jatuh. Ternyata jubahnya jatuh menutupi seluruh tubuh Pemburu
Koka.
"Bhikkhu itu jatuh dari
pohon", pikir anjing-anjing itu. Dengan segera anjing-anjing itu menyerang
orang yang berada di bawah jubah, menyeret, merobek-robek dan memakan
majikannya sendiri. Akhirnya yang tersisa tinggal tulang-tulangnya saja.
Setelah itu, anjing-anjing itu
duduk diam, menunggu perintah selanjutnya. Tidak lama kemudian banyak anak
panah berjatuhan dari atas pohon dan mengenai mereka, pada saat itu mereka lalu
melihat bhikkhu yang mereka kejar masih berada di atas pohon, mereka lalu
berpikir,
"Wah, kita makan majikan
sendiri!".
Menyadari hal itu mereka lari
tunggang langgang. Bhikkhu itu amat kaget dan bingung melihat apa yang terjadi
di bawah pohon, ia berpikir,
"Pemburu itu kehilangan
nyawanya karena jubah saya jatuh dan menutupinya, apakah kesucian saya tidak
ternoda?".
Dengan pikiran yang berkecamuk,
ia turun dari pohon, pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan seluruh
kejadian yang dialaminya, sejak dari awal.
"Yang Mulia, semua itu
terjadi karena jubah saya, sehingga pemburu itu kehilangan nyawanya, apakah kesucian
saya tidak ternoda? Apakah saya tetap dapat mempertahankan kesucian
saya?".
Setelah Sang Buddha mendengar
seluruh cerita itu, Beliau menjawab:
"Bhikkhu, kesucianmu tidak
ternoda, kamu tetap suci, barangsiapa yang berniat melukai orang lain yang
tidak bersalah, ia akan menerima hukuman nya. Lagi pula, hal seperti ini bukan
yang pertama kalinya ia lakukan. Pada kehidupannya yang terdahulu, ia juga
berniat melukai orang yang tidak bersalah dan menerima hukumannya".
Sang Buddha lalu bercerita: "Pada kehidupannya yang terdahulu, ia
adalah seorang tabib yang berkeliling desa untuk mencari pasien. Pada hari itu
tidak ada seorang pasien pun yang datang padanya. Dengan amat lapar, ia keluar
dari desa. Di pintu gerbang desa, ia melihat anak-anak yang sedang bermain.
Dengan segera timbul pikiran jahatnya,
"Saya akan membawa seekor
ular dan akan saya biarkan ular itu menggigit salah satu anak itu, sehinga ia
terluka. Lalu saya obati, sehingga saya memperoleh uang untuk membeli
makanan".
Lalu ia mencari seekor ular dan
meletakkannya di lubang pohon dekat tempat anak-anak bermain. Kepala ular
menyembul keluar dari lubang pohon, lalu ia berkata kepada anak-anak:
"Anak-anak, lihatlah ada seekor burung Salika, tangkaplah".
Salah seorang anak segera
memegang leher ular itu erat-erat, dan menarik nya keluar dari lubang pohon.
Tetapi ketika ia melihat yang dipegangnya itu ternyata seekor ular, ia menjerit
ketakutan, berteriak-teriak lalu melempar ular itu ke atas. Ternyata ular itu
jatuh tepat di atas kepala tabib itu. Dengan segera ular itu membelit leher si
tabib dan menggigitnya keras-keras, akhirnya tabib itu mati.
"Jadi", kata Sang
Buddha, "Dalam kehidupannya yang terdahulu, pemburu Koka berniat melukai
orang yang tidak bersalah dan ia memperoleh hukumannya".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
"Barangsiapa
yang berbuat jahat terhadap orang baik,
orang
suci dan orang yang tidak bersalah maka kejahatan
akan
berbalik menimpa orang bodoh itu
bagaikan
debu yang dilempar melawan angin".
(Dhammapada,
Papa Vagga no. 10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar