EMPAT DASAR KEMURAHAN HATI
(Sangahavatthu)
Oleh: Bhikkhu Cittānando
Kepedulian Sang Buddha Terhadap
Kehidupan
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammāsambuddhassa
Pada tanggal 1 Juni
yang lalu, umat Buddha memperingati Hari Raya Waisak 2551 BE/2007, sekaligus
memperingati Tahun Baru Buddhis.
Setiap umat Buddha
hendaknya merenungkan keluhuran dan kepedulian Sang Buddha terhadap kehidupan
semua makhluk. Hal ini terlihat dalam perjalanan Beliau yang tidak mengenal
lelah dalam mengajarkan Dhamma selama 45 tahun, tanpa menginginkan pujian dan
tidak bertujuan untuk mencari pengikut. Dikatakan bahwa dalam waktu 24 jam,
Beliau hanya beristirahat satu jam, sedangkan sisanya digunakan untuk memberi
pelayanan kepada masyarakat, para bhikkhu, bhikkhuni, samanera, samaneri,
bahkan kepada para dewa sekalipun tanpa pilih kasih. Tujuan Beliau adalah
membimbing para makhluk untuk menghentikan penderitaan dan memperoleh
kebahagiaan atau kesejahteraan hidup. Selama 45 tahun, Beliau mengajarkan
Dhamma tanpa menggunakan kekerasan, karena cara Beliau mengajarkan Dhamma
adalah dengan praktik cinta kasih dan kasih sayang dengan landasan
kebijaksanaan. Itulah sebabnya, tak setetes darah pun yang menetes apalagi
terjadi bentrokan dan peperangan hanya karena ajaran Beliau.
Banyak orang, bahkan
umat Buddha sendiri yang beranggapan dan percaya bahwa agama Buddha menolak
keberadaan kebahagiaan duniawi, yang ada hanya berhubungan dengan pengembangan
spiritual, pencapaian Nibbāna saja yang menjadi tujuan. Pandangan seperti itu
tentu saja tidak tepat. Mengapa? Karena bagaimanapun juga, Sang Buddha sangat
peka dan peduli akan fakta bahwa stabilitas ekonomi adalah penting bagi
kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang. Sehubungan dengan hal itu, resep Sang
Buddha untuk kepedulian pada kehidupan selalu berhubungan dengan dosis etik
liberal.
Dalam sutta-sutta
disebutkan bahwa banyak orang dari berbagai macam perjalanan hidup dan
bermacam-macam perangai datang kepada Sang Buddha untuk meminta berbagai macam
nasehat dari Beliau. Sebagai contoh; penduduk dari Veludvara dan Dighajanu Vyaggapajja dari Kakkarapatta, yang
telah menyisihkan kesempatannya untuk mengunjungi Sang Buddha dan meminta
Beliau mengajar mereka berbagai hal yang bermanfaat untuk kebahagiaan mereka
dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.
Dighajanu Vyaggapajja (seperti
penduduk Veludvara) diakui menikmati kehidupan sepenuhnya. ”Tuan, kami perumah
tangga seperti menyokong anak dan isteri. Kami suka memakai kain dari Benares
dan kayu cendana yang paling baik, yang kami bungkus sendiri dengan bunga,
karangan bunga dan kosmetik. Kami juga suka memakai perak dan emas.” (Aṅguttara
Nikāya IV,280). Dengan rasa cinta kasih yang besar, Sang Buddha
memberikan resep kepada Vyaggapajja (seperti ia memperlakukan orang-orang
Veludvara pada kesempatan yang lain) untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan tanpa pernah mencela kehidupan umat awam yang masih senang dengan
kenikmatan nafsu. Dalam sutta ini, Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang
mendukung empat kondisi-kondisi yang kalau dipenuhi akan memberi kesejahteraan
dan kebahagiaan, yaitu:
1. Uṭṭhānasampadā: Rajin dan bersemangat dalam bekerja mencari
nafkah, dalam belajar dan menuntut ilmu pengetahuan dan dalam hal apa saja yang
menjadi tugas serta kewajiban seseorang;
2. Ārakkhasampadā: Penuh
kehati-hatian, dengan kata lain, menjaga dengan hati-hati kekayaan apapun yang
telah diperoleh dengan kerajinan dan semangat, tidak membiarkannya mudah hilang
atau dicuri, juga terus menjaga cara bekerja sehingga tidak mengalami
kemunduran atau kemerosotan;
3. Kalyānamittata: Mempunyai
teman-teman yang baik, yang mempunyai kualitas keyakinan, kebaikan,
kedermawanan, dan kebijaksanaan. Tidak bergaul dengan orang-orang jahat; dan
4. Samajivitā: Menempuh cara hidup
yang sesuai dengan penghasilan, hidup seimbang, tidak terlalu kikir tetapi juga
tidak terlalu boros.
Nasehat ini
berhubungan dengan memperoleh kekayaan material yang diikuti dengan empat
kondisi untuk mencapai kesejahteraan spiritual seseorang yang akan membawa
kebahagiaan bagi seseorang dalam kehidupan yang akan datang, empat kondisi itu adalah:
1. Saddhā-sampadā:
Kesempurnaan mengenai keyakinan, keyakinan terhadap Sang Tiratana (Buddha,
Dhamma, dan Sangha);
2. Sīla-sampadā:
Kesempurnaan mengenai sila, yaitu melaksanakan sila dengan sempurna;
3. Cāgā-sampadā:
Kesempurnaan mengenai kemurahan hati, yaitu senang berdana dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang membahagiakan orang lain; dan
4. Paññā-sampadā:
Kesempurnaan kebijaksanaan, mengetahui yang mana baik dan buruk, bermanfaat dan
tidak bermanfaat, dan dapat melihat hidup dan kehidupan dengan sewajarnya.
Resep Sang Buddha
untuk kemakmuran dan kebahagiaan pada saat ini dan pada kehidupan yang akan
datang didasari pada nasehat yang sangat praktis untuk keduniawian, yang tidak
mungkin lepas hubungannya dengan etika. Kode etik umat awam -yang meliputi
ketaatan pada pañcasīla- lima latihan sila. Konsekuensi sosial untuk mengamati
etika dasar yang diucapkan pada kode etik umat awam adalah sangat luas. Mereka
berperan untuk memproduksi suasana yang baik, yang berguna bagi orang yang
memiliki komitmen untuk mencapai kemajuan material dan spiritual. Demikian
juga, ajaran Buddha ini diajarkan kepada semua lapisan masyarakat yang sudah
siap menerima ajaran Beliau.
Di dunia ini ia berbahagia, di
dunia sana ia berbahagia.
Pelaku kebajikan berbahagia di
kedua dunia itu.
Ia akan berbahagia ketika
berpikir, ”Aku telah berbuat bajik.”
Dan ia akan lebih berbahagia
lagi ketika berada di alam bahagia.
(Dhammapada I:18)
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar