SINGA DENGAN PIKIRAN TEGUH
Demikianlah
yang telah saya dengar pada suatu ketika Buddha berdiam di kota Rajagrha di
Puncak Burung Heriang. Pada saat itu Devadatta yang terus menerus dipenuhi
pikiran jahat terhadap Buddha, Devadatta berpikir: “Saya harus menyingkirkan
Tatahagata dan menjadikan diriku sebagai Buddha.” Dia berkata kepada Pangeran
Ajatasatru sebagai berikut: “Pangeran, akan baik jika engkau membunuh ayahmu
dan naik tahta. Itu akan menjadi baik jika seorang Buddha baru dan seorang raja
baru memerintah negeri ini dengan benar.” Kemudian Pangeran Ajatasatru membunuh
ayahnya dan merebut tahta. Raja mempengaruhi rakyatnya agar menumbuhkan rasa
benci terhadap parar bhiksu, ketika para bhiksu datang ke kota itu untuk
memohon, mereka tidak diberikan apapun dan kembali dengan patta yang kosong.
Para
bhiksu kemudian pergi ke Puncak Burung Heriang dan melaporkan hal ini kepada
Buddha: “Bhagava, Devadatta telah membuat tuan pemberi hadiah menjadi jahat.
Mereka sekarang tidak menyukai para bhiksu dan menolak untuk memberikan
persembahan. “Bhagava kemudian berkata kepada Ananda: “Ananda, ketika makhluk
hidup memiliki pikiran awal kejahatan kepada para bhiksu yang telah mengenakan
jubah merah, mereka juga memiliki pikiran jahat kepada para Buddha,
Pratyekabuddha, dan arahat di masa lalu, sekarang, dan akan datang. Ketika
mereka memiliki pikiran awal jahat terhadap Yang Suci tiga masa, buah dari
kejahatan ini tidak terbayangkan dan tidak ada habisnya. Mengapa demikian? Hal
ini karena jubah suci adalah lambang Penakluk tiga masa. Mereka yang mencukur
rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah yang telah dicelup akan segera
terbebaskan dari penderitaan, akan menghentikan hawa nafsu, dan akan mencapai
Kebijaksanaan Transendental, dan akan menjadi perlindungan, seorang penjaga dan
seorang pahlawan untuk semua makhluk hidup. Dia yang membawa pikiran awal
keyakinan terhadap mereka yang telah menjadi bhiksu dan mengenakan jubah akan
memperoleh kebajikan tak hingga. Sebelumnya, Ananda, dengan menghormati para
bhiksu yang mengenakan jubah suci, saya menjadi seorang Buddha Sempurna.
“Ananda
berkata: “Bhagava, saya mohon engkau menceritakan bagaimana penghormatan yang
sebelumnya Engkau lakukan terhadap para bhiksu yang mengenakan jubah. “Buddha
berkata: “Ananda, dengarkan dengan seksama dan ingatlah. Di masa lampau,
berkalpa lalu tak terhitung, ada seroang raja di Jambudvipa yang bernama
Sankara yang memerintah 84.000 raja kecil. Pada saat itu tidak ada ajaran
Buddha di dunia, dan para Pratyekabuddha yang tinggal di gunung-gunung dan
hutan-hutan akan terbang melalui udara untuk menolong makhluk dan sering
merawat binatang-binatang liar. Pada suatu waktu, hiduplah di gunung seekor
singa berambut emas bergelimangan dipanggil Pikiran Teguh yang hanya memakan
tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan dan tidak melukai makhluk hidup.
Seorang pemburu, melihat singa ini, senang dan berpikir:
‘Saya sangat beruntung. Saya akan membunuh singa ini dan mengambil rambut
emasnya untuk dipersembahkan kepada raja, yang akan memberi hadiah kepada saya
dan saya akan menjadi kaya. ‘Mencukur rambut dan jambangnya, dia mengenakan
jubah keagamaan, menyembunyikan busur dan panahnya di bawah lengannya, dan
pergi ke tempat singa itu.
Menemukan dia tertidur, dia memanahnya dengan panah
beracun. Singa itu bangun dan menerkam untuk menyerang, tapi melihat jubah
keagamaan, berpikir: ‘Pria ini tidak akan lama di dunia. Dia akan segera
dibebaskan dari semua penderitaan. Mengapa demikian? Hal ini karena jubah ini adalah
lambang dari semua Yang Suci di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Jika
saya melukai dia, hal ini akan melukai Yang Suci tiga masa. ‘Menyingkirkan
segala pikiran membunuh, dia berkata ketika dia akan meninggal di kehidupan
ini: ‘A-la-la, ba-sa-sa, svaha!’ Segera langit dan bumi bergetar, dan meskipun
tidak ada awan, hujan turun. Para dewa mencari penyebab hal ini dan ketika
mereka melihat dengan mata dewa mereka bahwa seorang pemburu telah membunuh
seorang raja bodhisattva hidup di hutan dalam bentuk seekor singa, mereka
menurunkan hujan bunga dari para dewa dan menghormati jasad singa.
“Pemburu itu menguliti singa itu dan mengambil kulit bulu
untuk Raja Sankara dan meminta hadiah sebagai balasan. Raja berpikir: ‘Di dalam
cerita suci tertulis bahwa seekor binatang dengan rambut emas merupakan seorang
bodhisattva atau Orang Suci. Suatu hal yang tidak benar untuk memberikan pria
ini hadiah. Jika saya melakukan hal ini, saya akan sama salahnya dengan dia.
‘Dia memberikan pria itu sebuah hadiah tak berharga dan bertanya: ‘Ketika
engkau membunuh singa ini apakah ada tanda-tanda yang tidak wajar?’
Pemburu itu berkata: ‘Ketika singa ini terbaring mati dia
berkata delapan kata, surga dan bumi bergetar dan hujan turun dari langit yang
tak berawan. Para dewa juga menurunkan hujan bunga. ‘Ketika raja mendengar hal
ini dia sangat sedih dan keyakinan serta rasa hormat timbul dari pikirannya.
Dia memanggil para menterinya dan orang-orang bijaksana dan menyelidiki
kata-kata singa itu, tetapi tidak seorang pun dapat menjelaskan mereka.
Raja kemudian mengundang rshi bijaksana yang bernama
Syama yang tinggal di pertapaan terpencil. Ketika rshi itu telah datang, raja
bertanya kepadanya arti perkataan singa itu. Rshi berkata: ‘A-la-la berarti hanya orang yang telah mencukur rambut dan
mengenakan jubah keagamaan akan dengan cepat terbebas dari kelahiran dan
kematian. Ba-sa-sa berarti mereka
yang mencukur rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah keagamaan telah dekat
dengan kebijaksanaan Yang Suci dan kebahagiaan Nirvana. Svaha berarti mereka
yang mencukur rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah keagamaan dihormati
oleh para dewa dan manusia di tiga dunia.’
Ketika rshi telah menjelaskan hal ini, raja bersukacita
dan memanggil 84.000 raja-raja kecil. Dia kemudian membangun sebuah kereta dari
tujuh permata berharga, menempatkan kulit singa itu, dan memerintahkan untuk
menunjukkan itu kepada semuanya dan menghormatinya dengan bunga dan dupa.
Dia membuat sebuah peti mati emas, menaruh kulit itu
didalamnya dan menutupnya dengan sebuah stupa. Semua yang melakukan kebajikan
ini terlahir kembali diantara para dewa ketika mereka meninggal. “Ananda,
karena singa ini membawa pikiran awal kebajikan terhadap pria yang menggunakan
jubah keagamaan, dia terlahir sebagai raja cakravartin selama ratusan ribu
kalpa. Karena dia memberikan kebahagiaan kepada semua makhluk dan melakukan
perbuatan bajik, dia menjadi seorang Buddha. Engkau jangan berpikir bahwa singa
itu adalah orang lain. Saya adalah singa itu. Raja yang menghormati kulit singa
itu, dilahirkan sebagai pemimpin para dewa dan manusia selama 10 kalapa lamanya
dan yang berbuat kebajikan sempurna sekarang adalah Bodhisattva Maitreya.
Sariputra adalah rshi itu. Pemburu yang membunuh singa
itu adalah Devadatta.” Ketika Buddha telah berkata demikian, kumpulan besar
sangat berbahagia dan berkata: “Bhagava, dikarenakan tidak mengerti kebajikan
besar Buddha, kami melakukan perbutaan jahat, bahkan dihadapanmu. Tetapi kami
menyesal dan mengakui perbuatan jahat ini.” Dengan penuh welas asih, Buddha
kemudian mengajarkan Empat Kebenaran sesuai dengan kekuatan penyebab
masing-masing bhiksu. Beberapa menjadi Pemenang Arus, beberapa Sekali Kembali
Lagi, beberapa Tidak Pernah Kembali, beberapa menjadi arahat. Beberapa membawa
pikiran awal pencerahan sempurna. Kemudian Ananda dan empat kelas pendengar
berkeyakinan pada perkataan Buddha dan bersukacita.
Sumber: Sutra of the Wise and the Foolish [mdo
mdzangs blun] atau Ocean of Narratives [uliger-un dalai] / penerbit: Library of
Tibetan Works & Archieves / Alih Bahasa Mongolia ke Inggris: Stanley Frye /
Alih Bahasa Inggris ke Indonesia: Heni [Mhsi Universitas Indonesia] / Editor:Junaidi
-Kadam Choeling Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar