Senin, November 26, 2012

Singa dengan Pikiran Teguh


SINGA DENGAN PIKIRAN TEGUH


Demikianlah yang telah saya dengar pada suatu ketika Buddha berdiam di kota Rajagrha di Puncak Burung Heriang. Pada saat itu Devadatta yang terus menerus dipenuhi pikiran jahat terhadap Buddha, Devadatta berpikir: “Saya harus menyingkirkan Tatahagata dan menjadikan diriku sebagai Buddha.” Dia berkata kepada Pangeran Ajatasatru sebagai berikut: “Pangeran, akan baik jika engkau membunuh ayahmu dan naik tahta. Itu akan menjadi baik jika seorang Buddha baru dan seorang raja baru memerintah negeri ini dengan benar.” Kemudian Pangeran Ajatasatru membunuh ayahnya dan merebut tahta. Raja mempengaruhi rakyatnya agar menumbuhkan rasa benci terhadap parar bhiksu, ketika para bhiksu datang ke kota itu untuk memohon, mereka tidak diberikan apapun dan kembali dengan patta yang kosong.

Para bhiksu kemudian pergi ke Puncak Burung Heriang dan melaporkan hal ini kepada Buddha: “Bhagava, Devadatta telah membuat tuan pemberi hadiah menjadi jahat. Mereka sekarang tidak menyukai para bhiksu dan menolak untuk memberikan persembahan. “Bhagava kemudian berkata kepada Ananda: “Ananda, ketika makhluk hidup memiliki pikiran awal kejahatan kepada para bhiksu yang telah mengenakan jubah merah, mereka juga memiliki pikiran jahat kepada para Buddha, Pratyekabuddha, dan arahat di masa lalu, sekarang, dan akan datang. Ketika mereka memiliki pikiran awal jahat terhadap Yang Suci tiga masa, buah dari kejahatan ini tidak terbayangkan dan tidak ada habisnya. Mengapa demikian? Hal ini karena jubah suci adalah lambang Penakluk tiga masa. Mereka yang mencukur rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah yang telah dicelup akan segera terbebaskan dari penderitaan, akan menghentikan hawa nafsu, dan akan mencapai Kebijaksanaan Transendental, dan akan menjadi perlindungan, seorang penjaga dan seorang pahlawan untuk semua makhluk hidup. Dia yang membawa pikiran awal keyakinan terhadap mereka yang telah menjadi bhiksu dan mengenakan jubah akan memperoleh kebajikan tak hingga. Sebelumnya, Ananda, dengan menghormati para bhiksu yang mengenakan jubah suci, saya menjadi seorang Buddha Sempurna.

“Ananda berkata: “Bhagava, saya mohon engkau menceritakan bagaimana penghormatan yang sebelumnya Engkau lakukan terhadap para bhiksu yang mengenakan jubah. “Buddha berkata: “Ananda, dengarkan dengan seksama dan ingatlah. Di masa lampau, berkalpa lalu tak terhitung, ada seroang raja di Jambudvipa yang bernama Sankara yang memerintah 84.000 raja kecil. Pada saat itu tidak ada ajaran Buddha di dunia, dan para Pratyekabuddha yang tinggal di gunung-gunung dan hutan-hutan akan terbang melalui udara untuk menolong makhluk dan sering merawat binatang-binatang liar. Pada suatu waktu, hiduplah di gunung seekor singa berambut emas bergelimangan dipanggil Pikiran Teguh yang hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan dan tidak melukai makhluk hidup.

Seorang pemburu, melihat singa ini, senang dan berpikir: ‘Saya sangat beruntung. Saya akan membunuh singa ini dan mengambil rambut emasnya untuk dipersembahkan kepada raja, yang akan memberi hadiah kepada saya dan saya akan menjadi kaya. ‘Mencukur rambut dan jambangnya, dia mengenakan jubah keagamaan, menyembunyikan busur dan panahnya di bawah lengannya, dan pergi ke tempat singa itu.

Menemukan dia tertidur, dia memanahnya dengan panah beracun. Singa itu bangun dan menerkam untuk menyerang, tapi melihat jubah keagamaan, berpikir: ‘Pria ini tidak akan lama di dunia. Dia akan segera dibebaskan dari semua penderitaan. Mengapa demikian? Hal ini karena jubah ini adalah lambang dari semua Yang Suci di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Jika saya melukai dia, hal ini akan melukai Yang Suci tiga masa. ‘Menyingkirkan segala pikiran membunuh, dia berkata ketika dia akan meninggal di kehidupan ini: ‘A-la-la, ba-sa-sa, svaha!’ Segera langit dan bumi bergetar, dan meskipun tidak ada awan, hujan turun. Para dewa mencari penyebab hal ini dan ketika mereka melihat dengan mata dewa mereka bahwa seorang pemburu telah membunuh seorang raja bodhisattva hidup di hutan dalam bentuk seekor singa, mereka menurunkan hujan bunga dari para dewa dan menghormati jasad singa.

“Pemburu itu menguliti singa itu dan mengambil kulit bulu untuk Raja Sankara dan meminta hadiah sebagai balasan. Raja berpikir: ‘Di dalam cerita suci tertulis bahwa seekor binatang dengan rambut emas merupakan seorang bodhisattva atau Orang Suci. Suatu hal yang tidak benar untuk memberikan pria ini hadiah. Jika saya melakukan hal ini, saya akan sama salahnya dengan dia. ‘Dia memberikan pria itu sebuah hadiah tak berharga dan bertanya: ‘Ketika engkau membunuh singa ini apakah ada tanda-tanda yang tidak wajar?’

Pemburu itu berkata: ‘Ketika singa ini terbaring mati dia berkata delapan kata, surga dan bumi bergetar dan hujan turun dari langit yang tak berawan. Para dewa juga menurunkan hujan bunga. ‘Ketika raja mendengar hal ini dia sangat sedih dan keyakinan serta rasa hormat timbul dari pikirannya. Dia memanggil para menterinya dan orang-orang bijaksana dan menyelidiki kata-kata singa itu, tetapi tidak seorang pun dapat menjelaskan mereka.

Raja kemudian mengundang rshi bijaksana yang bernama Syama yang tinggal di pertapaan terpencil. Ketika rshi itu telah datang, raja bertanya kepadanya arti perkataan singa itu. Rshi berkata: ‘A-la-la berarti hanya orang yang telah mencukur rambut dan mengenakan jubah keagamaan akan dengan cepat terbebas dari kelahiran dan kematian. Ba-sa-sa berarti mereka yang mencukur rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah keagamaan telah dekat dengan kebijaksanaan Yang Suci dan kebahagiaan Nirvana. Svaha berarti mereka yang mencukur rambut dan jambangnya dan mengenakan jubah keagamaan dihormati oleh para dewa dan manusia di tiga dunia.’

Ketika rshi telah menjelaskan hal ini, raja bersukacita dan memanggil 84.000 raja-raja kecil. Dia kemudian membangun sebuah kereta dari tujuh permata berharga, menempatkan kulit singa itu, dan memerintahkan untuk menunjukkan itu kepada semuanya dan menghormatinya dengan bunga dan dupa.

Dia membuat sebuah peti mati emas, menaruh kulit itu didalamnya dan menutupnya dengan sebuah stupa. Semua yang melakukan kebajikan ini terlahir kembali diantara para dewa ketika mereka meninggal. “Ananda, karena singa ini membawa pikiran awal kebajikan terhadap pria yang menggunakan jubah keagamaan, dia terlahir sebagai raja cakravartin selama ratusan ribu kalpa. Karena dia memberikan kebahagiaan kepada semua makhluk dan melakukan perbuatan bajik, dia menjadi seorang Buddha. Engkau jangan berpikir bahwa singa itu adalah orang lain. Saya adalah singa itu. Raja yang menghormati kulit singa itu, dilahirkan sebagai pemimpin para dewa dan manusia selama 10 kalapa lamanya dan yang berbuat kebajikan sempurna sekarang adalah Bodhisattva Maitreya.

Sariputra adalah rshi itu. Pemburu yang membunuh singa itu adalah Devadatta.” Ketika Buddha telah berkata demikian, kumpulan besar sangat berbahagia dan berkata: “Bhagava, dikarenakan tidak mengerti kebajikan besar Buddha, kami melakukan perbutaan jahat, bahkan dihadapanmu. Tetapi kami menyesal dan mengakui perbuatan jahat ini.” Dengan penuh welas asih, Buddha kemudian mengajarkan Empat Kebenaran sesuai dengan kekuatan penyebab masing-masing bhiksu. Beberapa menjadi Pemenang Arus, beberapa Sekali Kembali Lagi, beberapa Tidak Pernah Kembali, beberapa menjadi arahat. Beberapa membawa pikiran awal pencerahan sempurna. Kemudian Ananda dan empat kelas pendengar berkeyakinan pada perkataan Buddha dan bersukacita.


Sumber: Sutra of the Wise and the Foolish [mdo mdzangs blun] atau Ocean of Narratives [uliger-un dalai] / penerbit: Library of Tibetan Works & Archieves / Alih Bahasa Mongolia ke Inggris: Stanley Frye / Alih Bahasa Inggris ke Indonesia: Heni [Mhsi Universitas Indonesia] / Editor:Junaidi -Kadam Choeling Bandung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar