DUKKHA DAN DOMANASSA
(PENDERITAAN
JASMANI DAN BATIN)
Penderitaan secara jasmani disebut dukkha dan penderitaaan
secara batin disebut domanassa.
Setiap orang merasakan akibat ketidaksenangan mencari
penghasilan, dan kesulitan lain yang berkenaan dengannya. Akibat-akibat
tersebut menyebabkan penderitaan jasmani atau keletihan. Di dunia ini banyak
orang yang mengeluh.” oh, dukkha, dukkha!.” ketika mereka mengalamai
penderitaan jasmani. Namun demikian, adalah memungkinkan untuk terhindar dari
penderitaan batin, sementara sedang mengalami penderitaan jasmani. Sebagai
contoh, dalam kehidupan Bodhisatta yang tak terhitung banyaknya dalam rangka
menyempurnakan parami-nya, Bodhisatta juga merasakan penderitaan jasmani,
contohnya adalah Bodhisatta Mahosaddha dan Vessantara. Namun dia punya tekad
untuk membebaskan semua makhluk dari samsara. Dengan belas kasih dan ketetapan
hati yang luar biasa untuk mencapai pencerahan, dia telah terbebas dari
penderitaan batin.
Penderitaan batin seperti kekhawatiran, depresi, kecewa, dan
putus asa secara kolektif disebut domanassa. Ini adalah suatu penyakit yang
membebani pikiran. Seseorang akan bereaksi seperti ini, “ Oh, tolong jangan
membicarakan dia, aku tidak mau mendengarnya lagi! itu hanya membuatku sakit
saja.” penderitaan seperti itu secara umum dianggap penderitaan batin, baik itu
disertai atau tidak disertai oleh penderitaan jasmani. Di dunia ini banyak
orang yang mengalami penderitaan batin, meskipun kekayaan dan kemakmuran mereka
berlimpah ruah. hal ini menunjukkan kebenaran tentang penderitaan yang
diajarkan Buddha dalam Dhammacakkapavatthana Sutta yang menyebutkan “ “ Yang
picchang na labhati, tampi dukkhang.”- Penderitaan timbul karena tidak
mendapatkan apa yang diinginkan dan juga tidak menginginkan apa yang telah
didapatkan. Sebenarnya penderitaan batin ini lebih hebat, lebih keras daripada
penderitaan jasmani. Karenanya, bahkan seseorang yang hidup dalam kemewahan
tidak mampu memikul beban penderitaan batin. Dia akan meninggalkan rumahnya
yang mewah dan harta bendanya, lalu pindah ke sebuah gubuk kecil untuk hidup
bahagia bersama dengan orang yang dicintainya. Dia dapat menanggung kemiskinan
fisik, tetapi tidak dapat menanggung sakitnya penderitaan batin, yaitu berpisah
dengan orang yang dicintainya.
Tentu saja ada banyak cara untuk menanggulangi kesedihan,
depresi, kekhawatiran, serta kekecewaan dalam hidup dan selalu dalam keadaan
bahagia. Namun bisa dipastikan bahwa cara-cara menyesuaiakan diri dengan
perubahan situasi tidaklah mudah diikuti bagi mereka yang kurang begitu
bijaksana. Singkatnya, seseorang harus memandang jauh dan menyusun rencana masa
depan. Seseorang juga harus rajin dan giat dalam menjalankan rencananya. Jika
masih saja terjadi kegagalan dan kekecewaan meskipun segala usaha sudah dilakukan,
kita seharusnya tidak putus asa. Ini adalah karena dampak kamma buruk yang
telah kita lakukan sebelumnya. Coba lagi dengan lebih giat, jika seseorang
benar-benar berjuang keras, dia bahkan bisa menjadi sosok yang Tercerahkan
Sempurna. Adalah penting bahwasanya seseorang harus mengembangkan keteguhan
hati dan tetap tenang tenteram dalam menghadapi naik-turunnya kehidupan yang
disebut lokadhamma, yang ada delapan :
1. Labha = untung
2. Alabha = rugi
3. Yasa = tenar
4. Ayasa = tidak
tenar
5. Ninda = dicela
6. Pasamsa = dipuji
(Pasangsa)
7. Sukha = bahagia
8. Dukkha = menderita
Inilah empat keadaan baik dan emapt keadaan buruk yang selalu
hadir dalam kehidupan. Ketika Anda bertemu dengan empat keadaan baik, Anda
tidak boleh merasa terbumbung dan sombong. Sebaliknya ketika Anda menghadapi
empat keadaan buruk, tidak semestinya Anda menjadi tertekan. Jika Anda merasa
terbumbung atau tertekan, Anda akan terlempar ke dalam badai lautan duniawi. Mereka
yang secara emosional tidak stabil dan mudah terbawa dari keadaan terbumbung ke
suatu keadaan tertekan adalah korban domanassa. Mereka yang ingin mendapatkan
kedamaian batin dalam naik-turunnya kehidupan harus berpikiran ajek (tidak
mudah berubah).
Labha
dan Alabha
Setiap orang haruslah jujur dalam bermata pencaharian dan
bekerja dengan cara-cara yang sah. Dengan demikian, seseorang bisa mengumpulkan
kekayaan, namun seyogiyanya tidak menyebabkan pembesaran ego atau kesombongan.
Sebaliknya sementara berusaha mencari penghasilan, sebagian orang mengalami
kerugian materi dan malah menjadi makin miskin. Dalam keadaan seperti itu
seseorang tidak perlu terus meratap, sebaliknya malah harus tetap tenang dan
sabar. Harus dimengerti bahwa seorang raja sekalipun bisa kehilangan kekuasaan
dan tahtanya, membuat negaranya jatuh. Oleh karena itu, orang harus membangun
keuletan untuk tetap tenang dan sabar di bawah tekanan pergantian keadaan
hidup.
Yasa
dan Ayasa
Para guru, pemimpin, dan orang-orang besar biasanya memiliki
sekumpulan pengikut. Seperti sebuah pagar melindungi bangunan yang
dibentenginya, begitu pula para pengikut biasanya melindungi dan memberikan
pelayanan kepada pemimpin mereka. Sebaliknya, pemimpin harus memberikan imbal
balik kepada pengikutnya. Kemurahan hati membawa sejumlah pengikut; dan mereka
harus diperlakukan secara terhormat. Seorang pemimpin harus mempunyai niat baik
untuk meningkatkan kesejahteraan pengikutnya. Bahkan pelayan dan pekerja kasar
pun harus diperlakukan sebagai mitra kerja dan teman. Akibatnya mereka akan
memberikan perlindungan penuh dan pelayanan yang baik. Jika, kendatipun sudah
dengan niat baik seseorang mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada pengikut,
tidak ada yang harus dikhawatirkan. Sebaliknya, jika seseorang dikelilingi oleh
banyak pengikut, dia tidak sepatutnya merasa sombong dan congkak.
Ketenaran adalah sebuah modal, bukan hanya pada satu
kehidupan ini saja, tetapi juga dalam kehidupan-kehidupan yang akan datang.
Tugas besar dan mulia hanya bisa dilakukan oleh orang-orang besar dan
berkualitas. Pepatah mengatakan : “ Gunavante passantijana- seseorang dilihat
karena pangkat dan statusnya.”. Setiap orang harus mengembangkan kebijaksanaan,
kecerdasan, dan ketekunan untuk mencapai kemasyhuran. Orang tidak boleh sombong
dengan ketenarannya; sebaliknya jangan merasa tertekan karena tidak tenar.
Ninda
dan Pasamsa
Prang yang iri,dengki, dan suka mencari kesalahan orang lain
banyak dimana-mana. Dalam hidup ini, sangatlah sulit mendapatkan pujian dan
sangatlah mudah mendapatkan celaan. Meskipun demikian, seseorang harus mencoba
untuk hidup dengan benar dengan jalan perhatian murni. Tak seorang pun bebas
dari celaan. Bahkan sapi citaan Sakka, Raja para Deva, disaa lahkan karena
kotorannya. Ada pepatah mengatakan :” Kebencian hanya melihat kesalahan; cinta
hanya melihat pujian ; suka menumbuhkan kepercayaan.” Dalam hidup ini, nia
buruk tumbuh subur dan pencari kesalahan begitu berlimpah.
Mereka yang selalu melihat kesalahan orang lain harus
bercermin, “Apakah kita bebas dari kesalahan? Apakah kita tak bernoda?”. Tak
seorang pun yang suci seperti Bodhisatta Mahosaddha, Raja Vessantara, Bhikkhu
Kassapa, Bhikkhu Sariputta, Bhikkhu Ananda, atau seperti empat teladan kaum
wanita : Amara, kinnari, Maddi, dan Sambula.
Di sebuah desa, seorang bocah berkata kepada ayahnya, “
A....A….Ayah! Te…te…tangga ki…kita…ga..ga…gap.” Dia mungkin tidak sadar bahwa
dia sendiri juga gagap.
Mereka yang selalu mencari kesalahan orang lain menutupi
kesalahan dan menyembunyikan kekurangannya sendiri. Munafik, mencuri tetapi
berpura-pura tidak berdosa, seperti seekor kucing licik.
Kadang-kadang, karena iri dan dengki, seseorang menyalahkan
orang lain, tetapi biasanya mereka sebenarnya menginginkan sesuatu yang mereka
irikan. Sebagai contoh orang-orang menggunjingkan seorang gadis ketika ada
pemuda yang sering mengunjungi gadis itu, tetapi para penggosip itu sebenarnya
juga menginginkan pemuda tersebut datang mengunjungi mereka.
Begitu liku-liku kehidupan, adalah lumrah kita menghadapi
delapan perubahan kehidupan yang telah disebutkan.Seorang korban fitnah mungkin
tidak sesalah kritik yang dikenakan padanya. Kadangkala persoalan kecil terlalu
dibesar-besarkan. Jadi, lebih baik menilai kesalahan sendiri di bawah terang
ottappa (takut akan akibat berbuat buruk) dan hiri (malu untuk berbuat buruk).
Mereka yang takut akan hantu tidak berani pergi ke tempat
gelap; menyangka tunggul sebatang pohon sebagai hantu, mereka berteriak, “
Hantu ! Hantu !” karena pikiran mereka terus memelihara ketakutan akan hantu,
mereka membayangkan bahwa hantu mengejar mereka.
Sebagian orang terlalu banyak menerima celaan sehingga hidup
mereka dikuasai ketakutan. Dalam Samyutta Nikaya, Buddha berkata, “ orang yang
terlalu terkuasai oleh rasa takut akan kritik adalah seperti seekor rusa yang
kaget dan kabur diam-diam; dia selalu jerih, kecut, dan tak bernyali.” orang
yang terlalu dikuasai ketakutan tidak akan mendapatkan apa-apa. Mereka hanya
akan mendorong kritik dan pencari kesalahan. Orang takut adalah mangsa empuk
bagi para pencari kesalahan.
Dilain pihak, sebenarnya kritik, komentar, dan kecaman-dengan
suatu cara-adalah tanda-tanda kemasyhuran: tidak ada yang peduli dengan orang
kecil yang tak terkenal. Orang hanya menggubris mereka yang menonjol. ebagai
contoh, pohon yang tertinggi adalah yang paling menjadi sasaran angin besar.
Seperti halnya Anda, semakin melesat tinggi kedudukan anda dalam masyarakat,
semakin banyak pula menghadapi delapan lokadhamma, perubahan duniawi. Oleh
karena itu, Anda harus bersikap seimbang menghadapi keadaan tersebut, ingatlah
bahwa kritik itu bisa jadi adalah tanda-tanda ketenaran dan kesusksesan Anda.
Tanyalah kepada diri Anda sendiri, “Seberapa tabahkah
aku?” Dengan itu Anda akan mampu berdiri
tegap menanggung kecaman yang tidak adil dan salah penilaian dengan
keseimbangan batin. Anda juga harus mencoba untuk menjalankan kehidupan yang
bersih.
Seperti halnya Anda bersikap seimbang terhadap celaan, Anda
harus seimbang pula terhadap pujian. Tidak merasa terbumbung jika dipuji. Anda
harus sadar bahwa manfaat yang dipetik adalah hasil dari kerja yang baik atau
perbuatan baik. Tetaplah memelihara metta (cinta kasih) dan limpahkan jasa
seperti ini :” Semoga mereka mendapatkan penghargaan seperti yang telah saya
dapatkan! Semoga mereka ikut berbahagia dengan pujian yang saya terima.”
Sebagai kesimpulan, dari delapan kondisi duniawi yang telah disebutkan,
empat di antaranya adalah diinginkan dan empat lainnya adalah tidak diinginkan.
Sejak masa yang sangat lama, semua makhluk hidup telah melakukan perbuatan baik
dan buruk dalam kehidupan lampau yang tak terkira banyaknya, mereka semua akan
mendapatkan akibat perbuatan baik dan perbuatan buruk, atau naik dan turun,
dalam kehidupan ini. Situasi yang diinginkan dan yang tidak diinginkan adalah
perubahan yang berkala. Jangan tergoyahkan, cobalah tetap tegar menghadapi naik
dan turunnya keadaan dan arungilah samudra samsara walaupun angin dan badai
menghalang, menuju tepian nibbana yang damai, dimana segala penderitaan
berakhir.
Sebagai contoh, kapten kapal tidak bisa berharap perjalanan
akan selalu tenang dan lancar dalam mengarungi lautan. Mereka akan senantiasa
menghadapi ganasnya lautan, pusaran ombak dan badai, atau gulungan ombak yang
bisa membahayakan kapal mereka. Dalam keadaan seperti ini, seorang kapten yang
terampil menggunakan kepintaran serta ketangkasan untuk mengendalikan kapal
mereka dari laut dan badai yang berbahaya untuk bisa menambatkan jangkar di
pelabuhan yang aman.
Katatta
nanakammanam, itthanitthepi agate,
Yoniso
titthang sandhaya, tareyya naviko yatha.
Akibat
perbuatan baik dan buruk yang dilakukan pada kehidupan-kehidupan sebelumnya ,
kita menghadapi dua situasi, baik itu dikehendaki maupun tidak dikehendaki.
Apa pun itu, kita harus seperti seorang kapten kapal, dengan
percaya diri, semangat dan keterampilan, kita harus menghadapi topan dan badai
serta menanggulangi kesulitan dan bahaya. Kita harus tetap tidak tergoyahkan
oleh delapan kondisi duniawi untuk mengemudikan bahtera kita dan menjatuhkan
sauh di pelabuhan Nibbana.
Renungan :
Adalah lumrah bahwasanya
setiap orang menghadapi delapan kondisi perubahan duniawi. Kita harus mencoba
berlatih keterpusatan batin dan mengembangkan pikiran yang tenang.
Upayasa
(Gusar)
Ketika seseorang kehilangan materi, kehilangan orang yang
dicintai, jatuh atau gagal, muncullah upayasa, kemarahan yang hebat. Marah pada
umumnya mengarah pada kekejaman atau bahkan sampai pembunuhan, sementara itu
upayasa memberikan kegelisahan dan kegusaran yang luar biasa. Nyala keresahan
dan kemarahan bisa mendidihkan darah yang mengalir dalam tubuh. Jadi seseorang
yang naik pitam bisa jatuh, histeris, atau bahkan kehilangan kesadaran.
Saat kematian orang yang dicintai, seseorang berderai
airmata, Ini adalah parideva. Ketika parideva meningkat, ia tidak akan bisa
menangis lagi; ia kan histeris dan jatuh pingsan. Namun upayasa bahkan lebih
berat daripada parideva. Keresahan (soka) adalah sepeti minyak panas di
penggorengan. Parideva adalah seperti minyak mendidih dipenggorengan. upayasa
adalah seperti minyak terbakar dan menguap tanpa sisa.
Upayasa berdampak pada orang yang lemah pikirannya dan mereka
yang terlalu bergantung kepada orang lain. kaum wanita lebih cenderung
menderita karena upayasa. Pikiran dan fisik wanita tidak sekuat pria dan sering
cenderung bergantung pada orang lain karena kurangnya kebijaksanaan dan
pengetahuan. Mereka mudah menderita karena soka dan parideva yang dengan
mudahnya menguasai fisik mereka yang lemah dan akhirnya sampai ke tahap
upayasa. Ini akan menyebabkan seseorang pingsan.
Bahkan laki-laki pun, jika keadaan fisik mereka lemah, tidak
bisa bertahan dari keresahan yang berturut-turut. Karenanya kita membutuhkan
makanan bergizi yang cukup agar secara fisik kuat untuk menghadapi penderitaan
yang timbul karena upayasa. Setiap orang harus pertama-tama berjuang untuk
menghentikan soka dan parideva terlebih dahulu, setelah itu mereka akan
terbebas dari upayasa. Metode-metode untuk memadamkan soka dan parideva telah
disebutkan di awal mengenai pemadaman soka dan parideva.
(Sumber Buku : Abhidhamma sehari-hari- Ashin
Janakabhivamsa)
Wah, artikel-artikel bermaanfaat,,
BalasHapussaya suka ini...
Sukhi Hontu _/\_