Selasa, Desember 18, 2012

The Art of Happiness


The Art of Happiness
Oleh : Dalai Lama & Howard C. Cutler


 The Art of Happines : A Handbook for Living adalah hasil kolaborasi antara Howard Cutler, seorang psikiater terkemuka dengan Yang Mulia Dalai Lama. Buku ini merupakan panduan antara pemikiran Dalai Lama tentang berbagai pokok persoalan dengan refleksi pribadi dan ilmiah Cutler terhadap pokok persoalan yang sama.

Sifat dan sumber kebahagiaan

Cutler memulai buku ini dengan keyakinan tertentu yang berlatar belakang ilmiah barat, seperti kebahagiaan merupakan sebuah misteri dan yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah menghindari kesengsaraan. Setelah melewati banyak percakapan, Dalai Lama berhasil meyakinkan Cutler bahwa kebahagiaan bukanlah sebuah kemewahan melainkan tujuan eksistensi kita, bukan hanya itu, bahkan ada sebuah jalan yang menuju ke kebahagiaan. Pertama-tama kita harus menemukan faktor yang membawa kebahagiaan. Kemudian kita harus mengurangi faktor yang menjadi penyebab kesengsaraan dan menumbuhkan faktor yang memicu kebahagiaan.

Hal yang mungkin paling mengejutkan tentang kebahagiaan adalah bahwa pencapaiannya ternyata bersifat “ilmiah” serta membutuhkan disiplin. Sebagaimana diungkapkan oleh Cutler :

Saya menyadari bahwa sejak awal, percakapan kami telah bernuansa klinis, seolah saya sedang menanyakan padanya anatomi tubuh manusia, hanya saja dalam hal ini, anatomi pikiran dan jiwa manusia.

Berikut ini adalah beberapa poin dari buku ini :

Ada beberapa tingkat kebahagiaan. Dalam Buddhisme, ada empat faktor : Kekayaan, kepuasan duniawi, spiritualitas, dan pencerahan. Yang merupakan “totalitas pencarian suatu individu akan kebahagiaan”. Kesehatan yang baik dan sahabat juga merupakan hal penting, tetapi yang paling utama dari semua ini adalah keadaan pikiran kita. Pikiran tidak hanya berperan menciptakan pengalaman hidup kita, tetapi juga sebagai filter saat kita melihat pengalaman hidup tersebut. Tanpa mengendalikan apa yang sedang kita lakukan, ataupun membebaskan diri dari segala peristiwa saat kita menginginkannya. Sumber sejati kebahagiaan adalah kesadaran yang terkendali. Pikiran yang tenang, misalnya atau terlibat dalam pekerjaan yang berarti, dapat membawa kita menuju kebahagiaan.

Sebuah cara yang mendasar untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan menumbuhkan afeksi dan relasi dengan orang lain. Bahkan ketika kita kehilangan segalanya, kita masih memiliki dua hal ini. Dalai Lama mengisahkan bahwa saat ia kehilangan negerinya, ia di sisi lain mendapat dukungan dari seluruh dunia, karena ia memiliki kemampuan bersahabat dengan orang lain dalam waktu yang singkat. Carilah persamaan kita dengan orang lain, maka kita tidak akan pernah kesepian.

Betapa pun kuatnya, emosi dan pikiran negatif tidak berpijak pada kenyataan. Emosi dan pikiran negatif hanyalah distorsi yang membuat kita tidak bisa melihat keadaan yang sesungguhnya. Kita hanya merasa malu dan menyesal setelah lepas kendali dan menyadari keadaan yang sesungguhnya. Saat pikiran kita berada dalam keadaan positif, secara umum kita akan semakin dekat dengan sifat sejati alam semesta dan kita bisa terus seperti itu sepanjang waktu. Seluruh emosi, bila dilatih secara berkala, akan tumbuh dalam ukuran yang wajar. Dalai Lama terus menyarankan agar kita menumbuhkan pikiran positif , seperti kebiasaan baik yang dimulai dari hal kecil, pada akhirnya akan menghasilkan manfaat yang besar.

Keadaan pikiran yang positif tidak hanya baik untuk kita, melainkan juga bermanfaat bagi orang yang berhubungan dengan kita dan mengubah dunia. Betapa pun sulitnya, kurangi keadaan negatif pikiran kita dan tingkatkan keadaan positifnya.

Bertindak “benar” sebagai kebalikan dari bertindak yang “tidak benar” bukan masalah moralitas ataupun agama, melainkan perbedaan mutlak antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Dengan melatih diri, kita dapat mengembangkan sebuah “hati yang baik” yang akan memperkecil kesempatan kita bertindak dalam cara yang tidak produktif.

Jangan keliru membedakan kebahagiaan dengan kesenangan. Kesenangan berkaitan dengan indra dan bisa terlihat seperti kebahagiaan, namun tidak memiliki arti. Kebahagiaan, sebaliknya, memiliki arti dan sering kali dirasakan walaupun dalam kondisi eksternal yang negatif. Kebahagiaan bersifat stabil dan tetap. Kesenangan ibarat bonus dalam kehidupan, tetapi kebahagiaan adalah sebuah keharusan.

Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Tetapkan untuk  menerapkan usaha dan tekad yang sama besarnya seperti saat kita mengejar kesuksesan duniawi untuk mempelajari dan melatih kebahagiaan. Pencarian yang sistematis terhadap sebab dan cara menuju kebahagiaan bisa jadi merupakan salah satu keputusan terpenting dalam hidup kita, seperti memutuskan untuk menikah atau memulai sebuah karier. Bila tidak, kebahagiaan akan datang dan pergi secara kebetulan, dan mudah diserang oleh ketidakbahagiaan. Para murid pencari kebahagiaan akan merasakan pengalaman yang baik untuk kembali ke keadaan positif dengan lebih cepat, atau meningkatkan secara signifikan keadaan mental “normal” mereka ke tingkat lebih tinggi.

Kita harus mencoba untuk tidak mengeluarkan emosi negatif secara terus menerus, terutama kemarahan dan kebencian, dan menggantinya dengan toleransi dan kesabaran. Pemikiran Dalai Lama tentang mengatasi pikiran negatif  dengan cara menukarnya dengan pikiran positif telah disahkan dengan muncul dan suksesnya terapi kognitif, yang membuat orang mengganti cara pikir yang terdistorsi (misalnya, “hidup saya benar benar berantakan”) dengan cara pikir yang lebih akurat (“hidup saya di bagian ini memang tidak bagus, tetapi bagus di banyak bagian yang lain”)

Belas kasih dan relasi

Sifat utama manusia , menurut Dalai Lama, adalah kelembutan. Ilmu pengetahuan dan filsafat sering menggambarkan manusia sebagai sosok yang hanya tertarik pada diri sendiri, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manusia mau perduli terhadap sesamanya bila mereka memiliki kesempatan (misalnya, usaha memberi pertolongan  pada korban bencana alam). Kita bisa mengibaratkan seorang bayi sebagai contoh sempurna umat manusia, yang hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Tetapi bila dilihat dari sudut pandang lain, kita akan melihat kegembiraan yang diberikan si bayi kepada orang-orang di sekitarnya. Bila kita melihat dunia ini bukan sebagai sesuatu yang agresif melainkan pada dasarnya berbelas kasih, mudah saja membuktikannya.

Belas kasih memang bermanfaat. Berbeda dengan rasa sentimentil, belas kasih merupakan dasar komunikasi yang baik dengan orang lain. Dalai Lama mengatakan bahwa hanya dengan sungguh sungguh melihat dan merasakan segala sesuatu dari sudut pandang lain, maka kita akan sungguh terhubung dengan orang lain itu. Belas kasih bukanlah “merasa iba terhadap orang lain” melainkan merasakan kebersamaan, apa yang dirasakan orang lain hari ini mungkin saja akan kita rasakan minggu depan.

Dalai Lama tidak pernah merasa “kesepian”. Penawar rasa sepi adalah bersedia berelasi dengan siapapun. Sebagian orang yang menganggap dirinya kesepian hidup dikelilingi oleh keluarga dan sahabat,tetapi mereka menaruh semua kerinduan mereka pada harapan menemukan “seseorang yang istimewa”. Bukalah mata untuk melihat keanekaragaman manusia, dan rasa sepi akan menjadi masa lalu.

Bedakan antara cinta berdasarkan pamrih dan cinta berdasarkan belas kasih. Seluruh umat manusia ingin berbahagia dan terhindar dari kesengsaraan; jangan mencintai sesama karena Anda ingin dicintai mereka, melainkan mulailah melihat kesamaan kondisi seseorang dan apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kebahagiaan orang itu.

Bila kita gagal menumbuhkan rasa belas kasih atau kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain, kita kehilangan rasa memiliki  terhadap umat manusia yang justru merupakan sumber kehangatan dan inspirasi. Merasakan penderitaan orang lain mungkin bukan sesuatu yang menarik, tetapi tanpanya berarti kita mengisolasi diri dari orang lain. Orang yang kejam tidak pernah bisa merasa tenang, tetapi orang yang berbelas kasih menikmati pikiran yang bebas dan kedamaian.

Kata penutup
Akibat membaca The art of Happines, kita akan bertanya pada diri sendiri: “Bagaimana cara Dalai Lama mengatasi situasi yang ia hadapi?” Sosok manusia yang telah kehilangan negaranya ini tidak menyemburkan hal-hal negatif, melainkan menyebarkan cahaya dalam kehidupan.

Menghadapi pertanyaan-pertanyaan Cutler yang sifatnya menyelidik itu , herannya Dalai Lama sering menjawab  “saya tidak tahu,” terutama untuk kasus individual. Manusia adalah makhluk yang kompleks, katanya, tetapi budaya  Barat selalu mencari sebab dari segala sesuatu yang dapat mengakibatkan agoni bila tidak berhasil menemukan jawabannya. Kita tidak akan memahami mengapa kehidupan berjalan sebagaimana sekarang dalam lingkup waktu kita.

Sudut pandang ini sebagian muncul dari keyakinan Dalai Lama akan reinkarnasi dan karma, namun bisa dipahami di luar dokrin Buddha. Tepatnya, kita tidak sepenuhnya memahami eksistensi kita, maka yang penting adalah bersikap baik terhadap sesama dan menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih baik untuk dihuni. Dengan perintah sederhana ini, kita tahu pasti bahwa kita tidak akan salah langkah.

-oOo-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar