Jumat, Desember 21, 2012

Melepas Tanpa Penilaian


MELEPAS DAN TANPA PENILAIAN
From the Book : Wherever You Go, There You Are
Oleh : Jon Kabat-Zinn


Istilah “melepas” seringkali menjadi klise pada abad ini. Terlalu sering digunakan, disalahgunakan setiap hari. Namun, klise maupun tidak, ada sesuatu yang sangat penting dipelajari dari praktik melepas.

Melepas mempunyai arti harafiah, yaitu mengakhiri kemelekatan terhadap apapun, entah itu ide, materi, peristiwa, waktu tertentu, pendapat, atau keinginan. Memerlukan keteguhan hati untuk melepas dengan cara menerima kekinian seutuhnya. Untuk melepas berarti menyerah tanpa paksaan, perlawanan, atau perjuangan untuk memperoleh sesuatu yang  lebih baik. Hanyalah membiarkan segala sesuatu apa adanya, tidak menginginkan segala sesuatu atau menolak sesuatu. Bebas dari kemelekatan terhadap  keinginan, rasa suka, maupun benci. Ini ibarat membuka telapak tangan Anda untuk melepaskan sesuatu yang Anda genggam.

Bukan hanya kemelekatan terhadap keinginan kita untuk mengalami peristiwa tertentu yang membelenggu kita, bukan pula mengenggam dengan tangan kita. Melainkan menggenggam dengan pikiran kita. Kita membelenggu diri kita sendiri dengan menggenggam pikiran sempit dan harapan yang egois. Melepaskan berarti menjadi tidak mengikuti perasaan suka atau tidak suka, dan lamunan yang menarik kita mendekat pada keduanya. Agar dapat mempraktikannya kita perlu kewaspadaan penuh utnuk membiarkan ketakutan dan ketidaknyamanan bermain tanpa kita sentuh.

Melepas hanya mungkin dilakukan bila kita waspada dan menerima masalah masalah yang kita hadapi, jika kita dapat mengenali bagaimana kita jatuh dalam lamunan, di antara pengamat dan objek yang diamati, yang kemudian membentuk cara pandang kita. Kita dapat lepas dari kemelekatan ini jika kita dapat terus waspada dan mengenali saat pikiran kita mulai mendekati dan melekat atau membenci dan menolak sesuatu demi keuntungan pribadi.

Ketenangan, pemahaman dan kebijaksanaan hanya muncul saat kita benar benar mengamati momen ini, tanpa mencari atau menggenggam atau menolak apapun. Pernyataan ini dapat diuji kebenarannya. Coba saja. Perhatikan diri sendiri, apakah melepas pada saat sebagian diri kita ingin menggenggam  justru akan  semakin membawa kebahagiaan atau kemelekatan.

Tanpa penilaian
Sebagian dari pikiran kita terus mengevaluasi pengalaman kita, membandingkannya dengan pengalaman lain, atau menolaknya karena tidak sesuai dengan harapan dan standar yang kita ciptakan. Biasanya disebabkan oleh ketakutan, takut bahwa saya tidak cukup baik, takut bahwa hal buruk dapat terjadi, takut bahwa hal baik akan berakhir, takut bahwa orang lain akan melukai saya, takut bahwa saya tidak berhasil, takut bahwa hanya saya sendiri yang tidak tau apa apa. Kita cenderung melihat segala hal dari kacamata yang berwarna : apakah  itu baik bagi saya ataukah buruk bagi saya, atau apakah itu tidak bertentangan dengan keyakinan dan filosofi saya. Jika baik, saya suka. Jika buruk, saya tidak suka. Jika netral, saya tidak punya perasaaan tertentu dan mungkin mengabaikannya.

Saat kita diam dalam ketenangan, pikiran yang menilai bisa muncul ibarat suara alam. Saya tidak berhasil…kenapa mesti begini…..Saya tidak berbakat…Saya gagal, titik. Pikiran pikiran semacam ini mendominasi dan membebani pikiran. Ibarat membawa koper yang berisi penuh dengan batu di kepala kita. Rasanya nyaman jika diletakkan. Bayangkan rasanya berhenti menilai dan membiarkan apa adanya, tanpa mencoba untuk memberi label “baik” atau “buruk”. Inilah ketenangan sejati, kebebasan yang sejati.

Membandingkan, menilai dan mengevaluasi adalah sifat alami pikiran. Ketika dia muncul, kita tidak berusaha menghentikan atau mengabaikannya. Semakin kita mencoba untuk menghentikannya justru semakin banyak pikiran yang muncul. Yang perlu dijaga adalah sekedar mengamati apapun yang muncul pada batin dan jasmani, lalu kenali tanpa mengejar atau menolaknya.  Kita memahami bahwa penilaian kita tidak dapat dihindari dan penting untuk membatasi pengalaman yang muncul dalam pikiran kita. Dan kita terus waspada  terhadap kemungkinan untuk terjebak pada menilai penilaian itu sendiri, atau memberi label beberapa penilaian sebagai baik dan beberapa lainnya sebagai buruk.

Saat pikiran mempengaruhi seluruh pengalaman kita, biasanya pikiran kita yang cenderung kurang cermat. Umumnya pikiran  pikiran itu hanyalah opini pribadi, reaksi,  dan prasangka yang berdasarkan pada wawasan sempit dan dipengaruhi oleh keadaan kita dimasa lalu. Semuanya sama saja, jika tidak disadari, maka pikiran kita dapat menghambat kita untuk melihat kekinian dengan jelas. Kita dibelenggu dengan pikiran yang kita anggap sebagi apa yang kita lihat dan rasakan, sehingga memunculkan penilaian kita terhadap semua hal. Hanya dengan mengenali pola baku ini dan mengamati pada saat kemunculannya akan membuat kita dapat memahami dan menerima segala hal tanpa menilai.

Tidak menilai tentu saja bukan berarti bahwa kita bersikap acuh tak acuh dalam masyarakat atau menganggap apa yang dilakukan semua orang itu baik. Tidak menilai berarti kita bisa bertindak dengan arah yang lebih jelas di dalam hidup, lebih seimbang, lebih efektif, lebih bermoral dalam kegiatan harian kita, jika kita tahu bahwa kita secara tidak sadar  dapat terbawa arus suka dan tidak suka yang mengasingkan kita dari dunia dan dari kemurnian kita sebagai manusia. Rasa suka atau tidak suka dapat menetap dalam pikiran kita, dan tanpa disadari mendominasi seluruh aspek hidup kita. Saat kita dapat menyadari benih keserakahan yang terus mengejar hal hal yang kita sukai dan benih kebencian yang terus menolak hal hal yang tidak kita sukai, betapapun halusnya, maka kita perlu berhenti sejenak dan ingat bahwa  kedua kekuatan itu selalu berada di dalam pikiran kita setiap saat. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa keserakahan dan kebencian mempunyai racun berbahaya yang menghambat kita dari melihat sesuatu apa adanya dan menghambat kita dari menggunakan potensi yang sesungguhnya.

-oOo-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar