Jumat, Desember 21, 2012

Pengaruh Pengendalian Pikiran Dalam Kehidupan


PENGARUH PENGENDALIAN PIKIRAN DALAM KEHIDUPAN
Oleh : Bhikkhu Jotidhammo

“Tak ada sesuatupun yang tidak bermanfaat
seperti halnya pikiran yang tidak terkendali.
Sesungguhnya pikiran yang tak terkendali tidak bermanfaat.
Tak ada sesuatupun yang bermanfaat
seperti halnya pikiran yang terkendali. 
Sesungguhnya pikiran yang terkendali adalah yang bermanfaat.”
                                                         (Anguttara Nikaya I,4)         


A.     PIKIRAN, CORAK MAUPUN SIFATNYA                                                                         
Pikiran merupakan proses psikis yang menurut ajaran Buddha terdiri dari empat hal, yaitu :

1.    Kesadaran
2.    Pencerapan (persepsi)
3.    Perasaan (sensasi)
4.    Bentuk pemikiran (buah pikir)

Proses pertama, kesadaran, adalah bagian pikiran yang menerima objek, tindakan kesadaran tidak membeda-bedakan, atau kognisi.  Bagian ini semata-mata hanyalah mencatat adanya suatu fenomena, menerima suatu masukan, baik fisik maupun mental.  Kesadaran mencatat data mentah dari pengalaman, tanpa menempelkan label penamaan apapun, tanpa memberikan penilaian.

Proses psikis kedua adaalah pencerapan (persepsi), tindakan mengenal.  Bagian pikiran ini menunjukkan apapun yang telah dicatat oleh kesadaran. Pencerapan ini membeda-bedakan, melabeli, dan mengelompok-ngelompokkan data mentah yang masuk.

Bagian pikiran yang ketiga adalah perasaan (sensasi). Sebenarnya segera setelah suatu objek diterima, sensasi muncul, suatu tanda bahwa sesuatu sedang terjadi. Selama masukan ini tidak dievaluasi, sensasi tetap netral. Tetapi segera setelah suatu nilai dikaitkan pada data yang masuk itu, maka sensasi berubah menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan, tergantung pada evaluasi yang diberikan.

Bila sensasinya menyenangkan, timbul keinginan untuk menahan dan menguatkan pengalaman itu. Bila sensasinya tidak menyenangkan, timbul keinginan untuk menghentikannya, untuk mengusirnya. Bentuk pemikiran bereaksi dengan suka atau tidak suka.

Sebagai contoh bila telinga berfungsi normal dan orang mendengar suara, kognisi bekerja.  Bila suara itu dikenali sebagai kata-kata dengan pengertian, berarti persepsi itu sudah mulai berfungsi. Kemudian, sensasilah yang bermain. Jika kata-kata itu berupa pujian, timbul sensasi yang menyenangkan. Jika kata-kata itu berupa caci-maki, timbul sensasi yang tidak menyenangkan. Segera bentuk pemikiran berperan, jika sensasinya menyenangkan, orang mulai menyukainya, dan menginginkan lebih banyak kata-kata pujian lagi. Bila sensasinya tidak menyenangkan, orang mulai tidak menyukainya, dan menginginkan caci-maki itu berhenti. Langkah-langkah yang sama terjadi bila suatu indria yang mana pun menerima suatu objek.

Empat proses mental ini berlangsung cepat sekali. Sang Buddha meyatakan tidak ada suatu fenomena apapun yang datang dan pergi begitu cepat secepat pikiran. Tidak mudah menunjukan bagaimana cepatnya pikiran yang datang dan pergi. Setiap saat indria mengalami kontak dangan objeknya, maka empat proses mental ini terjadi dengan kecepatan seperti sinar dan terus-menerus berulang sementara kontak berlanjut. Begitu cepatnya proses ini, sehingga orang tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Bila suatu reaksi tertentu sudah lama berulang-ulang terus dan sudah menjadi bentuk yang nyata, maka baru pada saat itulah pada tingkat sadar terbentuk pengertian akan hal itu.

Menurut kajian ilmu psikologi, kegiatan berpikir dapat digolongkan sebagai berikut :

1.    Berpikir Asosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya,  jadi ide-ide timbul secara bebas. Jenis-jenis berpikir asosiatif antara lain adalah:

  1. Asosiasi Bebas.
Suatu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya ide tentang restoran, atau dapur, atau nasi, atau anak yang belum sempat diberi makan, atau apa saja.

  1. Asosiasi Terkontrol. 
Suatu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu.  Misalnya, ide tentang "membeli mobil", akan merangsang ide-ide lain tentang harganya, atau pajaknya, atau pemeliharaannya, atau mereknya, atau modelnya, tetapi tidak merangsang ide tentang hal-hal lain diluar itu seperti peraturan lalu-lintas dan lain-lain.

  1. Melamun.
Mengkhayal bebas, sebebas-bebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realitis.

  1. Berpikir Artistik. 
Proses berpikir yang sangat subyektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Ini sering dilakukan oleh para seniman dalam menciptakan karya seninya.

2.    Berpikir Terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan kepada sesuatu, biasanya diarahkan kepada pemecahan persoalan. Dua macam berpikir terarah, yaitu:

a.   Berpikir Kritis.
Membuat keputusan atau pemilihan terhadap suatu keadaan.

b.  Berpikir Kreatif.
Berpikir untuk menemukan hubungan-hubungan baru antara berbagai hal, menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik baru, dan sebagainya.

Meskipun begitu cepat berlangsungnya proses pikiran itu, bukan berarti ia begitu saja datang dan pergi, sebab ternyata berbagai kegiatan berpikir tersebut mengkondisikan terjadinya tindakan dan ucapan.

Dalam Kitab Dhammapada Syair 2, Sang Buddha mengatakan bahwa pikiran mendahului segala keadaan, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembuat. Jika seseorang berbicara atau melakukan suatu tindakan dengan pikiran baik, maka kebahagiaan akan menyertainya, bagaikan bayang-bayang yang tidak pernah terpisah dengan bendanya.

Oleh karena itu ditinjau dari segi kemanfaatannya, pikiran merupakan pemimpin kehidupan, penggerak kehidupan, keberadaan segala kualitas yang baik maupun yang buruk dalam kehidupan ini disebabkan oleh pikiran.

Pada berbagai kesempatan, Sang Buddha mengarakan pikiran itu ibarat ikan yang baru dikeluarkan dari air, lalu ditaruk di tanah, ia menggelepar-gelepar. Pikiran itu sungguh tidak tetap, berubah-ubah, sukar dikendalikan, sulit dijaga, bergerak cepat, mengembara sesukanya. Oleh karena itu sangat mudah pikiran dikuasai oleh nafsu-nafsu keinginan dan kemelekatan.

B.     APA PENYEBAB PIKIRAN SUKAR DIKENDALIKAN ?
Pada dasarnya pikiran itu bersih dan terang, tetapi ia dikotori oleh rangsangan-rangsangan indria dan kekotoran batin pada saat adanya kontak antara pikiran dengan objek-objek pikiran dari luar.

Objek-objek pikiran akan melewati enam indria manusia, mata, telinga, hidung, lidah, kulit, dan otak. Mata akan menerima objek mata yang berupa berbagai bentuk benda, huruf, warna dan lain-lain objek mata, demikian pula indria yang lain masing-masing mempunyai objek tersendiri.

Objek-objek pikiran dari luar sesungguhnya bersifat netral, ia tidak dapat dikatakan baik pun juga buruk. Tetapi banyak orang sering menyalahkan atau menjelekkan objek-objek pikiran dari luar yang mereka terima, sebab objek-objek itu menjadikan pikirannya jelek.  Meskipun seandainya objek pikiran itu jelek, tetapi objek pikiran yang masih berada di luar pikiran kita kiranya tidak dapat disamakan dengan objek pikiran yang telah berada di dalam pikiran kita.  Objek pikiran yang telah berada di dalam pikiran kita telah berubah bukan lagi sebagai objek, tetapi telah menjadi pikiran kita sendiri (subjek). Bisa jadi sesuatu yang jelek di luar diri kita akan tetap jelek berada di dalam, karena orang memilliki kebodohan batin (Moha).

Kebodohan batin akan menarik-serta keserakahan (Lobha) dan kebencian (Dosa).  Terhadap objek-objek pikiran yang menyenangkan dan menarik hati timbul reaksi pikiran yang suka serta ingin mendekatinya, menikmati lagi bahkan terus-menerus, itulah ujud pikiran yang dikuaksai oleh keserakahan.  Sedangkan terhadap objek-objek pikiran yang tidak menyenangkan dan tidak menarik hati akan menimbulkan reaksi pikiran yang tidak suka serta ingin menjauhinya, menolak bahkan memusnahkannya, itulah ujud pikiran yang dikuasai oleh kebencian.

Mahatma Gandhi (1869-1948) berpandangan memang perlu keserakahan dan kenyamanan materi/fisik pada tingkat tertentu, namun jika melebihi tingkat itu ia bahkan menjadi hambatan dan bukan lagi sebagai penunjang.

Hambatan tersebut tidak lain berwujud nafsu keinginan untuk mengejar kenikmatan terus menerus, sehingga akhirnya pikiran sukar dikendalikan.

C.  PIKIRAN TERKENDALI
Pengendalian pikiran bukanlah merupakan penekanan ataupun penindasan pikiran, sebab pikiran yang  tertekan ataupun tertindas akan menimbulkan dampak yang tidak sehat.  Pengendalian pikiran tidak sama dengan penghambatan perkembangan pikiran, justru perkembangan pikiran tidak boleh sama sekali untuk dihalang-halangi. Jadi pengendalian pikiran merupakan pengarahan pikiran kepada hal-hal yang positif. Pikiran diharapkan berkembang pada alur yang positif. Alur pikiran positif itu adalah pikiran yang berada pada jalan kebenaran Dhamma.

Berbeda dengan alur pikiran negatif, yaitu pikiran berada pada jalan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran Dhamma, pikiran positif akan membuat suasana pikiran itu sendiri selaras, serasi dan seimabang dengan prinsip-prinsip hidup kemanusiaan yang universal. Prinsip hidup ini akan membuat menausia mampu memahami esensi kehidupan, yaitu ketidak-puasan dan ketidak-sempurnaan yang terdapat pada setiap fenomena/gejala hidup ini. Esensi ketidak-puasan dan ketidak-sempurnaan bukannya menjadikan manusia tak berdaya, tetapi justru hal itu hendaknya mengkondisikan umat manusia untuk berupaya. Sesungguhnya setiap gerak hidup umat manusia diarahkan untuk mengatasi ketimpangan-ketimpangan tersebut di atas. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya berjuang untuk mengatasi kesulitan-kesuliatan hidup yang sangat mungkin terjadi apabila pikiran tak terkendali.

Sang Buddha mengatakan tidak ada musuh dapat mencelakakan seseorang sampai separah yang disebabkan oleh pikiran-pikiran sendiri yang jahat, kejam, membenci, iri hati dan lain sebagainya.

Pikiran manusia sangat mempengaruhi badan jasmaninya. Jika pikiran dibiarkan berfungsi tidak benar, maka pikiran tersebut dapat mengakibatkan bencana, atau bahkan dapat membunuh makhluk hidup; namun ia juga dapat menyelamatkan tubuh yang sakit dan sangat besar kegunaan yang dihasilkannya bila pikiran dipusatkan pada hal-hal yang benar, disertai dengan usaha benar, dan penuh pengertian.

Mahatma Gandhi menyatakan seluruh kekuatan sejati dapat diperoleh dengan menyimpan dan mengaluskan vitalitas yang tersedia untuk berkembang. Vitalitas ini terus menerus, bahka sering secara tidak sadar, dihamburkan dengan pikiran jahat, atau yang bertele-tele dan melantur, secara tidak teratur atau tidak dikehendaki. Karena pikiran merupakan urat akar dari segala ucapan dan tindakan, nilai serta mutu ucapan dan tindakan itu akan sesuai dengan pikiran kita. Oleh karena itu pikiran yang terkendali secara baik merupakan kekuatan yang terama ampu dan akan tertampak menjadi tindakan.

Peradaban manusia dalam makna kata yang sebenarnya, bukanlah sesuatu yang menghendaki dilipatgandakannya segala kebutuhan, melainkan menghendaki pembatasan segala kebutuhan dengan sengaja dan suka-rela. Hanya dengan cara demikian akan dapat dibina kebahagiaan dan kepuasan sejati yang akan dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mengabdi, demikian pendapat Mahatma Gandhi.

D.  BAGAIMANA CARA MENGENDALIKAN PIKIRAN ?
Mahatma Gandhi mengatakan manusia tidak dapat mengendalikan pikirannya semat-mata hanya dengan menulis, membaca ataupun melakukan percakapan-percakapan sepanjang hari.  Lebih lanjut Gandhi juga mengatakan pikiran itu selalu bekeliaran, jangan biarkan indria turut berkeliaran dengannya.  Indria yang berkeliaran bersama dengan pikiran yang mengikutinya akan mengakibatkan seseorang mengalami kekacauan. Tetapi indria yang terjaga suatu saat akan menjadikan pikiran terkendali.

Menurut Sang Buddha, pengendalian pikiran dapat dilakukan dengan meningkatkan perhatian (Sati) dan pengertian (Sampajanna). Atapi Sampajanno Satima, perhatian dan pengertian adalah dua unsur penting yang perlu diberlakukan secara bersamaan pada saat seseorang menerima suatu objek ataupun sensasi pikiran yang sada.

Sang Buddha menyatakan dalam Sabbasavasanvara Sutta, Majjhima Nikaya, apabila seseorang memiliki perhatian/ kewaspadaan, maka segala jenis pikiran jahat yang belum muncul niscaya tidak akan muncul dan yang sudah muncul akan dapat dilenyapkan.

Dalam Vitakkasanthana Sutta, Majjhima Nikaya; Sang Buddha menjelaskan lima cara untuk mengendalikan pikiran dengan benar, yaitu:

1.   Apabila timbul pikiran jahat (keserakahan, kebencian, atau/dan kebodohan batin) pada saat memperhatikan suatu objek tersebut dengan yang lain, yang disertai dengan kebajikan, ini dapat mengusir pikiran jahatnya, dan membuat batinnya menjadi terpusatkan/terkendali, ibarat tukang kayu yang mengganti pasak kasar dengan pasak halus
.
2.   Apabila pikiran jahatnya tetap muncul walau telah mengganti objeknya dengan yang disertai kebajikan, ia hendaknya merenungkan bahaya dari pikiran jahat itu. Ini dapat mengusir..., ibarat pemuda-pemudi yang suka berdandan merasa risih dan jijik terhadap bangkai ular atau binatang lain yang bergantung di lehernya.

3.   Apabila pikiran jahatnya tetap muncul meskipun telah merenungkan bahaya dari pikiran jahat, ia hendaknya tidak mengacuhkan pikiran jahat tersebut.  Ini dapat mengusir ...,  ibarat orang yang memiliki penglihatan yang dapat menutup matanya atau mengalihkan ke arah lain apabila tidak ingin melihat suatu bentuk.

4.   Apabila pikiran jahatnya tetap muncul kendati tidak mengacuhkannya, ia hendaknya memperhatikan dasar dan sebab pikiran (untuk mengetahui sebab kemunculannya). Ini dapat mengusir... , ibarat orang yang berjalan cept, berjalan lambat, berhenti, berdiri, duduk, berbaring, yang menghindari sikap badan yang sulit dan memilih sikap badan yang paling leluasa.

5.   Apabila pikiran jahatnya tetap muncul walau telah memperhatikan dasar dan sebab pikiran muncul, ia hendaknya dengan merapatkan gigi dan menekan lidah ke langir-langit mulut menaklukkan, mengendalikan dan menguasai batinnya. Ini dapat mengusir ..., ibarat orang kuat yang menangkap dan mencekik orang lemah, menaklukkan, mengendalikan dan menguasainya.

Dengan melaksanakan petunjuk tersebut, seseorang dapat disebut ahli dalam bidang yang berkaitan dengan pengendalian pikiran. Ia dapat berpikir sesuai dengan yang diinginkannya dan dapat pula tidak berpikir terhadap sesuatu yangt tidak ingin dipikirkannya.

Na tam mata pita kayira, Anne vapi ca nataka
Samma panihitam cittam, Seyyaso nam tato kare

“Pikiran yang terarahkan secara benar
membuat sesorang menjadi mulia dan memperoleh pahala kemajuan,
melebihi apa yang dapat diberikan oleh ibu, ayah, atau sanak keluarga”.
(Dhammapada 43)

-oOo-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar