Sabtu, Desember 01, 2012

Tertawa adalah Cara Bijak Untuk Mengatasi Fanatisme


TERTAWA ADALAH CARA BIJAK
UNTUK MENGATASI FANATISME


Syahdan ada seorang dewa yang tahu bahwa manusia mempunyai sifat yang aneh, yaitu sangat suka fanatik pada sesuatu yang di anutnya, Lalu membentuk organisasi massa, di lengkapi pakaian seragam dengan tanda pengenal. Awalnya semua berjalan baik baik saja, tetapi kemudian sedikit demi sedikit mulai membuat masalah, misalnya lalu menuliskan namanya besar-besar dalam bendera raksasa, berpawai di jalan-jalan sambil berteriak dan mengibarkan panji-panjinya supaya orang lain yang berbeda pandangan mau ikut bergabung dengannya.
Kemudian dewa itu memutuskan untuk mencoba membuktikan keadaan umat manusia agar bisa menertawakan dirinya sendiri setelah melihat keanehan itu.

Dewa itu menciptakan sebuah topi besar, yang sebelah kiri berwarna merah menyala dan yang sebelah kanan biru cerah. Lalu ia pergi ke suatu jalan di mana banyak orang yang sedang bekerja. Ia memunculkan diri dengan segala kesaktiannya sehingga semua orang takjub melihatnya.

Berbadan besar dan bersinar, mengenakan topi tersebut, ia berjalan menyusuri jalan tersebut, membuat semua orang berhenti untuk memandangnya. Lalu dewa tersebut lenyap begitu saja. Semua orang menjerit: " aku melihat tuhan!!!...... aku melihat tuhan!!!!

Mereka semuanya dipenuhi kegembiraan sehingga seseorang yang ada di sebelah kiri jalan berkata, " Betapa agungnya, Ia datang mengenakan topi merahnya!".

Orang yang ada di sebelah kanan jalan memandangnya dengan heran sambil berkata, " Ia tidak bertopi merah, melainkan biru!".

Perbedaan pendapat itu berlangsung terus sehingga masing-masing pihak membangun tembok dan saling melempar batu ke lawannya.

Lalu dewa itu muncul kembali, tetapi kali ini berjalan berlawanan arah dengan sebelumnya dan kemudian menghilang lagi…

Sekarang semua orang saling memandang dan orang yang ada di sebelah kanan berkata, "Ternyata anda benar. Ia bertopi merah! Kami minta maaf karena sudah salah melihat".

Tetapi orang-orang di sebelah kiri mengatakan, "Tidak....tidak.....kalian yang benar, kami yang salah. Ia bertopi biru".

Saat itu mereka semua bingung, tidak tahu harus bertengkar atau berdamai. Lalu dewa itu muncul kembali, dan kali ini ia berdiri di tengah jalan, berputar ke kiri dan ke kanan jalan...kemudian kembali lenyap!
Dan semua orang pun akhirnya tertawa.

Cerita ini akan meniupkan angin segar bagi masyarakat yang terus menerus digoyang oleh konflik bernuansa agama yang seolah sudah kehabisan akal untuk menyelesaikannya.

( Pema Chodron, kebijakan sejati, Karaniya,1994)

-oOo-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar