( Kisah Hukum Karma )
SEGENGGAM BERAS MILIK NGA NYO
Nga Nyo dan Ba Saing adalah dua
orang pemuda dari sebuah desa yang bernama Chaungyo, yang dihuni kira-kira 400
rumah. Desa ini terletak kurang-lebih 16 kilometer di sebelah Barat-Laut kota
Taungdwingyi, Myanmar. Mereka adalah sepasang sahabat yang mencari nafkah
dengan berjualan daun sirih. Suatu hari, setelah berjualan, dalam perjalanan
pulang ke rumah, Ba Saing kekurangan beras. Maka ia meminjam segenggam/sedikit
beras dari Nga Nyo untuk makan malamnya. Setelah makan malam, mereka
melanjutkan perjalanan pulang ke rumah dengan hati yang riang di bawah sinar rembulan.
Namun malang tidak dapat dihindari, Ba Saing digigit ular berbisa dan meninggal
di tempat. Kejadian ini terjadi antara tahun 1908 – 1918, ketika mereka berdua kira-kira
berumur 20 tahun.
Mungkin karena sedang berpikir
bahwa dia telah meminjam beras pada temannya6 saat akan meninggal,
dia terlahir sebagai ayam jago di rumah Nga Nyo. Setelah besar, Nga Nyo
melatihnya untuk menjadi ayam aduan dan diikutkan ke sebuah kompetisi pertarungan.
Di tiga pertarungan pertama, ayamnya dapat memenangkan pertarungan tersebut;
tetapi di pertarungan ke-4, ia kalah karena mendapatkan lawan yang lebih tua dan
kuat. Nga Nyo yang merasa kecewa dan marah atas kekalahan ayamnya tersebut, dia
pegang kaki ayamnya dan kemudian membantingnya ke tanah. Ayam yang dalam
keadaan sekarat tersebut sesampai di rumahnya, ia lemparkan ke tanah dekat
tempat kendi air.
Mungkin karena merasa simpati,
sapi milik Nga Nyo mencium dan menjilat ayam tersebut. Ayam malang tersebut
kemudian mati dan terkandung dalam rahim sapi tersebut. Setelah
anak sapi itu tumbuh cukup besar,
dibeli oleh teman Nga Nyo seharga 4 Kyat7 untuk diambil dagingnya untuk sebuah pesta
di mana Nga Nyo juga ikut menghadirinya. Ketika mereka sedang berusaha
memotongnya, sepasang suami-istri dari kota Taungdwingyi, juru-tulis dan
istrinya kebetulan berada di sana dan merasa tidak tega melihatnya. Istrinya mengungkapkan
simpatinya dengan berkata, “Jika seandainya itu adalah sapiku, saya tidak akan
melakukan kekejaman padanya; bahkan jika ia meninggal secara alami pun, saya tidak
akan tega memakan dagingnya, saya akan menguburkannya.”
_______________
6 Salah satu dari 3 objek
yang muncul karena kekuatan kamma saat seseorang akan meninggal.
Kamma-objek: teringat tentang
perbuatan yang pernah dilakukannya. Kamma-nimitta: melihat objek yang
berhubungan dengan perbuatan yang dilakukannya. Gati-nimitta: melihat sesuatu
yang berhubungan dengan tempat di mana dia akan terlahir.
7 Satuan mata uang
Myanmar.
Setelah selang beberapa waktu,
istri juru-tulis tersebut melahirkan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki
tersebut tidak mau bicara sampai berumur 7 tahun. Suatu saat ayahnya berkata
pada anaknya, “Anakku, tolong katakan sesuatu dan bicaralah pada kami. Hari ini
ayah gajian, ayah akan membeli dan membawakan beberapa baju bagus untukmu.”
Dia menepati janjinya, dan
setelah membawakan baju-baju tersebut ke anaknya ia berkata, “Anakku, ini beberapa
baju bagus untukmu, tolong bicaralah pada kami.”
Kemudian anak itu berkata,
“Segenggam beras Nga Nyo.”
Ayahnya memberitahu, “Anakku,
katakanlah pada kami, jangankan hanya segenggam, satu karung pun ayah akan ganti.”
Sang anak berkata kembali, “Bila demikian,
taruh satu karung beras di gerobak, kita akan pergi ke sana untuk menyelesaikan
hutangku.”
Ayahnya kemudian bertanya, “Ke mana
kita akan pergi?”
Anak tersebut kemudian meminta
ayahnya untuk mengemudikan kendaraannya ke arah Barat-Laut kota Taungdwingyi
dan akhirnya mereka sampai di desa Chaungyo. Begitu mereka akan sampai di desa
tersebut anaknya berkata, “Itu dia, itu desanya.” Sang anak pun terus
mengarahkan ayahnya untuk melalui jalan-jalan desa dan akhirnya mereka tiba di
rumah Nga Nyo.
Setelah mereka tiba, sang ayah
pun mencari tahu jika rumah tersebut adalah benar rumahnya Nga Nyo. Pak Nga Nyo
sendiri yang keluar dari rumah dan mengatakan bahwa
memang benar ini adalah rumah
miliknya. Begitu sang anak melihat Pak Nga Nyo keluar
dan berjalan ke arah mereka, dia
berteriak, “Hey Nga Nyo, apakah kau masih ingat aku?”
Pak Nga Nyo pun merasa
tersinggung karena dipanggil namanya langsung oleh seorang
anak kecil yang seumuran anaknya.
Mengetahui situasi yang tidak baik ini, sang juru-tulis
berkata, “Tolong jangan merasa
tersinggung Pak Nyo, anakku ini sedang berada dalam
keadaan yang aneh.”
Setelah berada di dalam rumah,
sang anak langsung menegur Pak Nyo kembali, “Nga Nyo, jadi kau sudah tidak
ingat padaku? Dahulu kita bersahabat, kita berjualan sirih dengan berkeliling
kampung. Suatu hari saya kekurangan beras dan meminjam segenggam beras darimu.
Kemudian saya digigit ular dan meninggal sebelum sempat mengembalikannya
padamu. Lalu saya terlahir menjadi seekor ayam jago di rumahmu. Setelah memenangkan
tiga pertarungan, saya kalah dipertarungan yang keempat karena lawanku ternyata
lebih kuat. Karena marah akan kekalahan tersebut, kamu membantingku hingga
sekarat. Dalam keadaan setengah-mati, sesampainya di rumah, kau melemparkanku
ke tanah dekat kendi air dan kemudian sapimu datang menciumku. Saya pun
terkandung dalam rahimnya dan terlahir sebagai anak sapi. Setelah tumbuh
menjadi sapi muda, kau dan teman-temanmu membunuh dan memakanku. Saat itu
seorang juru-tulis dan istrinya yang sekarang menjadi orang tuaku, datang dan mengungkapkan
simpatinya. Setelah meninggal, saya terlahir kembali sebagai seorang laki-laki
pada ayah dan ibuku saat ini. Sekarang saya datang untuk mengganti segenggam beras
yang kupinjam darimu.”
Mendengar semua kejadian yang
dikatakan anak tersebut yang memang benar adanya, Pak Nyo pun menangis dan
merasa sangat menyesal atas semua tindakan kejam yang telah dilakukannya kepada
sahabatnya tersebut.
Moral cerita:
Pada cerita ini kekuatan Karma
apa yang menyebabkan anak tersebut terlahir menjadi ayam, sapi, dan akhirnya
menjadi manusia kembali, tidak dijelaskan seperti tiga cerita sebelumnya.
Tetapi bila ditinjau dari hukum sebab akibat yang lainnya yaitu 12 faktor yang
saling bergantungan sebagai hubungan sebab dan akibat (Paṭicca-Samuppāda), hal ini menjadi
jelas.
Dalam cerita ini, sangatlah jelas
keinginan anak tersebut untuk membayar hutang beras yang dipinjamnya. Keinginan
ini adalah kerinduan/pendambaan terhadap sesuatu (taṇhā). Bila ada taṇhā
maka keinginan yang lebih kuat pun terjadi atau biasa dikatakan sebagai
pencengkeraman (upādāna). Bila pencengkeraman terjadi, maka penjadian (bhava) muncul.
Bila penjadian terjadi, maka akan timbul kelahiran (jāti).
Karma berada di bhava. Di sini
bhava terbagi menjadi 2, yaitu Kammabhava dan upapattibhava. Kammabhava inilah
Karma. Karena ada keinginan (taṇhā),
maka Karma pasti terjadi, dan Karma inilah yang akhirnya membuat si anak
tersebut terlahir kembali.
Dalam Ajaran Buddha untuk dapat
mempunyai pemahaman yang baik tentang hukum sebab akibat, anda harus memahami
tiga hal yaitu: Hukum Karma, Paṭicca-Samuppāda,
dan Paṭṭhāna (24 macan
pengkondisian).
Jadi dengan penjelasan di atas,
maka dapat di lihat di sini bahwa kekuatan Karma anak tersebutlah yang
membawanya terlahir menjadi ayam, sapi, dan akhirnya menjadi manusia kembali.
Hal ini seperti dalam kisah calon bhante Ānanda yang terlahir menjadi kambing,
monyet, dan lembu jantan karena kekuatan Karmanya.
__________________
Cerita ini berjudul “NGA NYO’S
SMALL MEASURE OF RICE,” diambil dari buku Dhammacakkapavatthana Sutta karangan
Mahāsi Sayādaw, halaman 245 (buku elektronik dari www.Buddhanet.net),
diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh U Ko Lay, diterbitkan oleh SukhiHotu
Dhamma Publication, Malaysia.
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar