Selasa, Desember 18, 2012

Penderitaan Akibat Kemelekatan


Penderitaan Akibat Kemelekatan
Oleh : Thubten Chodron


Apakah Anda pernah mengenal orang yang sepenuhnya puas dengan apa yang dia miliki? Sebagian besar orang tidak merasa puas: mereka menginginkan lebih banyak uang, berlibur ke tempat yang lebih baik, membeli lebih banyak barang untuk rumahnya, dan memiliki lebih banyak pakaian menarik. Beberapa orang merasa menderita karena tidak mampu membeli apa yang diinginkan, atau bahkan jika mereka telah memilikinya, mereka akan merasa khawatir untuk membayar tagihan pada akhir bulan. Mereka melekat pada harta bendanya dan merasa sedih saat hadiah yang berharga hilang atau benda kesayangannya rusak.

Perhatian kita selalu diarahkan keluar sepanjang hari. Sejak pagi hingga malam hari, kita sangat berharap untuk melihat bentuk yang indah, mendengar suara yang menyenangkan, menikmati wangi-wangian, merasakan makanan lezat, dan menyentuh objek yang menyenangkan. Saat kita mendapatkannya, kita merasa bahagia: saat kita tidak mendapatkannya,atau ketika kita berhubungan dengan penglihatan, suara, bau, rasa dan sentuhan yang tidak menyenangkan, kita merasa terganggu. Perasaan dan suasana hati kita berfluktuasi naik turun setiap hari, bergantung pada apakah kita menyukai objek yang berhubungan dengan kita atau tidak.

Buddha telah mengamati bahwa ketika kita melekat pada objek indra, kita akan menderita pada akhirnya. Masalahnya bukan pada objek, namun pada cara kita berhubungan dengannya. Bagaimana cara kerja kemelekatan? Apakah itu merupakan cara yang akurat atau penting untuk berhubungan dengan orang dan hal-hal di lingkungan kita?

Kemelekatan adalah sikap memberikan penilaian yang berlebihan pada suatu objek atau orang kemudian menempel padanya. Dengan kata lain kita membayangkan kualitas yang sebenarnya tidak dimiliki pada orang dan benda-benda, atau melebih-lebihkan yang mereka miliki. Kemelekatan adalah pandangan tidak realistis sehingga mengakibatkan kebingungan.

Kemelekatan memberikan dasar bagi ketidakpuasan, karena sebanyak apapun yang kita miliki, kita akan selalu mencari lebih banyak dan lebih baik. Masyarakat kita memanfaatkan keserakahan dan ketidakpuasan ini, dan kita diberitahu bahwa mode pakaian dan peralatan tahun lalu yang sudah ketinggalan zaman. Tetapi hanya sedikit orang yang mampu membeli benda yang mereka pikir seharusnya mereka miliki. Walaupun kita dapat membeli banyak barang, barang tersebut akan menjadi lapuk atau rusak, atau kita harus mendapatkan lebih banyak dan lebih baik karena semua orang telah memilikinya. Hal ini dapat membuat kita senantiasa merasa tidak  aman.\

Sebaliknya jika kita berpikir, “Apa yang saya miliki sudah cukup baik”‘ maka batin kita akan tenang. Hal ini bukan berarti bahwa kita tidak pernah membeli barang baru atau masyarakat kita tidak seharusnya berkembang secara teknologi. Jika kita membutuhkan sesuatu atau jika model baru lebih efisien, maka tidak ada salahnya untuk membelinya, jika kita sanggup membayarnya! Namun terlepas apakah kita berhasil mendapatkan sesuatu atau tidak, pikiran kita akan menjadi tenang karena kita puas terhadap apa yang telah kita miliki.  Buddha berkata :

Jika kau menginginkan kesenangan,
Sepenuhnya lepaskan semua kemelekatan.
Dengan melepaskan semua kemelekatan,
Kesenangan paling sempurna ditemukan.
Selama kau mengikuti kemelekatan,
Kepuasan tidak akan pernah ditemukan.
Siapapun menjauhi kemelekatan,
Dengan kebijaksanaan mencapai kepuasan.

Selama kita menginginkan lebih banyak, lebih baik, dan hal hal yang berbeda, kita tidak akan pernah puas dengan apa pun yang kita miliki. Sebaliknya, jika kita merasa puas dengan apa yang kita miliki, kita masih dapat bekerja untuk meningkatkannya, namun batin kita menjadi tenang. Terbebas dari cengkeraman, kita dapat berkembang secara ekonomi dan teknologi demi kebaikan setiap orang.

Pada awalnya mungkin sulit untuk berpikir demikian, karena kita terbiasa untuk melekat. Kemelekatan akan kehilangan suatu benda atau orang dapat menjadi sangat kuat, dan kita menjadi panik. Ketakutan dan kemelekatan ini menghambat perasaan baik kita dan menghambat kita untuk menikmati hubungan dan benda yang kita miliki.

Kita dapat menghilangkan ketakutan ini. Pertama kita dapat menyadari bahwa pikiran yang memproyeksikan benda indah atau orang cantik dan kemelekatan tersebut adalah pandangan salah. Hal ini dapat membuat kita lebih realistis. Kemudian kita dapat mengingat kerugian akibat melekat dan melepaskannya. Sebaliknya kita dapat membiarkan batin kita beristirahat dan terbuka terhadap kepuasan, menyadari bahwa jika kita dapat memiliki benda tersebut atau dekat dengan orang tersebut, akan menyenangkan; namun jika tidak, kita pun tetap dapat berbahagia.

Bagi beberapa orang, kata ‘pelepasan’ memiliki konotasi yang negatif karena terkait menjadi petapa, apatis atau tidak perduli. Bagaimanapun juga, bukan hal ini yang dimaksud ‘pelepasan’ oleh Buddha. Pelepasan mengacu pada kondisi batin yang seimbang ketika  kita tidak melekat pada benda-benda sehingga kita bebas memfokuskan perhatian pada hal yang berharga.

Melepas bukan berarti kita melepaskan semua milik kita dan tinggal di gua. Tidak ada yang berbahaya dengan kepemilikian harta. Kita membutuhkannya untuk bertahan hidup. Masalah muncul hanya jika kita tidak memandang pentingnya harta benda dengan realistis. Kemelekatan dan ketergantungan menimbulkan masalah tersebut, bukan harta bendanya. Dengan terbebas dari kemelekatan, kita dapat menikmati harta benda tersebut.

Saat kita memiliki harta benda, akan membantu untuk berpikir,”Banyak orang bekerja untuk menghasilkan benda yang saya nikmati dan saya berterima kasih pada mereka. Alih-alih menggunakan harta benda saya untuk kemelekatan yang egois, saya akan menggunakannya dengan aspirasi untuk meningkatkan kualitas hidup saya sehingga saya dapat mencintai dan membantu lebih banyak orang.” Kita dapat menikmati makanan, pakaian, rumah dan harta benda, namun dengan motivasi yang berbeda. Dengan melakukannya, kita akan menjadi damai dan terbebas dari kecemasan.

Meninggalkan kemelekatan juga tidak berarti membuat diri tidak termotivasi dan acuh. Pada awalnya hal ini akan tampak demikian hanya karena kita telah sangat terbiasa dengan kemelekatan. Namun terdapat beragam sikap yang dapat memotivasi kita. Perhatian yang tulus  terhadap orang lain adalah salah satunya. Harapan untuk memberikan kebahagiaan dan mengakhiri penderitaan dapat menjadi kekuatan motivasi yang besar dalam hidup kita. Sehingga tindakan menghindari kemelekatan akan membuka pintu bagi komunikasi yang tulus dengan orang lain, cinta dan welas asih.

-oOo-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar