( Kisah Hukum Karma )
HANTU BERNAMA MATTA
“Kamu telanjang
dan berpenampilan menyeramkan.”
Hal ini dikatakan oleh Sang Buddha
sewaktu beliau berdiam di Hutan Jeta sehubungan dengan hantu wanita bernama Mattā.
Dikatakan bahwa di Sāvatthi ada
seorang laki-laki kaya yang mempunyai keyakinan dan ketaatan/kesetiaan yang
kuat terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Namun demikian, sang istri yang
bernama Mattā, tidak mempunyai keyakinan maupun kesetiaan sama sekali. Selain
itu, ia mandul dan mempunyai sifat pemarah. Suatu ketika, karena takut garis
keturunannya terputus, maka ia mengambil seorang istri lagi dari suku yang sama,
bernama Tissā. Ia mempunyai kesetiaan dan keyakinan pada Triratna, selain itu
ia juga sangat sayang dan baik kepada suaminya. Tidak lama kemudian, ia pun
hamil; dan setelah 10 bulan, melahirkan seorang anak laki-laki. Mereka beri
nama Bhūta. Tissā pun menjadi nyonya di rumah tersebut dan menjadi penyokong
yang sangat baik dan perhatian terhadap 4 orang bhikkhu.
Sang istri tua yang mandul kemudian
menjadi cemburu padanya. Suatu hari mereka berdua mencuci rambut mereka dan
kemudian berdiri dengan rambut yang masih basah. Sang suami sangat mencintai
Tissā karena sikapnya yang mulia dan sering kali sambil berdiri berbicara
padanya dengan penuh perasaan. Melihat mereka berdua berdiri, sang suami pun menegur
Tissā dengan penuh perasaan. Melihat hal ini, Mattā yang tidak bisa menahan perasaan
kesalnya karena merasa sangat cemburu, pergi menyapu lantai rumahnya dan menaburi
kotoran dan sampah yang dia kumpulkan ke kepala Tissā.
Dengan berjalannya waktu, Mattā
meninggal dunia dan terlahir menjadi makhluk peta (hantu kelaparan) akibat
kekuatan hasil dari perbuatan yang telah dilakukannya. Suatu hari ketika malam
mulai menjelang, ia menampakkan dirinya ke Tissā yang saat itu sedang mandi di
belakang rumahnya. Ketika Tissā melihatnya, Tissā bertanya kepadanya dalam bentuk syair:
“Kamu telanjang dan berpenampilan
menyeramkan;
kurus dan pembuluhpembuluh darahmu/urat-uratmu
nampak sangat jelas.
Kamu kerempeng, tulang rusukmu menonjol;
siapa kamu, kamu yang berdiri di
sana?”
Maka terjadilah tanya jawab diantara
mereka berdua. Setelah ditanya oleh Tissā, Mattā
pun menjawab,
‘Saya adalah Mattā, Kamu adalah Tissā.
Saya adalah istri pertama suamimu di
kehidupan yang lalu.
Akibat melakukan perbuatan jahat,
saya meninggal dari alam manusia dan
terlahir menjadi hantu kelaparan.’
Kemudian,
Tissā bertanya kembali,
“Sekarang katakan perbuatan jahat apa
yang kau lakukan melalui pikiran, ucapan, dan jasmani? Sebagai akibat perbuatan
yang mana yang membuatmu setelah meninggal dari alam manusia terlahir di alam
hantu kelaparan?”
Ditanya
demikian, Mattā menjawab,
‘Saya adalah seorang yang pemarah dan
kasar, seorang pencemburu, jahat, dan licik. Karena mengucapkan kata-kata buruk
kepadamu, setelah saya meninggal dari alam manusia, saya terlahir menjadi hantu
kelaparan.’
Tissā
berkata,
“Saya juga mengetahui semua itu,
betapa pemarahnya kamu; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu,
mengapa kamu dipenuhi/diselimuti oleh debu?”
Mattā
menjawab,
‘Suatu hari, setelah kamu telah mencuci rambutmu dan
telah memakai baju yang bersih dan berdandan; tetapi saya juga demikian, bahkan
dandanan saya melebihimu. Ketika saya melihatmu berbincang-bincang dengan suami
kita, kamu menyebabkan timbulnya perasaan cemburu dan marah yang sangat kuat
dalam diriku. Maka, saya mengumpulkan kotoran dan menaburinya ke kamu. Ini
adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang dipenuhi/diselimuti
oleh debu.’
Tissā
berkata,
“Saya juga mengetahui semua itu,
bagaimana kamu menuangkan debu tersebut kepadaku; tetapi ada hal lain yang
ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu terserang gatal-gatal?”
Mattā
menjawab,
‘Suatu hari, kita pergi ke pinggir
hutan untuk mengambil bahan obat-obatan dari tumbuhan. Kamu membawa pulang
bahan obat-obatan dari tumbuhan yang baik untukmu sesuai yang dianjurkan tabib,
sedangkan saya membawa pulang buah kapikacchu (sejenis buah yang dapat
menyebabkan gatal bila tersentuh). Dan tanpa sepengetahuanmu, saya taburkan
buah-buah tersebut di ranjangmu. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga
saya sekarang terserang gatal-gatal.’
Tissā
berkata,
“Saya juga mengetahui semua itu,
bagaimana kamu taburkan buahbuah tersebut di ranjangku; tetapi ada hal lain
yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu telanjang?”
Mattā
menjawab,
‘Suatu hari, ada acara kumpul-kumpul
bersama teman-teman dan sanak keluarga untuk menyambut sebuah perayaan. Kamu
diajak oleh suami kita untuk menghadirinya, tetapi saya tidak. Kemudian, tanpa
sepengetahuanmu saya mengambil (mencuri) pakaianmu. Ini adalah akibat perbuatan
tersebut, sehingga saya sekarang telanjang.’
Tissā
berkata,
“Saya juga mengetahui semua itu,
bagaimana kamu mencuri pakaianku; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan
kepadamu, mengapa baumu tercium seperti bau kotoran?”
Mattā
menjawab,
‘Aku membuang minyak wangi, rangkaian
bunga, dan krim pewangimu yang mahal ke toilet. Ini adalah akibat perbuatan
tersebut, sehingga saya sekarang tercium seperti bau kotoran.’
Tissā
berkata,
“Saya juga mengetahui semua itu,
bagaimana perbuatan jahat tersebut kau lakukan; tetapi ada hal lain yang ingin
saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu hidup dalam keadaan yang sangat
menderita?”
Mattā
menjawab,
‘Harta apapun yang berada di rumah
kita, kita berdua mempunyai hak yang sama atas harta-harta tersebut. Walaupun
ada kesempatan untuk melakukan kegiatan berdana, saya tidak melakukannya. Ini
adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang hidup sangat
menderita.’ Setelah menjawab pertanyaan tersebut, ia berkata kembali, ‘Walaupun
kamu telah memperingati saya untuk tidak melakukan perbuatanperbuatan buruk
tersebut dengan berkata “Kamu sedang melakukan perbuatan-perbuatan buruk; sudah
pasti bukan dengan melakukan perbuatan-perbuatan buruk kehidupan yang bahagia
dapat dicapai” tetapi saya tidak mempedulikannya.’
Mendengar
hal itu, Tissā berkata,
“Saya mengatakan hal itu untuk
kebaikanmu, tetapi kau menyalah-artikannya, karena saat itu kau sangat cemburu
padaku. Berhati-hatilah, jaga dirimu dari segala hasil dari perbuatan-perbuatan
buruk yang telah kau lakukan.”
Kemudian, ketika tanya jawab ini
sedang berlangsung, Mattā melihat bekas suaminya pulang dan diapun berkata,
‘Aku telanjang dan berpenampilan menyeramkan; kurus dan pembuluh-pembuluh
darahku/urat-uratku nampak sangat jelas. Keadaan ini sangatlah memalukan bagi
seorang wanita. Jangan biarkan ayahnya Bhūta melihatku.
Tissā
berkata,
“Baiklah, sekarang apa yang saya dapat
berikan padamu atau apa yang saya dapat lakukan sehingga hal itu dapat
membuatmu bahagia dan dipenuhi oleh semua yang kau inginkan?”
Mattā
menjawab,
‘Berdanalah pada 4 orang bhikkhu
sebagai Sangha dan 4 orang bhikkhu sebagai individu. Jamulah kedelapan bhikkhu
ini dan limpahkanlah jasanya kepadaku, dengan demikian saya akan bahagia dan
dipenuhi oleh semua yang saya inginkan.’
Tissā
berkata, “Baiklah, dia menyetujuinya.”
Setelah itu, Tissā memberitahukan apa
yang telah terjadi kepada suaminya. Di keesokan harinya, setelah semua
persiapan selesai dilakukan, suaminya menjamu delapan orang bhikkhu, memberikan
mereka jubah dan kemudian ia dedikasikan kegiatan berdana tersebut untuk Mattā
dengan melakukan pelimpahan jasa. Begitu pelimpahan jasa selesai, hasil dari
berdana tersebut langsung terwujud bagi Mattā. Maka dia menjadi bersih, tampak segar
dengan mengenakan gaun yang bersih dan indah - bahkan lebih indah dari gaun
yang terbuat dari kain kāsi, dan dilengkapi dengan berbagai selendang dan
perhiasan. Setelah mempunyai penampilan yang baru ini, dia menampakkan dirinya
ke Tissā.
Melihat
seorang makhluk yang sangat cantik di hadapannya, Tissā berkata,
“Kau yang berdiri di sana dengan
kecantikan yang sangat menawan, menerangi semua penjuru bagaikan sebuah bintang
pembawa berkah, hasil perbuatan apakah yang menyebabkan kau memiliki kecantikan
yang sungguh menawan?
Hasil perbuatan apakah yang
menyebabkan kau memiliki apapun kesenangan yang sesuai dengan keinginan hatimu?
Aku bertanya kepadamu Oh dewi yang maha agung, perbuatan berjasa apakah yang
kau lakukan ketika kamu hidup sebagai manusia? Hasil perbuatan apakah yang
menyebabkan kau memiliki kecantikan dan cahaya terang yang berkemilau menerangi
segala penjuru?”
Mattā
menjawab,
“Saya adalah Mattā, Kamu adalah Tissā.
Saya adalah istri pertama suamimu di
kehidupan yang lalu.
Akibat melakukan perbuatan jahat,
saya meninggal dari alam manusia dan
terlahir menjadi hantu kelaparan.’
Tetapi sekarang, berkat pelimpahan jasa
yang kau berikan,
saya menikmati kehidupanku, tidak ada
lagi ketakutan.
Semoga kau panjang umur saudaraku,
bersama seluruh sanak saudaramu,
semoga kau mencapai alam dewa (Paranimmita) Vasavatti (alam dewa tingkat ke-6, yang tertinggi) di mana tidak
ada lagi kesedihan dan polusi (ini maksudnya bebas dari keringat dan kotoran).
Jalanilah hidup sesuai dengan Dhamma
dan berdanalah sayangku,
hilangkanlah noda dari keegoisan dan akarnya
(yaitu keserakahan);
semoga kau mencapai alam dewa.”
Tissā kemudian mengatakan kejadian ini
kepada suaminya, suaminya mengatakan kejadian ini ke para bhikkhu, dan mereka
memberitahukannya kepada Sang Buddha. Sang Buddha melihat bahwa hal ini perlu
dijelaskan dan Ia pun mengajarkan Dhamma kepada semua orang yang sedang
berkumpul di sana. Begitu mereka mendengar penjelasan Sang Buddha mengenai hal
ini, mereka menjadi cemas dan berusaha menyingkirkan keegoisannya dan kekotoran
mental yang lainnya. Mereka menjadi condong kepada praktik-praktik kebajikan
seperti berdana, menjalankan sila, dan meditasi, yang semuanya akan mengkondisikan
mereka menuju alam bahagia.
Moral cerita:
Kisah Mattā, sang hantu kelaparan ini
(peta), menggambarkan dengan jelas sekali bagaimana perbuatan jahat seseorang
akan kembali kepadanya dan bermanifestasi sebagai penderitaan. Di sini
dijelaskan bahwa praktik pelimpahan jasa dapat membantu makhluk peta untuk
mendapatkan kebahagiaan. Seperti yang Mattā anjurkan kepada Tissā, sesungguhnyalah
semua orang harus berjalan sesuai dengan Dhamma (Kebenaran), kembangkanlah
praktik-praktik kebajikan. Untuk penjelasan lebih detil tentang kategori berdana
kepada Sangha dan individu serta hasil yang didapatnya, dapat dibaca di buku DANA.
Satu hal lagi yang bisa dipetik dari
kisah ini adalah, adanya alam kehidupan lain selain alam manusia, surga, dan
neraka; adanya kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan ini (kecuali untuk
Arahat, ini adalah kehidupannya yang terakhir).
______________________
Cerita ini terdapat di Kitab Sutta-Pitaka, Khuddaka Nikāya, Peta-vatthu
II. 3, (Exposition of Mattā Petī Story). Namun cerita ini diambil dari kitab
komentarnya, yaitu kitab komentar dari cerita makhluk peta (Paramattha-dīpanī
nāma Petavatthu-aṭṭhakathā), Ubbarī Vagga no 3, hal. 89, oleh DhammaPāla,
diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh U Ba Kyaw, diedit dan diberi catatan
tambahan oleh Peter Masefield. The Pali Text Society, London, 1980. Printed by
Unwin Brothers Limited, The Gresham Press, Old Woking, Surrey.
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar